Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Kisah Petani Muda Jember, Memupuk Harap di Tengah Krisis Regenerasi

Pengusaha pertanian Jember, Firdausi saat merawat tanaman pertaniannya. (Dok. Firdausi)

Jember, IDN Times - Seorang bocah perempuan kelas 3 SD memandang layar kaca televisinya dengan seksama. Ia mengamati tahapan demi tahapan sang pembawa acara yang tengah meracikan pupuk organik. Usai tayangan itu buyar, gadis cerdik ini beranjak mencari berbagai bahan di dapurnya yang sama persis seperti tayangan televisi. Ia lalu mengotak-atik bahan yang sudah ada di tangannya untuk kemudian dia sebut sebagai pupuk. 

Bocah itu  memberikan pupuk racikannya untuk pohon singkong milik ayah dan ibu. Hari demi hari ia rawat dengan baik pohon tersebut. Tiba pada waktu yang ditunggu, pohon singkong tumbuh dengan baik, akarnya besar-besar, lalu dipanen dengan hasil berkali-kali lipat dari biasanya, bocah tersebut girang bukan main. Gadis itu adalah Firdausi 17 tahun lalu. Firdausi yang kini berusia 27 telah menjadi pengusaha muda di bidang pertanian . Tayangan televisi yang tak sengaja ia lihat tentang pupuk belasan tahun lalu itu, rupanya berhasil mengantarkan perempuan asal Jember itu menjadi orang sukses. 

Usaha taninya ia mulai saat duduk di bangku kuliah S1. Waktu itu, Firda mendapat pendanaan wirausaha dari kampus. Teori cara bertani yang baik ia praktikkan betul. “Dari Fakultas dapat (pendanaan), dari Universitas dapat, dari Dikti juga dapat, akhirnya uang itu saya kumpulkan dibuat bisnis, semua untuk membeli lahan (pertanian),” ujarnya kepada IDN Times, Selasa (18/2/2025). 

Mulanya ia menanam porang yang kala itu menjadi primadona. Puncaknya, pada 2019 silam ia pernah merajai pasar porang nasional. Bahkan, Firda pernah dipercaya oleh perusahaan pertanian menjadi penyuplai bibit porang untuk 500 hektare lahan. 

“Dari situ aku bisa beli lahan pertanian semakin banyak. Awalnya aku beli satu petak, akhirnya beli lagi, beli lagi, mulai intensif di dunia pertanian ya saat itu,” kata perempuan yang pernah menjadi Mahasiswa Berprestasi (Mawapres) Fakultas Pertanian UB 2019 ini. Ia kemudian merambah ke tanaman lain, mulai dari padi, jagung, cabai, bawang merah hingga jeruk. Berbagai hasil taninya ini ia jual di sekitar Jember. Omsetnya tembus puluhan juta rupiah dalam sekali panen. Penghasilan ini tentu jauh dari gaji bulanannya sebagai peneliti di salah satu perusahaan pertanian.

Firda melakukan kegiatan usaha taninya. (Dok. Firdausi)

Tak mau sukses sendiri, Firda pun mengajak petani di sekitar tempat tinggalnya untuk mengikuti jejaknya. Berbekal ilmu dari kuliah S1 di Universitas Brawijaya (UB) dan S2 di Institut Pertanian Bogor (IPB), ia mengajarkan orang-orang sekitarnya cara bertani yang benar.  “Ada sekitar 40 orang yang kerja sama aku, aku juga minta tetanggaku untuk menanam porang aku yang beli,” terang Firda. Ia bahkan belakangan didapuk menjadi pembina banyak petani porang pemula di Indonesia. “Jadi aku punya binaan petani porang hampir di seluruh Indonesia, di Kupang ada, Riau ada,” kata dia. 

Usaha Firda makin meluas setelah mencoba peruntungan budidaya telang. memanfaatkan pematang sawah sebagai lahan tanam. Hasilnya mampu menembus pabrik-pabrik yang membutuhkan bunga telang sebagai pewarna alami. Lumayan, setiap harinya tetangga-tetangga Firda mampu menghasilkan omset Rp50 ribu. Ini cukup untuk membantu tambahan penghasilan mereka. “Jadi bukan cuma tetangga (yang ikut menanam telang) ada dari Batu, Malang, hingga Probolinggo yang join, ada sekitar 40 orang,” katanya. 

Bahkan, pada tahun 2018 ia menjadi pemain utama pasar bunga telang nasional. “Kita tanam satu petak bisa dapat setengah kilogram, waktu itu harga satu kilogram Rp1,4 juta, jadi walau lahanku satu petak aku dapat Rp700 ribu, bunga telang aku jual ke perusahaan permen dan mie,” tutur Firda. 

