Surabaya, IDN Times - "Doa kedamaian, Tuhan berikanlah kami kedamaian untuk dapat menerima hal-hal yang tidak dapat kami ubah, keberanian untuk mengubah, serta kebijaksanaan untuk dapat mengetahui perbedaan keduanya."
Doa itu ditulis oleh tangan mungil S (14) di atas buku jurnalnya. Menulis jurnal kini menjadi rutinitas S setiap hari selama tiga bulan terakhir tinggal di tempat rehabilitasi Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) yang berada di Kecamatan Jambangan, Surabaya. Sore itu, Kamis (11/9/2025) tubuh S terlihat sangat lemas, maklum ia baru bangun dari tidur siang. Tetapi di matanya terpancar harapan untuk kembali pulih.
S sebenarnya adalah anak yang berprestasi di bidang olahraga. Ia kerap mendapatkan kejuaraan kompetisi badminton. Terakhir, S meraih juara 1 sebuah kompetisi badminton tahun 2024 tingkat Kota Surabaya.
Pengaruh lingkungan ditambah masalah keluarga membuatnya terjerat pada barang haram bernama narkoba jenis sabu. S mencicipi sabu setelah ditawari oleh temannya yang mayoritas berusia dewasa. "Teman (yang menawari narkoba), (mereka bilang) iki loh cobaan, enak," ujar S. Sekali mencoba, S langsung ketagihan. Keesokannya, uang jajan dari sang ayah ia gunakan untuk membeli sabu dengan harga Rp100-130 ribu per klip dari temannya. "Total selama satu bulan sekitar 15 kali (menggunakan narkoba)," kata S.
Narkoba membuatnya tak lagi tertarik pada badminton. S bahkan harus putus dari sekolah. Terakhir, ia duduk di bangku kelas 8 SMP di sebuah sekolah negeri di Surabaya. "(Rasanya pakai narkoba) tubuh menjadi fresh, awalnya aja. Lama-lama menjadi gampang capek," terangnya.
Selama menggunakan narkoba, S tak pulang ke rumah. Saat pulang, sang ibu curiga dengan gerak geriknya yang aneh. "Sama bunda diajak ke Puskesmas, dites ternyata positif (narkoba)," tuturnya. Baru lah S dibawa ke tempat rehabilitasi untuk menjalankan pemulihan.
Di tempat rehabilitasi, ada berbagai kegiatan yang S lakukan. Selain mengikuti sesi rutin konseling, ia juga mengikuti berbagai kegiatan yang dilaksanakan tempat rehabilitasi seperti lomba 17 Agustus, mengaji, olahraga, serta kegiatan lain yang bisa meningkatkan bakatnya. "Ngaji kalau sore, terus belajar IPA," jelas S.
Nantinya, setelah keluar dari tempat rehabilitasi, S tak mau lagi menyentuh narkoba. Usai pulih, ia hanya ingin menjalani aktivitas seperti anak-anak pada umumnya. Pulang ke rumah, belajar di sekolah dan kembali menjadi atlet. "Gak mau lagi (pakai narkoba). Pengin (sekolah lagi), bukan di sekolah lama tapi di sekolah baru," ucapnya.
Mimpinya masih sama, yakni menjadi seorang atlet. Tapi S sudah tak mau lagi bergelut di dunia badminton, ia ingin beralih menjadi sprinter atau atlet lari cepat jarak pendek. "Aku ingin fokus ke lari, dulu setiap hari Minggu lari, tak latih terus, habis itu diajak ikut satu klub, dites. Aku lari 100 meter bisa 12 detik. Kalau rekor dunia itu kan bisa 8 detik," pungkas dia.
Selama hampir tiga bulan tinggal di tempat tersebut, S juga rutin menjalankan pertemuan dengan orangtuanya untuk membahas progres rehabilitasi. Oleh pihak yayasan rehabilitasi, S bakal dibantu untuk mengikuti pembinaan atlet di Dinas Pemuda dan Olaharaga (Dispora).
Kepala Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) Surabaya , Kombes Pol Heru Prasetyo mengatakan, catatan BNNK Surabaya kasus narkoba terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di tahun 2023 jumlah kasus narkoba di Surabaya adalah 70 kasus. Kemudian di tahun 2024 naik enam kali lipat menjadi 423 kasus. "Di tahun 2025, sampai bulan Agustus angkanya 688 kasus," ujar Heru, Senin (15/9/2024).
Sementara untuk anak yang terlibat kasus narkoba pada tahun 2023 adalah 29 kasus terdiri dari 12 anak perempuan dan 17 laki-laki. Kemudian di tahun 2024, 28 anak terlibat kasus narkoba, terdiri satu anak perempuan dan 27 laki-laki.
