Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Buceng porak berisi hasil pertanian diperebutkan sebagai simbol rasa syukur dan harapan warga Ponorogo. IDN Times/Riyanto.

Intinya sih...

  • Ribuan warga Ponorogo merayakan malam 1 Suro dengan prosesi kirab pusaka dan rebutan buceng porak, simbol berkah dan tolak bala.

  • Pusaka sakral seperti Tombak Kyai Tunggul Naga dan Keris Ki Pamong Angon Geni turut dikirab dalam barisan, menjaga warisan leluhur.

  • Masyarakat berebut untuk memperoleh bagian dari dua buceng porak gunungan hasil bumi sebagai simbol keberkahan malam Suro.

Ponorogo, IDN Times – Ribuan warga Ponorogo tumpah ruah di jalanan pada Kamis (26/6/2025), mengikuti prosesi sakral kirab pusaka dan yang paling dinanti. Yaitu rebutan buceng porak, yang menandai malam 1 Suro tahun baru dalam penanggalan Hijriah. Rangkaian tradisi ini dimulai dari Makam Batoro Katong di Kelurahan Setono, Kecamatan Jenangan, dan berakhir di Paseban Alun-Alun Ponorogo, sebagai puncak perayaan Grebeg Suro 2025.

Kirab dimulai dengan arak-arakan pusaka sakral peninggalan leluhur Ponorogo, seperti Tombak Kyai Tunggul Naga, Angkin Cinde Puspita, dan Payung Kyai Tunggul Wulung, yang sebelumnya menjalani prosesi jamasan atau penyucian. Pusaka lain seperti Bromo Geni dan Keris Ki Pamong Angon Geni juga turut dikirab dalam barisan.

Bagi masyarakat, tradisi ini bukan sekadar pertunjukan budaya. Ia diyakini sebagai simbol tolak bala dan pembawa berkah di awal tahun baru Islam. Puncaknya, warga berdesakan untuk memperoleh bagian dari dua buceng porak gunungan hasil bumi berisi sayuran dan buah-buahan yang dibagikan secara berebut usai kirab selesai.

“Dapat wortel sama terong ini, rencananya mau dimasak buat makan keluarga. Hampir setiap tahun saya datang, katanya ini bawa berkah,” ujar Surahman Wijaya, warga Kecamatan Ponorogo yang setia mengikuti tradisi sejak kecil.

Senada dengan Surahman, Novita dan Widyasari datang bersama keluarganya dan berhasil membawa pulang jeruk serta sayuran segar. Meski harus bersaing dengan ribuan orang lain, mereka mengaku senang bisa ikut merasakan keberkahan malam Suro.

“Buceng ini bukan cuma makanan, tapi simbol berkah. Alhamdulillah, tahun ini masih kebagian,” kata Novita, tersenyum lebar.

Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko yang turut hadir dalam prosesi menyebut tradisi ini sebagai bagian penting dari identitas budaya masyarakat Ponorogo.

“Ini bukan hanya ritual spiritual, tapi juga cara kita menjaga warisan leluhur dan memperkuat kebersamaan. Semoga Ponorogo makin hebat dan diberkahi,” ungkapnya.

Menjelang tengah malam, Alun-Alun Ponorogo masih dipadati masyarakat yang pulang dengan kantong plastik berisi sayuran dan buah. Namun, lebih dari itu, mereka membawa pulang rasa syukur dan harapan bahwa tradisi malam 1 Suro bukan hanya tentang masa lalu, tapi tentang masa depan yang terus dijaga lewat semangat kebersamaan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Topics

Editorial Team