Bunga telang mampu mengantarkan Firda menjadi pemenang Pemuda Pelopor program dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) tingkat provinsi. Ia terpilih sebagai Pemuda Pelopor bidang pangan pertanian. “Pemuda pelopor itu, kita punya aktivitas berbeda dan diikuti oleh tetangga-tetangga kita, waktu itu aku mengajukan bunga telang,” jelas Firda. 

Namun, karena kian lama, harga porang dan telang terus turun. Ia pun beralih ke tanaman lain yang punya pasar lebih pasti, seperti jagung, padi, cabai hingga jeruk. Tanaman porang tetap ia tanam di lahan sepetak untuk mempertahankan plasma nutfah. “Aku nabung lahan itu untuk budidaya tanaman yang aku gak mikir pasarnya, aku nanam sudah langsung ada pasarnya, di situ lah aku memainkan usahanya,” ungkapnya. “Kemarin aku panen padi dapat 18 ton, sekarang aku panen jagung satu hektare laku Rp30 juta,” kata dia.

Namun, Firda sadar, kesuksesannya di bidang pertanian tak bisa lepas dari keberadaaan distribusi pupuk, terutama subsidi. “Pupuk subsidi itu sangat membantu, karena harganya kan jauh (jika dibanding pupuk non subsidi), sedangkan lahanku juga sering aku remajakan, dikasih sedikit pupuk saja sudah bagus, kehadiran pupuk pertanian dari pemerintah itu bikin mempermudah karena gak terlalu banyak modal yang kita keluarkan,” sebut Firda.

Sejak awal, Firda yakin bahwa pupuk adalah komponen penting bagi tanaman dan usaha taninya. Ia pun tak pernah kekurangan pupuk. Setiap saat, dia dibantu oleh kepala desa sekitar untuk mendapatkan akses pupuk subsidi. “Alhamdulillah (pupuk subsidi) ada terus, alhamdulillah semenjak aku masuk ke pertanian padi yang cukup luas, aku gak pernah kekurangan pupuk subsidi, aku dapat urea, dapatnya tergantung kebutuhan kita,” ucapnya. 

 

Firda saat berada di lahan jagung miliknya. (Dok. Firdausi)

Ia yakin, keinginan yang kuat ditambah dengan dukungan dari berbagai pihak akan membuat anak muda sepertinya tidak ragu turun ke gelanggang ke dunia pertanian. “Kenapa anak-anak (muda, terutama lulusan pertanian) gak mau terjun ke pertanian, karena gak ada uangnya, pertanian gak ada hasilnya kalau lahannya sedikit dan membudidayakan tanaman yang bukan eksklusif, mereka tahu ilmunya tapi gak percaya diri,” katanya. 

Firda adalah setitik cahaya terang di tengah krisis regenerasi petani di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS) Sensus Pertanian Tahun 2023 tahap 1, jumlah petani milenial yang berumur 19-39 tahun adalah sebanyak 6.183.009 orang, atau hanya sekitar 21,93 persen dari petani di Indonesia. Rinciannya, generasi X atau berumur 43-58 tahun 43,39 persen, disusul baby boomer atau umur lebih dari 78 tahun 27,61 persen, lalu milenial atau umur 27-42 tahun 25,61 persen, kemudian generasi Z atau umur 11-26 tahun hanya 2,14 persen dan generasi post Z 0,0 persen. Angka ini cukup menjadi gambaran betapa suramnya masa depan pertanian. Apalagi, jumlah petani muda terus mengalami penurunan selama 10 tahun terakhir.

Implementasi pertanian ala anak muda seperti yang dilakukan Firda juga bisa menjadi jawaban atas masalah yang selama ini dihadapi oleh pemerintah provinsi tempat Firda tinggal, Jawa Timur. Kepala Dinas Pertanian Jawa Timur, Heru Suseno mengakui bahwa krisis regenerasi petani menjadi salah satu masalah pertanian di Jawa Timur. Baginya, regerenasi petani penting untuk mendorong majunya sektor pertanian dengan pola pikir modern oleh anak muda. Pemanfaatan teknologi pertanian akan mempercepat transformasi dari konvensional ke modern yang sudah harus diadopsi, dan petani muda memiliki kemampuan adaptasi teknologi yang cepat.

“Contohnya adalah penggunaan drone, jika selama ini hanya digunakan untuk foto-foto atau mendokumentasikan suatu kegiatan, saat ini drone bisa digunakan untuk memantau kondisi tanaman, penyemprotan pupuk, maupun pestisida di lahan-lahan sawah,” ujar Heru. 

