Jadi Salah Satu Ikon Daerah, Begini Sejarah Toren Air Lamongan

Lamongan, IDN Times - Kabupaten Lamongan punya sejumlah bangunan peninggalan Belanda, salah satunya adalah menara air atau biasanya masyarakat Lamongan menyebutnya dengan Toren.
Menara air ini sendiri terletak di sisi selatan alun-alun kota Lamongan atau berada persis di depan kompleks perkantoran Pemkab Lamongan. Bangunan ini juga menjadi salah satu tetenger alias landmark Lamongan selain patung Kadet Suwoko dan patung lele bandeng. Meski tak lagi digunakan, namun bangun ini masih berdiri kokoh dan dirawat oleh pemerintah.
Karena bangunan monumen air ini juga terlihat eksotis maka tak heran banyak warga yang menjadikan bangunan air ini dijadikan sebagai tempat berswafoto oleh para pengunjung. Nah penasaran gimana sejarah toren air di Lamongan ini? Berikut ringkasannya.
1. Menara air ini dibangun tahun 1924
Menurut pemerhati sejarah Lamongan M. Nafis Abd Rouf, bangunan tower air ini dibangun pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1924. Menara air ini dibangun pada pemerintah Bupati Lamongan Raden Tumenggung Joyodinegoro dengan bentuk arsitektur bangunan Belanda.
Bangunan ini dulunya difungsikan sebagai tempat penampungan air yang dialirkan dari pipa sumber mata air yang berada di Kecamatan Mantup, Lamongan.
Nafis menjelaskan, pada tahun 1924 di wilayah kota Lamongan masih kekurangan air baku, sehingga pemerintah Belanda berinisiatif membangun menara air sekaligus didirikan perusahaan air minum di Lamongan.
"Bangunan ini dibangun pada pemerintah Belanda di tahun 1924, fungsinya sebagai tempat penampungan air yang airnya diambil dari Kecamatan Mantup kemudian air ini dialirkan melalui pipa," kata Nafis kepada IDN Times, Jumat (10/3/2023).
2. Toren ini berperan penting dalam kemajuan pembangunan Kabupaten Lamongan
Nafis menjelaskan, dulu bangunan menara air ini berperan penting dalam perkembangan Lamongan. Bangunan menara air ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu kaki, badan dan kepala dengan tinggi mencapai 13 meter. Bagian kaki berbentuk lingkaran dan bagian badannya berbentuk oktagonal atau segi delapan dan keliling oktagonal seluas 12 meter.
Saat ini terdapat ornamen yang bertuliskan alun-alun kota Lamongan tepat di atas menara. Bangunan ini juga terus mendapatkan pemeliharaan oleh pemerintah.
3. Berharap agar jadi bangunan cagar budaya
Nafis dan sejumlah pemerhati budaya Lamongan berharap kepada pemerintah Lamongan agar bangunan ini diusulkan menjadi bangunan cagar budaya. Sebab, usianya sudah hampir 100 tahun.
Saat ini bangunan tersebut, kata Nafis, masih berstatus sebagai bangunan bangunan objek diduga cagar budaya.
"Kita berharap agar bangunan ini bisa mendapatkan pengakuan atau sertifikat sebagai bangunan cagar budaya karena bangunan ini usianya juga sudah hampir satu abad atau 99 tahun ini lah yang terus kita dorong," pungkas pria yang juga guru SMA Negeri 3 Lamongan ini.