Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Riyanto
Hari Anti Korupsi Sedunia 2025, Aktivis kado obat tetes mata, korek telinga dan peniti ke Kejaksaan Negeri Magetan. IDN Times/Riyanto.

Intinya sih...

  • Tiga benda sederhana, tiga kode keras: Cottonbud, obat tetes mata, dan peniti sebagai simbol keberanian untuk tetap tegak dan menyematkan kebenaran.

  • Perempuan paling dahulu merasakan dampak korupsi: Korupsi bukan hanya perkara hukum, tapi juga soal keseharian masyarakat.

  • Kritik itu pahit, tapi justru itu obatnya: Kritik memang perih, tapi itu yang bikin harum. Cemiti bukan simbol kekerasan, melainkan simbol keberanian moral.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Magetan, IDN Times – Peringatan Hari Anti Korupsi Internasional (Hakordia) di Magetan, Rabu (10/12/2025), mendadak terasa seperti momen penyerahan hadiah ulang tahun, bedanya, hadiah kali ini bukan kue, melainkan paket “anti korupsi” yang isinya lebih cocok untuk kotak P3K, yaitu cottonbud, obat tetes mata, dan peniti.

Aksi simbolik oleh sekelompok warga dan aktivis ini diterima langsung oleh Kasintel Kejari Magetan, Moh. Andy Sofyan. Meski berlangsung singkat dan damai, pesan yang ditinggalkan cukup menusuk, mirip peniti yang sedang tidak pada tempatnya, penegak hukum jangan sampai tutup mata, telinga, atau keberanian saat menghadapi dugaan korupsi.

1. Tiga benda sederhana, tiga kode keras

Hari Anti Korupsi Sedunia 2025, Aktivis kado obat tetes mata, korek telinga dan peniti ke Kejaksaan Negeri Magetan. IDN Times/Riyanto.

Perwakilan aktivis dari LE Swastika, Rudi Setiyawan, menguraikan makna “kado” tersebut dengan gaya tenang namun menohok.

Cottonbud: supaya telinga kejaksaan tidak tersumbat laporan masyarakat.

Obat tetes mata: agar penyidik tetap jernih memandang pelanggaran.

Peniti: simbol keberanian untuk tetap tegak dan menyematkan kebenaran, apa pun risikonya.

“Ini bukan sindiran kasar, cuma alarm moral. Kalau ada yang merasa tersindir… ya berarti alarmnya bekerja,” ujar Rudi.

2. Perempuan paling dahulu merasakan dampak korupsi

Hari Anti Korupsi Sedunia 2025, Aktivis kado obat tetes mata, korek telinga dan peniti ke Kejaksaan Negeri Magetan. IDN Times/Riyanto.

Aktivis Perempuan Melawan, Widya Astitu, menegaskan bahwa korupsi bukan sekadar perkara hukum, tetapi soal keseharian masyarakat.

“Ketika anggaran pendidikan atau kesehatan dikorupsi, perempuan dan anak yang paling cepat merasakan akibatnya. Jadi suara perempuan harus ikut menjaga penegakan hukum,” katanya.

Pesan yang sederhana, tapi sulit dibantah bahkan oleh yang paling sensitif terhadap kritik.

3. Kritik itu pahit, tapi justru itu obatnya

Hari Anti Korupsi Sedunia 2025, Aktivis kado obat tetes mata, korek telinga dan peniti ke Kejaksaan Negeri Magetan. IDN Times/Riyanto.

Dari Forum Rumah Kita, Agus Pujiono menambahkan bumbu satir pada aksi tersebut.

“Kalau ada yang tersinggung, ingat saja: gaharu wangi itu justru karena kayunya dilubangi besi panas. Kritik memang perih, tapi itu yang bikin harum,” ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa cemiti yang mereka bawa bukan simbol kekerasan, melainkan simbol keberanian moral untuk menghentikan penyimpangan bahkan sebelum niat buruk itu sempat tumbuh.

Komunitas Pemoeda Magetan Institute menegaskan akan terus menjadi kekuatan kontrol sosial yang kritis namun objektif. “Pemuda itu masa depan bangsa. Masa depannya jangan sampai digadaikan pada korupsi,” tegas mereka.

4. Kejari Magetan: Kritik adalah energi, bukan ancaman

Hari Anti Korupsi Sedunia 2025, Aktivis kado obat tetes mata, korek telinga dan peniti ke Kejaksaan Negeri Magetan. IDN Times/Riyanto.

Kasintel Kejari Magetan, Moh. Andy Sofyan, menyambut aksi tersebut dengan hening sesaat bukan karena tersinggung, melainkan untuk memastikan peniti tidak benar-benar menancap pesan terlalu keras.

“Kami berterima kasih atas perhatian masyarakat. Masukan seperti ini jadi energi bagi kami untuk bekerja lebih profesional dan menjaga integritas,” katanya.

Aksi sederhana ini mungkin tidak mengubah dunia, tapi setidaknya mengingatkan bahwa Hakordia bukan hanya seremoni dengan spanduk besar. Di Magetan, warga memilih mengirim pesan langsung, jangan pernah tutup mata terhadap korupsi baik yang kecil, besar, maupun yang pura-pura tidak terlihat.

Editorial Team