Terlebih, Jawa Timur merupakan salah satu lumbung pangan nasional. Provinsi ini adalah penghasil padi terbesar di Indonesia, berdasarkan angka tetap BPS tahun 2024, luas panen mencapai 1.616.985 hektare dengan capaian produksi 9.270.435 Ton-GKG atau setara 5.352.936 Ton Beras dan menyumbang 17,4 persen kebutuhan nasional.

“Selain itu, Provinsi Jawa Timur juga sebagai produsen jagung terbesar di Indonesia. Berdasarkan angka tetap BPS tahun 2024, luas panen jagung mencapai 739.157 Ha dengan capaian produksi 4.595.792 Ton-JPK KA 14 persendan menyumbang 30,36 persen terhadap produksi jagung nasional,” ungkapnya. 

Pihaknya pun melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan minat generasi muda terhadap pertanian. Upaya itu seperti promosi yang lebih menarik dengan memperlihatkan sisi positif dari profesi petani dan bagaimana pertanian bisa menjadi bisnis yang menjanjikan. “Kami juga menyediakan pendidikan dan pelatihan yang berkualitas untuk generasi muda yang ingin terjun ke bidang pertanian,” ujarnya. 

Dukungan seperti akses teknologi, modal hingga pasar juga diberikan kepada meraka. “Kemudian, membangun komunitas petani muda untuk saling berbagi pengetahuan,” terangnya. 

Kemudahan akses, seperti pupuk subsidi tak luput dari perhatian. Akses terhadap pupuk subsidi semakin dipermudah, bila mereka tergabung dalam kelompok Taruna Tani yang di dalamnya berisi anak-anak muda dan Karang Taruna. “Sehingga bisa memudahkan untuk mendapatkan akses terhadap pupuk, bantuan pemerintah, maupun permodalan,” pungkas dia. 

 

Firda sedang mengawasi tanaman jagung miliknya. (Dok.Firdausi)

Ikhtiar menangani krisis regenerasi petani ini tak cuma dilakukan oleh pemerintah. Perusahaan Petrokimia Gresik pun turut ambil peran. Perusahaan holding Pupuk Indonesia ini misalnya punya program pemantik petani muda seperti Beasiswa Tani Muda Indonesia dan Taruna Makmur. 

Direktur Keuangan & Umum Petrokimia Gresik, Robby Setiabudi Madjid mengatakan, program pertama yang dijalankan Petrokimia Gresik untuk regenerasi petani adalah Beasiswa Tani Muda Indonesia. Program ini untuk menumbuhkan ketertarikan generasi muda pada pertanian. Jumlah penerima program beasiswa pada tahun 2024 ada 50 pelajar dari Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) jurusan pertanian di Jawa Timur. Sementara sejak program ini dibuka tahun 2022, sudah ada 150 siswa penerima. Beasiswa direalisasikan berupa bantuan biaya pendidikan setiap bulan selama satu tahun.

Adapun Taruna Makmur adalah program pembekalan mahasiswa Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) untuk menjadi pendamping pada Program Makmur. Mereka menggandeng Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian (Kementan) Republik Indonesia. Program Makmur sendiri merupakan ekosistem pertanian yang diinisiasi Menteri BUMN Republik Indonesia, Erick Thohir sejak tahun 2021. "Melalui Taruna Makmur, Petrokimia Gresik mulai tahun 2022 mengajak mahasiswa Polbangtan untuk turut aktif menjadi tenaga pendamping yang membantu petani untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan penghasilan petani, dalam rangka menciptakan pertanian berkelanjutan di Indonesia," ujar Robby melalui pers rilis yang diunggah pada November 2024 lalu. 

Ia menambahkan, program Taruna Makmur pun menarik perhatian Pupuk Indonesia, sehingga jangkauannya diperluas mulai tahun 2023. Selama tahun 2022, total ada 30 Taruna Makmur yang disebar ke berbagai daerah di Indonesia, kemudian di tahun 2023 ada sebanyak 76 Taruna Makmur diberangkatkan ke seluruh Indonesia oleh Pupuk Indonesia. Untuk tahun 2024 ini, ada sebanyak 102 Taruna Makmur.

"Melalui program-program ini diharapkan para penerima sasaran termotivasi untuk turut aktif memajukan pertanian, serta mampu menginspirasi generasi muda lainnya untuk menjadi Pahlawan Pangan," pungkasnya.

Apa yang dilakukan Firda, Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pupuk Indonesia melalui Petrokimia Gresik adalah upaya memupuk harapan atas krisis regenerasi petani yang kini sedang dihadapi Indonesia. Bila profesi petani terus ada, maka ketahanan pangan akan terwujud.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Faiz Nashrillah
EditorFaiz Nashrillah
Follow Us