Pementasan Monolog Pandemi. Gegeh B. Setiadi for IDN Times
Perenungan di tengah pandemik ini mulai ditunjukkan oleh seorang pegiat teater, Gegeh Setiadi. Bersama Komunitas Master (Masih Suka Berteater), Gegeh membuat konsep monolog berjudul 'Pandemi' pada 22 April lalu. Pertunjukan tersebut disiarkan secara langsung di Instagram komunitas.
Menurut Gegeh, tidak ada yang bisa menghentikan karya seni. Meski wabah seperti ini, karya itu tetap bisa disajikan namun dengan konsep yang berbeda. Tantangan baru tentunya menghadang bak tembok besar. Tapi tetap harus dihadapi untuk bisa berekspresi.
"Ya itu tantangan baru, kemarin (Rabu) sama teman-teman bisa lancar buat teater monolog meski dari rumah dan ditampilkan streaming media sosial," kata dia kepada IDN Times.
"Ini adalah bagian dari upaya kami mempertahankan kreativitas dalam berkesenian. Di saat semua harus berhenti dengan social distancing, di tengah pandemik COVID-19, lakon Pandemi hadir. Lakon ini bercerita tentang kegagapan negara ketika terjadi pandemik COVID-19,” dia membeberkan.
Pementasan monolog itu sebagai bentuk evaluasi dan kritik tentang kegagapan dunia menyikapi pandemik. Bahkan, lanjut dia, perdebatan banyak pihak tentang teori konspirasi senjata biologis menggunakan virus yang banyak menjadi wacana di pelbagai negara, juga dibahas dalam pertunjukan.
"Kegagapan penanganan pandemik ini juga terjadi di Indonesia. Sejak awal COVID-19 ini dianggap lelucon oleh para pemimpin bangsa ini. Mitigasi virus dengan doa kunut, nasi kucing, susu kuda liar, minum jamu menjadi lelucon saat penyebaran COVID-19 masih belum terdeteksi. Walau sudah diingatkan WHO berulang kali, saat menyebar dan mewabah, pemerintah menjadi gagap dalam penanganannya," ungkap dia.
Terkait rasa kemanusiaan, Monolog Pandemi ini menyuguhkan pesan tentang kekuatan masyarakat dalam bergotong royong, peduli sesama, hingga menciptakan lumbung pangan mandiri tanpa sentuhan pemerintah.
Di sisi lain, fakta satire juga disuguhkan saat banyak korban meninggal harus dicekal, rasa saling curiga, hingga tiba-tiba ada yang mati. Setiap orang berlomba mengklaim itu corona, seolah bergaya layaknya petugas medis yang jago mendiagnosis.