Hama Potong Leher Menyerang, Petani di Magetan Panen Dini

Magetan, IDN Times – Harapan panen melimpah pupus sudah bagi petani padi di Kecamatan Parang, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Serangan penyakit "potong leher" memaksa mereka panen lebih awal sebelum bulir padi mereka jatuh sia-sia ke tanah.
Misdi (70), petani asal Desa Pragak, terpaksa memanen padi miliknya meski usia tanam belum cukup. “Kalau ditunggu tua, malah lapuk dan jatuh ke tanah. Ya sudah, panen sekarang saja, ambil yang tersisa di ujung-ujung bulir,” ujarnya pasrah saat ditemui pada Selasa (3/6/2025).
Dari lahan yang biasanya bisa menghasilkan 40 hingga 50 karung gabah, Misdi kini hanya mendapat dua karung. “Syukur kalau bisa lebih. Kalau dibiarkan, malah tak dapat apa-apa,” katanya.
1. Panen dini demi kurangi kerugian

Fenomena serupa juga dialami petani lain seperti Sukadi, Yadi, Saman, Yatno, Boimin, dan Sinem. Mereka memilih panen dini demi menyelamatkan sisa hasil tanam dari kehancuran total.
“Masih ada bulir yang berisi meski sedikit. Kalau dibiarkan bisa tambah rugi. Biaya garap, pupuk, obat-obatan sudah habis, hasilnya nyaris nihil,” ungkap Sukadi.
Mereka mengaku tak tahu cara menangani serangan "potong leher", yang awalnya dikira hama seperti wereng. “Awalnya kami pakai insektisida. Ternyata ini jamur, harusnya pakai fungisida. Tapi sudah telanjur tak tertolong lagi,” imbuhnya.
Para petani menduga penyakit ini muncul akibat hujan tanpa henti selama 11 hari terakhir. Cuaca lembap memperparah kondisi sawah, memicu pertumbuhan jamur yang menyerang pangkal bulir padi hingga mengering dan rontok.
2. Petani bingung cari solusi

Di Dusun Sepandan, Desa Pragak, kerugian dialami oleh banyak petani seperti Madun, Kadimun, dan Boimen. “Biasanya dari satu petak bisa dapat hampir satu ton gabah, sekarang dua karung pun tidak dapat,” keluh Madun.
Padahal, benih yang mereka tanam merupakan varietas unggul seperti IR 64 dan Inpari 70 yang dibeli resmi dari toko. “Kami tidak menyangka bakal gagal panen begini. Sudah usaha maksimal, tetap kalah sama penyakit,” kata Kadimun.
Wabah "potong leher" membuat petani lain was-was. Mereka khawatir serangan akan menyebar ke lahan yang belum panen. Selain soal kerugian ekonomi, mereka menyoroti ancaman terhadap ketahanan pangan lokal.
“Bukan cuma di sini, di Lembeyan, Kawedanan, dan Takeran juga sudah banyak yang kena. Ini ancaman serius,” kata Yadi.
Para petani berharap pemerintah hadir memberikan solusi konkret, bukan hanya menyalahkan cuaca. “Kami butuh pendampingan. Tolong beri kami pemahaman, obat yang tepat, dan bantuan ganti rugi,” tegasnya.
3. Petani tanggung rugi dan hutang

Ironisnya, hampir semua petani terdampak tidak mengikuti program asuransi pertanian. Mereka mengaku tidak tahu risiko sebesar ini akan datang.
“Modal kami semua pinjaman. Kalau gagal panen begini, bagaimana bisa bangkit? Untuk musim tanam berikutnya saja harus cari utangan lagi,” ujar Saman.
Petani berharap pemerintah tidak tinggal diam. “Kami butuh solusi nyata, bukan janji atau teori. Sekali gagal panen saja, hidup kami bisa ambruk,” pungkasnya.