Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ivan Sugiamto saat berada di PN Surabaya. (Dok. Istimewa)

Surabaya, IDN Times - Perundung siswa SMAK Gloria 2, Ivan Sugiamto menjalani sidang perdana di Ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (5/2/2025). Agenda sidang tersebut adalah membacakan dakwaan. 

Ivan hadir langsung dalam sidang tersebut. Ia datang senhan mengenakan rompi warna tahanan warna merah, kemeja putih dan celana hitam. Ia juga terlihat berkepala plontos. 

Dalam sidang tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya Galih Riana Putra Intaran membacakan dakwaan bahwa Ivan Sugiamto didakwa melakukan kekerasan terhadap anak. Hal ini karena Ivan meminta seorang anak bersujud.

“Terdakwa dinilai menempatkan, membiarkan melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak,” ujar Galih di ruang Sidang Cakra.

Galih pun menjelaskan, kekerasan terjadi ketika EL yang merupakan anak dari Ivan ditemani saksi DEF mendatangi EN, korban yang juga siswa SMAK Gloria 2 Surabaya pada 21 Oktober 2024. EL san DEF bertemu kedua orangtua EN untuk menayakan maksud perkataan EN yang mengatakan EL seperti anjing pudel.

“Saksi DEF berkata EL mau menanyakan maksud perkataan anak EN yang menyebut anak EL seperti anjing pudel,” ungkapnya.

Tak lama, Ivan datang ke SMA Gloria 2 Surabaya setelah dihubungi EL dan DEF. Ivan lalu menemui EN dan melakukan intimidasi kepada remaja tersebut. 

Ivan meminta EN untuk minta maaf sambil bersujud. Ivan juga meminta EN menggonggong seperti anjing.

"Terdakwa menyuruh anak korban EN, untuk bersujud dan menggonggong dengan berkata ‘Minta maaf! Sujud! Sujud!’ sebanyak tiga kali,” kata Galih. 

Di depan banyak orang, EN kemudian menuruti permintaan Ivan untuk bersujud. Tetapi, ayah EN mencegah anaknya sujud dan membantu untuk berdiri.

"Lalu terdakwa kemudian mengintimidasi saksi Wardanto(ayah EN) sembari menengadah dahinya ke kepala saksi Wardanto,” terangnya.

Atas perbuatan Ivan, EN sempat mengalami gangguan kecemasan hingga depresi. Ini setelah EN dilakukan pemeriksaan psikologi forensik di RS Bhayangkara Surabaya, 

“Mubncul syndrome anxiety atau kecemasan, depresi dan PTSD atau post traumatic stress disorder. Kondisi tersebut membuat anak kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari,” terang dia.

Atas hal tersebut, Ivan didakwa dua dakwaan, pertama Pasal 80 ayat 1 Jo Pasal 76 C Undang-undang No 17 Tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah tentang perubahan kedua atas UU 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, dan dakwaan kedua Pasal 335 KUHP ayat (1) butir 1 KUHP.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 80 ayat 1 Jo Pasal 76 C Undang-undang No 17 Tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah tentang perubahan kedua atas UU 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dan atau Pasal 335 KUHP ayat (1) butir 1 KUHP.

Sementara itu, Penasihat Hukum Ivan, Billy Handiwiyanto mengatakan untuk membantah dakwaan jaksa, pihaknya akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi. “Kami mengajukan eksepsi yang mulia,” ujar Billy.

Menanggapi pengajuan eksepsi dari pihak Ivan, Ketua Majelis Hakim Abu Achmad Sidqi Amsya memberikan kesempatan Ivan untuk mengajukan eksepsi. Eksepsi diagendakan pada sidang selanjutnya yakni 12 Februari 2025.

"Majelis hanya komunikasi dalam sidang, di luar kami tidak akan melayani. Sidang tanggal 12 (Februari 2025) untuk eksepsi,” kata Abu.

Editorial Team