Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Jujuk Joko Sulistyo (43), seorang perajin gitar yang karyanya telah merambah pasar internasional. IDN Times/Riyanto.

Intinya sih...

  • Perjalanan Jujuk dari Gresik ke Madiun

  • Gitar-gitar dirakit dengan ketelitian tinggi dan menembus pasar internasional

  • Dengan keterbatasan, Jujuk menjaga kualitas dan harganya dibanderol mulai dari Rp3,5 juta hingga Rp12 juta

Madiun, IDN Times – Di sudut tenang Desa Tempursari, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, Jawa Timur terdengar suara mesin beradu dengan kayu, memecah keheningan sore. Suara itu datang dari bengkel sederhana milik Jujuk Joko Sulistyo (43), seorang perajin gitar yang karyanya telah merambah pasar internasional. Dari balik dinding kayu dan tumpukan serpihan bahan baku, tangan Jujuk merakit mimpi demi mimpi para musisi dari berbagai penjuru dunia.

Tak banyak yang tahu bahwa pria ramah ini telah menekuni dunia luthier, sebutan bagi pembuat alat musik berdawai, selama lebih dari satu dekade. Namun kisahnya bukan hanya tentang keterampilan tangan, melainkan juga tentang dedikasi, kecintaan terhadap musik, dan keberanian memulai dari nol.

1. Dari Gresik ke Madiun

Jujuk Joko Sulistyo (43), seorang perajin gitar yang karyanya telah merambah pasar internasional. IDN Times/Riyanto.

Perjalanan Jujuk sebagai pembuat gitar dimulai di Gresik sekitar 15 tahun lalu. Namun pada 2018, ia memutuskan pulang kampung ke Madiun dan membangun usahanya dari nol di tanah kelahiran. Dari sinilah, sebuah fase baru dimulai lebih mandiri, lebih fokus, dan lebih personal.

“Dulu saya suka main band, tapi makin ke sini lebih menikmati proses menciptakan alat musiknya,” tuturnya, sembari menghaluskan permukaan body gitar yang sedang dalam tahap awal pengerjaan.

2. Dari kayu lokal jadi karya global

Jujuk Joko Sulistyo (43), seorang perajin gitar yang karyanya telah merambah pasar internasional. IDN Times/Riyanto.

Di bengkelnya, gitar-gitar dirakit dengan ketelitian tinggi. Mulai dari pemilihan jenis kayu seperti mahoni, jabon, hingga sungkai, semua dipilih dengan cermat. Ia memulai dengan menggambar pola di atas balok kayu, memotong, mengecat, merakit, hingga menyetel suara akhir.

Butuh waktu antara satu hingga satu setengah bulan untuk menyelesaikan satu unit gitar, tergantung tingkat kesulitannya. “Yang custom biasanya lebih lama karena harus disesuaikan dengan karakter pemainnya,” ujarnya.

Kini, gitar buatannya tak hanya diminati musisi lokal, tapi juga menembus pasar Malaysia, Singapura, hingga Taiwan. Jujuk mengaku kebanyakan pelanggan luar negeri memesan gitar custom, menyesuaikan desain, warna, dan spesifikasi sesuai selera.

3. Kualitas dalam keterbatasan

Jujuk Joko Sulistyo (43), seorang perajin gitar yang karyanya telah merambah pasar internasional. IDN Times/Riyanto.

Dengan hanya dibantu satu asisten, Jujuk mampu menyelesaikan rata-rata delapan unit gitar dan bass per bulan. Tak jarang, proses harus terhenti karena menunggu komponen seperti pickup atau tremolo yang belum tersedia. Namun, semangatnya tak pernah surut.

“Kami memang kecil, tapi kami menjaga kualitas. Kepuasan pelanggan adalah promosi terbaik kami,” katanya mantap.

Untuk harga, gitar-gitar produksinya dibanderol mulai dari Rp3,5 juta hingga Rp12 juta, tergantung kompleksitas dan jenis pesanan. Selain memproduksi gitar, Jujuk juga melayani servis serta jual beli alat musik bekas.

4. Nada yang tak pernah padam

Jujuk Joko Sulistyo (43), seorang perajin gitar yang karyanya telah merambah pasar internasional. IDN Times/Riyanto.

Bagi Jujuk, setiap gitar bukan sekadar produk, tapi adalah karya seni yang punya jiwa. Setiap ukiran, warna, hingga nada yang dihasilkan, menyimpan kisah panjang perjuangan seorang pembuatnya.

Kisah Jujuk adalah bukti bahwa dari desa yang tenang sekalipun, bisa lahir karya-karya luar biasa yang menggema hingga mancanegara. Bahwa ketekunan, cinta pada profesi, dan keberanian untuk terus belajar bisa menjadi jembatan menuju kesuksesan. Dan di bengkel kecilnya yang penuh suara kayu dan mesin, Jujuk akan terus mengukir nada untuk dunia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team