13 Mei 2018, lima bom mengguncang Surabaya dan Sidoarjo. Ada 28 orang meregang nyawa, puluhan terluka. Melalui pengakuan saksi dan korban, kami mencoba menceritakannya kembali. Penuturan mereka menunjukkan bahwa apapun dalihnya, terorisme adalah kejahatan kemanusiaan dan tak selayaknya mendapat tempat di muka bumi.
Surabaya, IDN Times - Di atas kursi roda, Teddy Jamanto Purnomo dengan sabar menanti pertolongan dokter. Darah yang keluar dari kepalanya terus bercucuran seolah enggan berhenti. Cairan merah kini membasahi tubuhnya. Tak pernah terbesit dalam pikirannya, di usia yang ke 65, ia harus merasakan serpihan kaca menghujam kepalanya.
“Karena kasurnya habis dan saya masih bisa berjalan, makanya saya duduk di atas kursi roda,” kata Teddy kepada IDN Times di kediamannya.
Hampir 30 menit Teddy menanti. Selama itu pula ia merasakan bagaimana sakitnya tertusuk beling. Beruntung baginya, sebab tebalnya rambut menahan benda-benda tajam menikam kepalanya lebih dalam.
Suasana Rumah Sakit Bedah Surabaya pagi itu kian gaduh. Tenaga medis hilir-mudik membantu korban yang terus berdatangan. Namun, tak ada satupun yang mengindahkan kehadiran Teddy. Hingga akhirnya kesabaran sang istri, Theresia Margalextina, menyentuh batas. “Dia marah-marah, ini kenapa suami saya gak dipegang-pegang (dirawat),” lanjut Teddy.
Tidak lama setelah Theresia mengeluh, Teddy segera dipindahkan ke ruangan yang tersisa. Terbaring pasrah, dokter segera memberikan pertolongan pertama kepadanya. Alat bantu pernapasan dengan sigap dipasangkan. Kaos abu-abunya yang sudah bersimbah darah juga diganti. Perban putih dengan selimut coklat juga menemani perjuangan Teddy siang itu.
Theresia yang menanti was-was hanya bisa berdoa. Dia menyerahkan segalanya kepada Sang Maha Kuasa melalui tangan dokter. Ia percaya apapun yang terjadi merupakan suratan takdir yang telah dituliskan oleh Tuhan.
“Puji Tuhan bapak sembuh cepat. Minggu kan kejadian, Selasa sudah bisa pulang,” sahut sang istri yang mendampingi Teddy menceritakan setiap bait-bait kisah bom yang terjadi di gereja Santa Maria Tak Bercela.