Surabaya, IDN Times – Bulan Juni 2021 telah berlalu. Namun, bulan itu tak mudah dilupakan oleh Mega Mustika. Warga Karangpoh, Kecamatan Tandes, Kota Surabaya itu terus teringat masa-masa duka, kala sang ayahanda, Sudirman (55), harus kalah melawan infeksi virus corona SARS CoV-2. Duka itu semakin mendalam ketika Mega tahu, kematian ayahnya tak pernah dianggap oleh pemerintah.
Tarikan napas panjang memulai cerita Mega kepada IDN Times saat singgah di rumahnya pada 5 September 2021. Cerita Mega dibuka saat Sudirman mulai mengeluh sakit. Kala itu, Sudirman menghubungi Mega melalui panggilan video pada 27 Mei 2021. Pria yang berporfesi sebagai sopir truk itu mengeluhkan sakit di bagian dadanya hingga merasa sesak napas. "Ayah bilang sesak (napas), katanya habis ngeban (ganti ban) di Ngoro (Mojokerto), saya mikirnya kecapekan," cerita Mega.
Keluhan sakit yang dirasakan Sudirman makin memburuk. Karena disusul batuk hingga demam tinggi. Tapi, Mega dan ibunya, Sukemi, belum mencurigai kalau Sudirman terinfeksi COVID-19. "Karena ayah kan punya riwayat asma," ucap Mega. "Lalu saya carikan obat di apotek, kok malah bengkak. Saya pikir ada alergi obat. Lalu, dikurangi minum obatnya malah tambah sesak," dia menambahkan.
Melihat kondisi ayahnya yang terus memburuk di rumah, Mega pun membawa Sudirman ke klinik. Di situ, ia menjalani injeksi karena badannya lemas. Sepulang dari klinik, kondisi Sudirman membaik. Tapi kondisi itu hanya sehari saja. "Besoknya drop lagi," kata Mega. Sesak yang dialami Sudirman juga kambuh lagi. Keluarga Mega segera mencari oksigen. "Selama 3 hari pakai oksigen di rumah," imbuh dia.
Pemakaian oksigen rupanya tak membantu kondisi Sudirman, pada 2 Juni 2021, Mega mengajak ayahnya tes swab antigen ke Rumah Sakit Husada Utama (RSHU) Surabaya. Ternyata, hasil tes yang keluar pun positif. Bukannya mendapatkan perawatan lebih lanjut, Sudirman dibawa pulang oleh keluarganya. "Karena katanya di RSHU tidak menerima BPJS. Kalau COVID-19 di sana katanya harus bayar umum. Ya kita pulang, kan gak ada biaya," dia mengungkapkan.
Baru sejenak di rumah, Sudirman mengalami sesak lagi. Kemudian ia dilarikan ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Bhakti Dharma Husada (BDH) Surabaya. Di situ, Sudirman langsung diberi penanganan berupa oksigen. Lantaran kondisinya membaik, pada 3 Juni 2021 dini hari, Sudirman dipulangkan. Di hari yang sama, Sudirman langsung meminta tes swab PCR ke puskesmas setempat. "Hasilnya keluar positif, ayah dijemput ambulans untuk dibawa lagi ke (RS) BDH," katanya.
Ketika di RS BDH, kondisi Sudirman ternyata sudah memburuk. Saturasi oksigennya di kisaran 90. Padahal, standarnya ialah 95. Lantaran tak bisa menangani, pihak RS BDH menyarankan supaya pasien dirujuk ke rumah sakit lainnya. "Kita bingung cari di mana, seharusnya yang nyarikan ya BDH. Kita orang awam. Kita telepon saudara cari bantuan akhirnya dapat RSAL (Rumah Sakit Dr. Ramelan Surabaya). Konfirmasi ke RS BDH juga disetujui ke RSAL," tukas Mega.