"Pada periode tahun 2025 ini, data pada BNN Kota Surabaya jumlah klien anak sebanyak 21 orang yang terdiri dari 16 orang laki-laki dan 5 lima orang perempuan," ungkap Heru.
Heru menyebut, pola peredaran narkoba yang terjadi pada anak di Kota Surabaya ada dua bentuk, yaitu dari anak ke anak yang seumurnya, dan pola kedua dari anak ke teman yang usianya lebih dewasa. "Anak-anak biasanya mendapatkan narkoba dari teman dekat atau teman nongkrong atau teman sepermainan. Beberapa anak juga mengaku mendapatkan narkoba dari pengedar," kata dia.
Menurutnya, anak-anak terutama remaja sangat rentan terpapar narkoba karena mereka memiliki rasa ingin tahu yang relatif tinggi terhadap suatu hal yang baru. "Disamping itu lingkungan pertemanan yang negatif juga menyebabkan anak dengan mudah terpapar atau terpengaruh oleh dampak buruk narkoba," katanya.
Heru menuturkan, bila ada anak di sekitar lingkungan kita yang kedapatan menggunakan NAPZA, maka orang tua perlu melapor ke Institusi Penerima Wajib Lapor atau IPWL. Kemudian, melakukan orangtua perlu untuk melakukan pendekatan kepada anak. pendekatan kepada anak.
"Segera dibawa ke klinik layanan rehabilitasi untuk dilakukan assessment atau penilaian terkait Rencana Program Rehabilitasi. Tetap lakukan pendampingan dan tingkatkan kewaspadaan kepada anak dan orang tua/wali," ungkap dia.
Direktur Plato Foundation, Dita Amalia menyebut, ada berbagai faktor anak bisa terlibat penyalahgunaan NAPZA. Salah satunya karena kurangnya perhatian orangtua. "Selama anak tidak pernah mendapatkan, kalau di psikologi itu love of language gitu ya. Ini anak-anak yang terus semakin jauh dari orangtuanya dan akan terus mencari coping stress yaitu lewat narkoba," ungkapnya.
Saat ketahanan anak-anak rendah, kemudian tak memiliki regulasi positif dalam dirinya serta tidak punya komunikasi asertif, maka mereka sangat rentan terhadap penyalahgunaan. Untuk itu, anak harus mendapatkan pengasuhan yang positif dari orang tua. "Anak-anak perlu dibekali soft skill, keluarga perlu dibekali skill pengasuhan positif. Karena banyak anak-anak hari ini yang tidak betah di rumah ya itu karena orang tua tidak mampu memberi ruang yang aman dan nyaman bagi anak," tutur dia.
Upaya penanganan masalah narkoba di Surabaya juga tak lepas dari peran pemerintah. Staf Ahli Wali Kota Surabaya bidang hukum, politik dan pemerintahan, Maria Theresia Ekawati Rahayu mengatakan, berbagai kebijakan telah dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk mencegah anak terlibat NAPZA. Pencegahan dilakukan semenjak anak belum dilahirkan dalam hal ini diberikan kepada calon orangtua melalui kelas calon pengantin (Catin). Catin akan diberikan pembekalan bagaimana menjadi orangtua yang baik.
"Kami sudah berupaya bersama BNN untuk membuat buku saku, buku saku ini tentang pencegahan terhadap narkotika yang dibuat dalam dua versi, versi pertama untuk anak-anak dan kedua untuk orang tua," ungkapnya.
Kemudian, Pemkot Surabaya juga telah membuat kebijakan pembatasan jam malam bagi anak-anak agar tidak terlibat dalam pergaulan yang bisa membuat mereka terjerumus bahaya narkoba. Selain itu, sosialisasi ke sekolah, ke kampung-kampung melalui Posyandu hingga ke pengajian ibu-ibu juga digencarkan.
Kepala Bidang Pengarus Utamaan Gender dan Pemenuhan Hak Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB), Relita Wulandari menambahkan, Pemkot Surabaya juga telah membentuk Kampunge Arek Suroboyo Ramah Perempuan dan Anak (KAS-RPA). Kampung tersebut untuk meningkatkan pemberdayaan di kelurahan dan kecamatan, agar lebih responsif menangani masalah yang melibatkan perempuan dan anak.
KAS-RPA ini telah terbentuk di 58 kampung. Terdapat lima indikator pendukung penerapan KAS-RPA, di antaranya adalah Kampung Aman, Kampung Belajar, Kampung Sehat, Kampung Asuh, serta Kampung Kreatif dan Produktif.
"Kampunge Arek Suroboyo Ramah Perempuan dan Anak, anak-anak diatur jam belajarnya, tidak ada tindak kriminal, tidak ada kekerasan maupun perilaku yang menyimpang," pungkas dia.