Gas Melon Makin Langka di Magetan, UMKM Tercekik: Jualan Terancam Mandek

Intinya sih...
Kompor mati, jualan tak maksimalPurnomo (25), pedagang seblak, terpaksa mematikan kompornya karena kehabisan gas. Ratin (50), penjual mie ayam, berhenti jualan lebih awal demi menghindari risiko gas habis.
Banyak warung memilih tutupDi Pasar Parang, Damiati (45) harus menutup warungnya karena tak mendapat pasokan. Sulis, ibu rumah tangga, keliling dari tempat ke tempat tapi tetap pulang dengan tangan kosong.
Pertamina klaim penyaluran normalKepala Disperindag Magetan menyatakan pihaknya berkoordinasi dengan Pertamina. Data dari Pertamina menyebutkan penyaluran dalam kondisi normal. Akan ada tamb
Magetan, IDN Times – Suasana sore di parkir timur Alun-Alun Magetan biasanya riuh oleh aroma makanan kaki lima. Tapi pekan ini, kesibukan itu mulai meredup. Bukan karena sepi pembeli, melainkan karena para pedagang kehabisan napas—tepatnya, kehabisan gas elpiji 3 kilogram alias si “tabung melon”. “Dapat satu tabung saja harus berebut. Harganya sudah tembus Rp28 ribu. Itu pun gak cukup, saya butuh tiga tabung buat jualan,” keluh Eko, penjual batagor, saat ditemui IDN Times, Selasa (24/6/2025).
Kelangkaan gas bersubsidi ini sudah terasa sepekan terakhir, tapi kondisi terparah terjadi tiga hari belakangan. Hampir seluruh pangkalan di dalam kota kosong. Para pedagang UMKM pun terpaksa mematikan kompor, atau meminjam tabung dari pedagang lain yang memilih tidak jualan.
1. Kompor mati, jualan tak maksimal
Purnomo (25), pedagang seblak, mengaku terpaksa mematikan salah satu kompornya lantaran kehabisan gas. Ia menduga kelangkaan dipicu banyaknya hajatan warga. “Acap kali begini kami susah cari nafkah. Penyebabnya saya nggak tahu pasti, tapi katanya banyak acara,” ujarnya pasrah.
Hal senada disampaikan Ratin (50), penjual mie ayam. Ia memilih berhenti jualan lebih awal demi menghindari risiko gas habis di tengah melayani pelanggan. “Saya takutnya pas masak malah gasnya habis. Nggak bisa lanjut, pelanggan kecewa. Jadi lebih baik nggak sampai malam,” keluhnya.
2. Banyak warung memilih tutup
Sebelumnya diberitakan, tidak hanya di pusat kota, kelangkaan juga melanda kecamatan-kecamatan. Di Pasar Parang, Damiati (45), penjual kopi, bahkan harus menutup warungnya karena tak mendapat pasokan.
“Harga berapa pun saya beli, asal ada. Tapi kalau nggak dapat ya terpaksa tutup. Nggak bisa pakai kayu bakar, tempatnya nggak memungkinkan,” katanya.
Sulis, seorang ibu rumah tangga, juga ikut mengeluhkan kelangkaan. Ia mengaku harus keliling dari satu tempat ke tempat lain, tapi tetap pulang dengan tangan kosong. “Alasannya macam-macam, hajatan, libur, ini-itu. Tapi ujung-ujungnya kami yang susah. Rakyat kecil selalu jadi korban,” ujarnya kecewa. Warga menilai sistem distribusi gas subsidi tidak tepat sasaran dan mendesak pemerintah untuk turun langsung menyelesaikan masalah ini.
3. Pertamina klaim penyaluran normal
Menanggapi keluhan tersebut, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Magetan, Sucipto, menjelaskan bahwa pihaknya tengah berkoordinasi dengan berbagai instansi, termasuk Pertamina. “Ada 19 agen dan 826 pangkalan dengan alokasi harian rata-rata 23.277 tabung. Data dari Pertamina menyebutkan penyaluran dalam kondisi normal,” jelasnya.
Sebagai respons atas lonjakan permintaan, Disperindag menyatakan akan ada tambahan distribusi sebanyak 19.040 tabung gas menjelang 1 Muharram, yang akan disebar merata mulai Rabu hingga Sabtu pekan ini. Sucipto juga mengingatkan bahwa elpiji bersubsidi tidak boleh digunakan untuk kebutuhan usaha non-mikro seperti restoran, hotel, kafe, hajatan, maupun peternakan.
Kelangkaan elpiji 3 kilogram bukan hanya soal distribusi dan stok. Di balik tabung melon, ada ribuan keluarga yang bergantung untuk hidup dan mencari nafkah. Pemerintah diminta tidak sekadar memberi klarifikasi data, tetapi hadir langsung ke lapangan memastikan keadilan distribusi. Jika dibiarkan, UMKM bisa lumpuh, dan rakyat kecil makin terjepit di tengah gejolak harga dan kebutuhan pokok yang tak menentu.