Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ketua Tim TATAK, Imam Hidayat saat ditemui di Mapolres Malang. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Malang, IDN Times - Batalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 menimbulkan kekecewaan kepada seluruh insan sepakbola di Indonesia. Pasalnya, hanya dari jatah tuan rumah ini Timnas Indonesia U-20 bisa merasakan atmosfer kompetisi tertinggi antar negara ini.

Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK) menyampaikan rasa prihatin atas pembatalan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 oleh FIFA. Namun, mereka melihat sisi lain dari keputusan ini, yaitu PSSI kini bisa fokus pada penanganan hukum Tragedi Kanjuruhan.

1. FIFA menjadikan Tragedi Kanjuruhan sebagai alasan pembatalan Piala Dunia U-20

Polisi menembak gas air mata saat laga Arema FC Vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan. (Antara/Ari Bowo Sucipto)

Ketua TATAK, Imam Hidayat menilai, FIFA tidak mungkin menjadikan kedatangan Timnas Israel sebagai alasan. Sehingga isu kemanusiaan dalam Tragedi Kanjuruhan yang dijadikan alasan, meskipun terkesan terlambat 6 bulan menggunakan alasan tersebut.

"Kemanusiaan dalam penanganan Tragedi Kanjuruhan dengan balutan bumbu pemanis akan selalu membantu pemerintah RI dalam rangka transformasi sepak bola Indonesia. PSSI pasca Tragedi Kanjuruhan haris diingatkan kembali dalam proses penanganan Tragedi Kanjuruhan dalam sidang Laporan Model A di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya," bebernya saat dikonfirmasi pada Kamis (30/03/2023).

Imam juga menganggap FIFA juga memiliki standar ganda dalam menyuarakan slogan 'Pisahkan Sepakbola dengan Politik.' Alih-alih mendukung keikutsertaan Timnas Israel dalam Piala Dunia U-20, mereka juga membanned Russia dari Piala Dunia 2022 di Qatar karena invasinya ke Ukraina. Padahal sampai saat ini Israel juga diketahui melakukan invasi ke Palestina.

2. Melihat penanganan Tragedi Kanjuruhan, TATAK menilai PSSI tidak bisa memberikan rasa aman saat Piala Dunia U-20

Editorial Team

Tonton lebih seru di