Mahasiswa IAIN Tulungagung gelar aksi kecam dugaan pelecehan seksual di kampus, IDN Times/ Bramanta Pamungkas
Herlina menjelaskan, kekerasan seksual di kampus menjadi salah satu kasus yang pelik. Keberadaan pihak kampus yang seharusnya adil dalam menangani kasus di lingkungan mereka malah merugikan korban. Seringkali, korban dan pelaku dipaksa untuk berdamai. Semua ini dilakukan tak lain dan tak bukan demi nama baik kampus.
Kasus kekerasan seksual ini semakin parah jika terjadi di kampus dengan kultur konservatif. Ia menyebutkan bahwa kampus agama, bukan hanya kampus Islam, juga termasuk dalam memperparah kondisi korban. Hal ini dikarenakan, ada pihak yang berinterpretasi bahwa perempuan berkedudukan lebih rendah di banding laki-laki. Sehingga, korban jadi semakin enggan melapor lantaran takut mendapatkan pandangan yang lebih buruk dari lingkungan sekitarnya.
"Akan lebih buruk keadaannya kalau kampusnya itu feodal. Kesenjangan kekuasaan antara korban dan pelaku itu tinggi. Misalnya di UGM, laki-laki dan perempuan dipandang berbeda di sana. Atau di kampus agama yang menggunakan dogma perempuan lebih rendah dari laki-laki," sebutnya.
Tak hanya itu, jika melihat kasus yang dialami Gangga, pola pikir keliru terkait kekuasaan seksualitas juga memperburuk kondisi korban. Herlina menilai, IAIN Tulungagung masih berpahaman bahwa laki-laki tak bisa mengontrol nafsu seksual mereka. Hal ini dibuktikan dengan kenyataan bahwa Gangga turut disalahkan lantaran bersedia pergi dengan MAA. Padahal jelas-jelas, Gangga tak berniat untuk melakukan perbuatan seksual dengan MAA.
"Ini seakan-akan laki-laki tak punya kendali atas keinginannya. Ini juga, kalau dia pergi berboncengan maka sudah pasti laki-lakinya akan melakukan kekerasan seksual. Seakan-akan laki-laki tak punya kendali jadi bebas untuk melakukan itu. Cara pandang seperti ini lalu menyalahkan perempuannya," paparnya.
Herlina melanjutkan, pandangan seperti ini seakan menjadi lingkaran setan. Laki-laki seolah terlepas dari tanggung jawabnya atas kekerasan seksual yang ia lakukan dengan dalih lepas kontrol. Akhirnya, lagi-lagi perempuan yang disalahkan dan menjadi korban kuadrat.
"Seperti yang sering dilontarkan, kucing dikasih ikan asin pasti langsung dilahap. Ini kan sebetulnya malah merendahkan laki-laki. Dengan mereka memandang seperti itu, mereka memandang mahasiswanya ini bukan orang yang memiliki akal budi, orang yang memiliki tanggung jawab atas perbuatannya sendiri," jelasnya.