Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Screenshot_2025-08-12-14-39-28-04_1c337646f29875672b5a61192b9010f9.jpg.
Ketua RW 3, Kelurahan Gemblongan Surabaya saat mediasi bersama Wakil Wali Kota Surabaya. (Dok. Instagram Armuji)

Intinya sih...

  • Ketua RW 3 Kelurahan Gemblongan membantah melakukan pungli berkedok meminta sumbangan untuk acara 17 Agustus.

  • Emak-emak diduga meminta sumbangan Rp500 ribu-Rp1 juta di sebuah toko rokok elektrik di Jalan Gemblongan Nomor 30, Surabaya.

  • Pemilik toko Kevin Wiliam hanya memberikan sumbangan Rp10 ribu karena tidak mau memberi uang dengan nominal yang dipatok.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Surabaya, IDN Times - Ketua RW 3 Kelurahan Gemblongan, Kecamatan Bubutan Surabaya, Suratin membantah telah melakukan pungutan liar (pungli) berkedok meminta sumbangan untuk acara 17 Agustus. Emak-emak diduga meminta sumbangan yang tengah viral di media sosial bahkan merupakan Kader Surabaya Hebat.

Belakangan emak-emak diduga pungli berkedok minta sumbangan untuk acara 17 Agustus dengan mematok nilai Rp500 ribu-Rp1 juta viral di media sosial. Emak-emak tersebut meminta sumbangan di sebuah toko rokok elektrik di Jalan Gemblongan Nomor 30, Surabaya.

Suratin mengatakan, setiap tahun pihaknya memang selalu menarik sumbangan kepada toko-toko ataupun perusahaan yang berada di wilayahnya untuk kegiatan 17 Agustus. Bahkan, sumbangan tersebut bersifat resmi dengan menyodorkan proposal. "Tiap tahun ada proposal menarik ke toko-toko," ujar Suratin saat mediasi bersama Wakil Wali Kota Surabaya.

Bahkan, Suratin membantah tiga emak-emak yang memintai sumbangan adalah preman. Mereka merupakan kader KSH RW 3, Kelurahan Gemblongan, Surabaya. "Saya nggak nyuruh preman, itu kader KSH saya. Ada stempel RW," tutur dia.

Tak cuma itu, pihaknya memastikan tak pernah mematok nilai sumbangan yang diminta . Tetapi saat itu, KSH memang menyodorkan nilai sumbangan yang diterima dari toko dan perusahaan. Nilainya antara Rp500 ribu -Rp1 juta.

"Di dalam (proposal) nggak matok Rp500 ribu Rp1 juta, itu melihat dari PLN ada Rp500 ribu, Rp1 juta, Rp200 ribu. KSH gak bilang harus nyumbang segini, hanya menyodorkan," ungkap dia.

Pihaknya meminta sumbangan sekihlasnya kepada pemilik toko bernama Kevin Wiliam tersebut. Saat itu, Kevin hanya memberikan sumbangan Rp5-10 ribu. Karena hanya diberi Rp5-10 ribu, KSH merasa terhina sehingga mereka naik pitam.

"Katanya sepi toko, sanggupnya Rp5-10 rb. Dalam rangka 17-an masa segitu, tahun lalu Rp100 ribu, kan menghina. KSH saya nggak ada omongan Rp500 ribu," pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, pemilik toko di Surabaya mengaku dimintai sumbangan untuk acara 17-an oleh sekelompok emak-emak yang mengakui sebagai pengurus RT/RW setempat. Parahnya emak-emak tersebut mematok sumbangan Rp500 ribu ingga Rp1 juta.

Peristiwa itu pun viral di media sosial. Berdasarkan rekaman video yang beredar, ada tiga emak-emak yang datang ke toko rokok elektrik di Jalan Gemblongan nomor 30, Surabaya. Terlihat emak-emak tersebut sedang adu mulut dengan penjaga toko.

Dalam video itu juga, pemilik toko, Kevin Wiliam mengatakan, peristiwa itu terjadi pada Kamis (7/8/2025). Saat itu, tokonya tiba-tiba kedatangan tiga orang emak-emak yang mengaku sebagai pengurus RT/RW setempat.

"Pada awalnya ada ibu-ibu masuk ke toko saya meminta sumbangan untuk acara 17-Agustus," ujar Kevin dalam video tersebut dan telah mendapat izin dikutip oleh IDN Times.

Emak-emak tersebut meminta sumbangan kepada Kevin sekihlasnya, tetapi mereka mematok nilai Rp500-1 juta. Kevin yang tidak tahu siapa tiga orang itu, kemudian hanya memberikan sumbangan Rp10 ribu.

"Kok bisa sumbangan itu harus ada nominalnya, padahal di sini bisnis saya masih belum menghasilkan, tapi saya dipatok dengan nominal uang yang tidak sedikit," katanya.

Karena tak mau memberi uang dengan nominal yang dipatok, Kevin dan tiga orang emak-emak tersebut pun adu mulut.

Kevin, ketika didatangi ke tokonya mengatakan, ia berpikiran bahwa ketiga orang tersebut bukan merupakan pengurus RT/RW setempat. Ia menduga mereka adalah pengemis dengan modus meminta sumbangan untuk acara 17 Agustus.

"Mereka ngakunya ada yang dari RT, RW, ada yang dari Kelurahan juga. Cuman mereka yang saya bingung itu seperti ini ketika mereka mengaku RT, RW. Biasanya di tempat saya yang narik iuran atau narik sumbangan itu biasanya yang menggunakan seragam resmi," ungkapnya ketika ditemui di tokonya, Senin (11/8/2025).

Editorial Team