IDN Times/Humas Banyuwangi
Menurut Irfan, ada kisah historis yang cukup kuat antara Broome dan Banyuwangi. Kedua kota ini pernah terhubung pada 1889 melalui kabel telegram bawah laut yang dibentangkan dari Banyuwangi ke Broome. Kabel ini ditarik dengan kapal selama 10 hari.
Pada masa itu, kata Irfan, Australia sendiri berada dalam pendudukan Inggris. Kabel telegram ini fungsinya untuk menyambungkan orang-orang di Inggris maupun Australia untuk saling berkomunikasi terutama untuk berhubungan dengan sanak famili mereka.
"Kabel itu sendiri terbentang mulai Eropa di Inggris melalui Afrika sampai Timur Tengah dan India. Dari India menyambung sampai Singapura lalu masuk ke Jawa melalui Batavia terus menuju jalur Deandles (Panarukan-Situbondo) hingga sampai ke Banyuwangi. Dari Banyuwangi, lalu jalurnya langsung menuju Broome. Ada juga yang ke Darwin tapi tidak direct," jelas Irfan.
Irfan melanjutkan, kantor operator untuk yang ada di Banyuwangi ialah asrama inggrisan. Bangunan tersebut memiliki kesamaan arsitektur dengan kantor gedung yang menjadi kantor operator di Broome dulu.
"Kemarin waktu foto inggrisan dan maket renovasinya ditunjukkan Bupati Banyuwangi Azwar Anas, saya langsung kaget. Ternyata mirip dan langsung saya tunjukkan foto di ponsel saya ke Bupati Anas kemiripannya. Ada kesamaan arsitekturnya," sahut Thorr.
Inggrisan ialah bangunan yang dulunya merupakan kantor dagang Inggris yang didirikan British East India Company (BEIC). Bangunan itu kini menjadi bangunan cagar budaya Banyuwangi, dan dalam proses revitalisasi dengan melibatkan arsitek Yori Antar.
Bukti lainnya, lanjut dia, nama Banyuwangi tertera dengan jelas di dokumen kontrak pemasangan kabel bawah laut dengan tajuk “Banyuwangie and Australia Western Cable”. Dokumen itu masih tersimpan dengan rapi di museum Kota Broome.
“Hal ini semua yang memicu kami untuk melakukan penelitian. Semoga hasilnya bisa menggali lebih dalam sejarah kedua wilayah dan membangun kembali hubungan yang pernah sangat erat tersebut,” ujarnya.
Sementara itu, Dr Thor Kerr menjelaskan bahwa gedung operator di Broome saat ini terawat dengan baik. Gedung ini pernah menjadi gedung Pengadilan dan Catatan Sipil, sekarang kosong tapi masih dilestarikan.
Dr Thor mengatakan, penelitian ini nantinya akan menggali bukti-bukti keterkaitan itu lebih dalam. Mengingat, pada zaman itu banyak warga nusantara yang bekerja sebagai nelayan mutiara di Broome. Banyak juga masakan dengan rasa Asia di kawasan tersebut.
"Bahkan di sana ada festival kesenian The Window of Asia, Jendela ke Asia. Jadi mereka itu tak sadar sebenarnya mereka sangat terhubung dengan Asia tapi tak tahu memulai dari mana," jelas Thor yang dosen departemen komunikasi dan studi budaya di Curtin University.
"Kami berharap kami bisa mengorek lagi, sehingga bisa menumbuhkan lagi semangat ada koneksi sebenarnya. Penelitian ini mendasari bagaimana orang Broome dan Banyuwangi memaknai atau mengingat, namun kami juga melihat peluang besar untuk kedua kota ini bisa terhubung lagi," kata Thorr.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, temuan sejarah ini akan menambah kekayaan cerita bangunan Inggrisan menjadi makin menarik.
“Selama ini Gedung Inggrisan adalah monumen sejarah yang penting bagi daerah tapi pengetahuan kita tentang kisah historisnya masih sangat terbatas,” kata Bupati Anas.
"Fakta ini akan memperkaya kami renovasi bangunan bersejarah ini. Kami semakin optimistis untuk renovasi gedung Inggrisan ini dikembalikan dengan akar sejarahnya," kata Anas.
Anas berharap, nantinya dengan terbukanya sejarah antara gedung Inggrisan di Banyuwangi dan Kota Broome menjadi babak baru hubungan Banyuwangi-Australia. Selain itu, menjadi momentum terbukanya pariwisata Banyuwangi dengan Australia.
“Pastinya Asrama Inggrisan akan menjadi destinasi yang menarik untuk wisata daerah. semoga bisa mengundang wisawatan dari Australia ke Banyuwangi,” ujar Anas.