Grafis Suku Samin, Tengger, dan Osing di Jawa Timur. (IDN Times/Grafis/Mardya Shakti)
Kekompakan serta kesolidan masyarakat Samin itu masih terawat hingga kini. Tiap tahun, masyarakat Samin menggelar Festival Samin. Dalam festival ini ada berbagai rangkaiannya. Masyarakat Samin, tumplek blek menyiapkan seluruh acara adat. Masyarakat perempuan ikut masak bersama di dapur. Sementara yang laki-laki turut mendirikan tarup, menyiapkan musik dan pernak-pernik yang dibutuhkan.
Nah acara adat yang dilakukan Masyarakat Samin, mulai dari Gumbregan yang merupakan upacara selamatan yang dilakukan pemilik hewan ternak. Upacara ini biasa digelar pada pagi hari. Tahun ini pukul 06.00 WIB, Jumat (4/8/2023). Rangkaian selanjutnya ialah Umbul Dunga atau doa bersama. Dalam acara ini seluruh masyarakat melakukan doa bersama untuk meminta keselamatan serta ketenteraman hidup bersama. Umbul Dunga dilakukan pukul 19.00 WIB, Jumat (4/8/2023). Acara adat berikutnya ialah Ngangsu Kaweruh yang digelar pukul 10.00 WIB, Sabtu (5/8/2023). Dalam acara ini. Masyarakat Samin diberikan kesempatan berpendapat sekaligus mendengarkan pendapat.
"Dari dulu kegiatan ini sudah ada. Bedanya kalau dulu, Mbah Kung Hardjo mengajak doa bersama tiap Bulan Suro untuk keselamatan wilayah. Saat ini berkembang menjadi Festival Samin karena sudah diakui pemerintah. Ajaran Samin Surosentiko Bojonegoro ini sudah menjadi warisan budaya tak benda pada tahun 2019," ungkap Bambang.
Meski sudah diakui, Bambang mengungkapkan kalau masih ada saja masyarakat di luar Komunitas Samin yang tidak paham maksud ajaran yang mereka anut. Maka dari itu, dia mengajak kepada masyarakat untuk datang langsung ke Dusun Jepang. Dia sangat terbuka dengan masyarakat dari luar Samin. Bahkan, siap menjelaskan secara rinci bagaimana sejatinya Samin.
"Karena orang yang mau menanyakan tentang Samin berarti ada perhatian kepada kita. Nanti kita sampaikan sebenarnya seperti ini lho yang di sini. Kami tidak akan menyalahkan mereka," katanya.
Masyarakat Samin, sangat ramah dengan tamu-tamu yang datang ke dusun mereka. Sambutan yang super hangat langsung terpancar. Makanan yang ada di dapur dikeluarkan semua untuk sang tamu. Ada olahan umbi-umbian, nasi pecel dan sego ces khas Samin dengan bungkusan daun jati. Semua tamu seolah-olah dipaksa menikmati makanan yang ada. Masyarakat Samin mau semua tamu merasa nyaman bak pulang di rumahnya sendiri.
Keramahan serta kerukunan yang ditunjukkan masyarakat Samin ini menunjukkan kalau mereka ingin merawat kebangsaan dari hal-hal kecil.
"Kita rukun dengan tetangga sekitar itu sudah mengisi kemerdekaan dan merawat kehidupan berbangsa, misalnya anda ketemu orang terus ramah dan rukun, itu sudah bentuk merdeka dan kebangsaan. Dulu kita sesama bangsa tapi susah merdeka karena diadu domba sama penjajah, tapi akhirnya karena bisa rukun, bisa bersatu, bisa benar-benar menjadi bangsa, kemudian merdeka. Ini yang perlu dirawat," tegas Bambang.
Karena kalau tidak dirawat, kata Bambang, semua bisa terpecah belah dengan mudah. Apalagi perkembangan zaman dan teknologi saat ini banyak beredar berita bohong alias hoaks. Menurut Bambang, hoaks inilah yang mulai mengusik kehidupan berbangsa dan bernegara. Dia pun mengingatkan ajaran Samin nomor empat.
"Di situlah pesan sesepuh dulu, ojo waton omong, omong sing nganggo waton (jangan hanya bisa bicara, namun juga bisa membuktikan). Ini kalau didalami maknanya luar biasa untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa," ungkap Bambang.
Tak hanya ihwal kebangsaan, masyarakat Samin di Bojonegoro ini juga menjaga obor demokrasi yang telah tertanam sejak dulu. Obor itu berupa musyawarah mufakat. Bambang bilang, masyarakat di sini memang lebih suka musyawarah untuk mencari solusi bahkan pemimpin. Namun tak menutup kemungkinan, bila pesta demokrasi tiba dengan balutan Pemilu, masyarakat Samin juga turut memeriahkannya secara antusias.
"Kalau di sini sejak dari mbah-mbah kami diutamakan musyawarah mufakat berupa rembukan. Karena menyelesaikan (masalah) kita harus komunikasi. Kalau untuk demokrasi, dari sesepuh dulu tidak pernah memaksakan kehendak. Dalam artian misal ajaran Samin, orangtua beri pitutur ke anak itu wajib. Toh, nanti dilaksanakan atau tidak, itu tergantung pribadi masing-masing. Itu kan juga bisa diartikan ke demokrasi, di keluarga saja tidak pernah ada paksaan apalagi ke Pemilu." kata Bambang.