Surabaya, IDN Times - Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa mengingatkan ancaman serius yang tengah dihadapi Kali Surabaya. Sungai legendaris yang selama ini menjadi urat nadi kehidupan bagi penduduk Jawa Timur itu kini berada di ambang krisis ekologis. Tercemar, menyempit, dan makin rawan menimbulkan bencana hidrometeorologi.
Dalam kegiatan Susur dan Bersih-bersih Kali Surabaya bersama Pasukan Marinir di Surabaya, Minggu (19/10/2025), Khofifah menegaskan bahwa menjaga sungai bukan hanya aksi simbolik, melainkan bagian dari kesiapsiagaan menghadapi ancaman banjir dan krisis air bersih.
"Kita tidak menunggu banjir datang, tetapi bersiap menghadapinya. Menjaga kelestarian sungai bukan hanya tugas ekologis, tetapi tanggung jawab kemanusiaan,” ujar Khofifah.
Berdasarkan data pemantauan lingkungan, 87 persen air Kali Surabaya kini berstatus cemar ringan. Dari analisis sumber pencemaran, 60 persen disebabkan oleh limbah rumah tangga dan 40 persen sisanya dari limbah industri. Artinya, setiap aliran yang tampak tenang di permukaan sesungguhnya membawa residu racun yang mengancam kehidupan di bawahnya.
Tak hanya soal pencemaran. Menurut Khofifah, akumulasi sampah, sedimentasi berat, pertumbuhan eceng gondok, hingga bangunan liar di sempadan sungai telah menurunkan kapasitas tampung air secara signifikan. “Kapasitas aliran sungai terus menurun, sehingga saat musim hujan, limpasan air semakin cepat meluap dan berpotensi memicu banjir,” katanya.
Fenomena ini terbukti nyata di kawasan Karangpilang dan Pagesangan. Dua titik yang selama ini menjadi langganan banjir setiap kali hujan deras mengguyur. Puluhan rumah di sana kerap terendam air hingga 50 sentimeter akibat luapan Kali Surabaya.
Kondisi tersebut diperparah oleh laju urbanisasi yang tinggi dan minimnya daerah resapan air di kawasan Surabaya Raya. Kajian hidrologi terbaru dari ITS dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jatim bahkan menyebut, debit limpasan permukaan di area perkotaan meningkat hingga 23 persen dibanding lima tahun lalu, menandakan krisis tata air yang semakin akut.
Untuk itu, Pemprov Jatim akan menggandeng TNI AL dan Marinir dalam program mitigasi bencana berbasis sungai. Kolaborasi ini meliputi patroli kebersihan Daerah Alisan Sungai (DAS), deteksi dini bencana, serta rehabilitasi bantaran sungai dengan pendekatan sosial dan ekologis.
“Kerja sama ini bukan hanya soal bersih-bersih sungai, tapi membangun sistem peringatan dan kesiapsiagaan warga bantaran,” tegas Khofifah.
Ia juga menyinggung pentingnya partisipasi warga. Gerakan menjaga sungai, kata Khofifah, harus dimulai dari rumah masing-masing. Tidak membuang popok, plastik, dan limbah rumah tangga ke saluran air adalah bentuk kecil tapi berarti dari cinta lingkungan.
"Sungai yang bersih adalah cermin masyarakat yang beradab. Mari kita jadikan sungai bukan halaman belakang, tapi halaman depan kehidupan kita,” pungkasnya.