Jadi Pilot Project Nasional, Jokowi Minta Daerah Lain Tiru PSEL di Surabaya

Surabaya, IDN Times - Presiden Joko “Jokowi” Widodo akhirnya meresmikan Instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) yang berada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo, Kota Surabaya, Kamis (6/5/2021).
Peresmian itu ditandai dengan bunyi sirine dan penandatanganan prasasti yang dilakukan Presiden Jokowi. Saat itu, Kepala Negara juga sempat meninjau langsung central control room. Di tempat tersebut, ia mengecek sistem pengolahan sampah hingga bisa menjadi listrik.
Presiden Jokowi juga mengapresiasi gerak cepat Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam merealisasikan PSEL Benowo. Bahkan, PSEL Benowo menjadi pilot project nasional sehingga Jokowi meminta daerah lain untuk meniru dan meng-copy paste sistem yang ada di Surabaya.
"Saya sangat mengapresiasi instalasi pengolahan sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan ini. Nanti kota-kota lain akan saya perintah supaya tidak usah ruwet-ruwet, lihat saja di Surabaya, tiru, copy," ujar Presiden.
1. Payung hukum yang dikeluarkan agar pemda berani mengeksekusi program pembangunan PSEL
Menurutnya, sejak tahun 2018 sudah berupaya menyiapkan sejumlah payung hukum bagi daerah untuk bisa merealisasikan fasilitas pengolahan sampah menjadi energi listrik tersebut. Apalagi, Jokowi memastikan keinginan untuk bisa memiliki fasilitas tersebut sudah ada sejak tahun 2008, tepatnya saat masih menjabat Wali Kota Solo.
"Saya siapkan Perpresnya, saya siapkan PP-nya, untuk apa? Karena pengalaman yang saya alami sejak tahun 2008, saya masih jadi wali kota kemudian menjadi gubernur, kemudian jadi Presiden, tidak bisa merealisasikan pengolahan sampah dari sampah ke listrik, seperti yang sejak dulu saya inginkan di Kota Solo waktu menjadi wali kota," jelasnya.
Payung hukum yang dikeluarkan Presiden antara lain, Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Tujuannya agar pemerintah daerah berani mengeksekusi program pembangunan tersebut tanpa khawatir terhadap payung hukumnya.
"Untuk memastikan Pemda itu berani mengeksekusi. Dulu takut mengeksekusi karena dipanggil. Kejaksaan panggil, nanti kepolisian panggil, ada KPK panggil. Karena payung hukumnya yang tidak jelas sehingga memutuskannya sulit," ungkapnya.