Kondisi Tunjungan Plaza saat hari pertama usainya PSBB, Selasa (9/6/2020). IDN Times/Fitria Madia
Untuk mengatasi kasus COVID-19 di Kota Surabaya yang terlanjur tinggi ini, para pakar memberikan solusi. Pandu mengatakan ada tiga hal utama yang harus diperhatikan oleh Pemkot Surabaya dalam penanganan kasus. Yang pertama adalah terus melakukan tes secara masif. Meski kini mobil bantuan dari BIN dan BNPB sudah harus ditarik kembali di Jakarta, Pandu menyarankan agar Pemkot tetap mempertahankan kapasitas tes baik rapid test maupun tes swab PCR seperti saat dibantu dua mobil itu.
“Minta lagi pertahankan. Testing ini memang sudah seharusnya dimasif. Jangan yang sudah ada itu dikembalikan,” sebutnya.
Poin kedua yaitu penambahan kapasitas ruang isolasi bagi para OTG terkonfirmasi positif COVID-19. Pandu menilai budaya warga Surabaya kurang cocok untuk penerapan isolasi mandiri dengan kepadatan penduduk yang ada. Ia khawatir, saat diisolasi, OTG tersebut malah menularkan kepada anggota keluarga atau tetangga. Jika OTG langsung dipisahkan dan diisolasi di tempat yang disediakan, maka bisa menjadi pencegahan terhadap penularan berikutnya.
“Harus dicari tempat-tempat seperti Asrama Haji itu bagus tapi harus ditambah. Balai latihan itu dipinjam saja semua. Daripada pinjam hotel,” imbuhnya.
Yang ketiga, Pandu menyarankan ada pengawalan protokol COVID-19 di tingkat komunitas atau warga. Ia pun berharap penuh pada konsep Kampung Tangguh Wani Jogo Suroboyo yang hendak diterapkan di seluruh RW di Kota Surabaya. Menurutnya, cara ini merupakan satu-satunya solusi saat tidak adanya sanksi tegas yang diberikan.
Namun di sisi lain, Windhu tetap kekeuh berharap adanya penerapan sanksi tegas terhadap para pelanggar protokol COVID-19. Ia menitik beratkan pada kondisi pasien meninggal yang terus meningkat meski Rt Kota Surabaya saat ini sudah berada di angka 1. Angka kematian tersebut menurutnya disebabkan kapasitas rumah sakit yang tidak memadai untuk menampung tumpahan pasien COVID-19.
“Kita sia-sia menambah kapasitas kalau penularan terus terjadi. Sia-sia kita tambah kalau makin banyak kasusnya. Sebetulnya paling penting itu adalah menurunkan tingkat penularan,” ungkapnya.
Untuk itu ia menginginkan adanya perubahan regulasi pada peraturan new normal di Kota Surabaya agar sanksi lebih dipertegas. Jika sanksi dipertegas, maka masyarakat akan lebih menurut sehingga angka penularan bisa ditekan. Setidaknya cara itu yang dianggap cocok dengan kondisi warga Kota Surabaya.
“Sekarang kita tahu sendiri, arek-arek ini kan gini ini (bandel). Lalu lintas saja ada undang-undang dan sanksinya kalau melanggar. Apalagi pandemik seperti ini? Kalau terus dibiarkan maka otomatis kasus naik. Sampai semua tertular baru turun, tapi bawa korban karena yang meninggal banyak. Kita gak boleh membiarkan banyak orang yang meninggal,” pungkasnya.
Diharapkan dengan solusi-solusi yang disampaikan, tidak akan lagi terjadi penularan-penularan di Kota Surabaya. Tidak akan ada lagi kisah nenek Kamtin lain yang harus berjuang melawan COVID-19 di tengah usia senjanya.
"Yang penting kata Emak (Kamtin) jangan lupa jaga kesehatan, jaga kebersihan. Kalau sakit itu nurut, istirahat dan minum obat. Semoga kita dijauhi dari musibah ini," harap Siti Aminah.