Kericuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan pasca laga Arema FC kontra Persebaya. (IDN Times/Alfi Ramadana)
Kerusuhan Stadion Kanjuruhan pada 2022 menjadi sejarah kelam bagi sepak bola Indonesia dan dunia. Kejadian tersebut bermula ketika ada dua orang yang memasuki lapangan dengan alasan ingin berfoto bersama pemain, seusai pertandingan Arema FC melawan Persebaya.
Namun, aksi tersebut justru berujung tidak kondusif karena banyak suporter yang ikut turun ke lapangan. Akhirnya aparat menembakkan gas air mata ke suporter, termasuk ke arah suporter yang berada di tribun. Kebanyakan suporter yang berada di tribun adalah suporter yang tidak ikut turun lapangan, seperti ibu-ibu dan anak-anak.
Karena lemparan gas air mata tersebut, banyak suporter yang terjebak dan panik menyelamatkan diri.
"Kami cinta Arema dan Kanjuruhan, tetapi dalam situasi ini malah seperti terjebak di dalam kurungan karena saat gas air mata ditembakkan, dan pintu keluar belum dibuka. Meskipun setelah itu terbuka, namun dalam situasi kacau menjadi masalah sendiri," ujar Aremania The Black Lion Korwil Bantur, Slamet Sanjoko yang melihat langsung kejadian.
Akibat kejadian tersebut, banyak suporter yang berdesakan dan kehabisan napas. Kerusuhan ini menewaskan lebih dari 100 orang.