Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menetapkan Status Keadaan Tertentu Darurat Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). (Dok. BNPB).
Pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menetapkan Status Keadaan Tertentu Darurat Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). (Dok. BNPB).

Madiun,IDN Times - Peternak sapi di Kabupaten Madiun 'memutar otak' saat penyakit mulut dan kuku (PMK) tengah mewabah. Segala cara dilakukan agar hewan ternaknya tidak tertular penyakit tersebut. Salah satunya dengan memberikan 'jamu' agar daya tahan tubuh sapi meningkat dan tidak mudah terjangkit virus maupun bakteri.

Kiswanto, salah seorang peternak sapi di Dusun Tempuran, Desa Bajulan, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun mengatakan bahwa 'jamu' yang diberikan berbahan dasar empon-empon. Ini seperti, kunyit, temulawak, dan kencur. "Bahan - bahan itu dicampur dengan gula merah dan gula putih (pasir)," kata dia, Sabtu (9/7/2022). 

1. Mayoritas sapi yang sakit bisa sembuh

Kondisi mulut sapi di Boyolali yang terinfeksi penyakit mulut dan kuku. (Dok URC Disnak Kesian Jateng)

Setiap resep dari ramuan Kiswanto memiliki komposisi, 4 ons kunyit, 2 ons temulawak, 2 ons kencur. Kemudian, untuk gula merah dan gula pasir secukupnya. Bahan - bahan itu dicampur dengan air yang diwadahi ember. Kemudian, setelah tercampur diberikan kepada sapi.

"Resepnya dari teman-teman sesama peternak. Alhamdulillah dengan pemberian rutin, sapi yang sakit mayoritas bisa sembuh," ujar Kiswanto.

2. Tidak diketahui secara pasti penyakit yang diderita sapi

Ilustrasi seekor sapi dengan gejala penyakit mulut dan kuku. (Dok. URC Disnak Kesian Jateng)

Ia menjelaskan, sapi - sapi yang sebelumnya mengeluarkan liur berhasil sembuh. Ini setelah diberi jamu ala peternak sebanyak dua kali perhari selama 10 hari. Demikian halnya dengan sapi yang bagian kukunya terkelupas.

Meski demikian, ada beberapa sapi yang justru semakin kurus. Sebab, nafsu makannya berkurang. Maka, Kiswanto menyembelih dan menjual dagingnya. "Untuk kesehatan hewan susah diprediksi," ujar pria yang juga sebagai jagal sapi itu.

Ia tidak mengetahu secara pasti penyakit yang diderita sapi-sapinya. Sebab, tidak pernah dilakukan pemeriksaan di laboratorium. Namun demikian, Kiswanto tidak memasukkan sapi lain dari luar kandang selama PMK mewabah.

3. Selama PMK, biaya operasional bertambah

Ilustrasi sapi. (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)

Oleh karena itu, Kiswanto menambah dua dari empat pekerja yang sudah ada di kandang sapinya. Mereka diberi tugas mengamati kondisi kesehatan hewan ternak, memberi makan, membuat dan meminumkan jamu. 

"Butuh telaten dalam memperhatikan kondisi kesehatan dan memberikan makan sapi. Karena ada beberapa bahan yang juga harus dicampurkan dalam makanan," ujar dia sembari menyatakan biaya operasional selama PMK mewabah lebih banyak dibandingkan sebelumnya. 

Setiap harinya, yang dikeluarkan Kiswanto Rp 30 - 40 ribu untuk per ekor sapi. Padahal sebelumnya hanya berkisar antara Rp 25 - 30 ribu per hari. "Belum biaya untuk membayar tenaga (pekerja)," ucap dia. Adapun jumlah sapi di kandang Kiswanto sebanyak 40 ekor yang terdiri dari jenis Limosin, peranakan ongole, dan simental.

Editorial Team