Surabaya, IDN Times - Langit Surabaya siang itu mendung pelan. Angin seperti berjalan perlahan, seolah tahu ada satu kepulangan yang berat untuk diterima banyak orang. Di Tempat Pemakaman Umum Putat Gede, Minggu (9/11/2025), keluarga dan sahabat mengiringi kepergian Reno Syahputra Dewo (24), demonstran yang sebelumnya dinyatakan hilang, lalu ditemukan dalam kondisi tinggal kerangka di Gedung ACC Kwitang, Jakarta Pusat.
Dari rumah duka di Jalan Kampung Malang Utara, Tegalsari, jenazah diberangkatkan menuju pemakaman. Ketika peti jenazah mulai diturunkan ke liang lahat, tangis yang telah ditahan pecah seketika. Rita, ibu Reno, berusaha berdiri namun lututnya lemas. Adik Reno, Abraham (19), terduduk sambil memeluk lutut, menangis pelan ketika tanah mulai menutup peti kakaknya.
"Mudah-mudahan Mas Reno dijembarkan kuburnya, diberi penerangan oleh Allah, diberi penjagaan malaikat…” modin yang menjadi pemimpin doa membaca pelan. Keluarga, kerabat, dan teman-teman Reno menunduk, menyerahkan duka itu kepada langit yang mendung.
Paman Reno, Jemmy Yunianto (44), berdiri mewakili keluarga. Suaranya pelan namun tegas, seperti berusaha menahan gelombang emosi yang lebih besar dari kata-kata. “Sampai pemakaman hari ini, semuanya berjalan lancar tanpa kendala. Mungkin berkat doa dari teman-teman, sahabat Reno, dan rekan media,” ujarnya.
"Kami juga mengucapkan terima kasih kepada institusi kepolisian yang sudah mengawal kasus hilangnya Reno sejak Agustus sampai ditemukan dan dimakamkan hari ini," tambah dia.
Keluarga, kata Jemmy, telah menerima dan mengikhlaskan kepergian Reno. “Kami mengikhlaskan Reno untuk berpulang. Semoga ia ditempatkan di sisi Tuhan Yang Maha Esa," ungkapnya.
Namun di tengah prosesi yang penuh ketulusan itu, kepergian Reno juga menyisakan pertanyaan yang belum terjawab. Perwakilan KontraS dan YLBHI-LBH Surabaya yang hadir menegaskan bahwa proses hukum tidak boleh berhenti pada identifikasi korban.
Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, meminta kepolisian memastikan pengungkapan secara menyeluruh dan bertanggung jawab. “Kepolisian tidak boleh hanya berhenti pada kesimpulan identifikasi, tetapi wajib memastikan penyelidikan dan penegakan hukum yang transparan, akuntabel, dan berpihak pada keluarga,” katanya.
Menurutnya, tanpa evaluasi menyeluruh terhadap penanganan aksi dan kerumunan, risiko peristiwa serupa akan terus mengintai. “Kasus Farhan dan Reno adalah bukti bahwa negara masih memiliki pekerjaan besar dalam menjamin keselamatan warga yang menggunakan hak berekspresi," tegasnya.
Setelah tanah diratakan dan bunga ditaburkan, keluarga masih bertahan di depan makam. Ada keheningan yang panjang, seolah semua yang hadir sedang berusaha menerima kenyataan yang baru saja menjadi nyata. Dalam hening itu, suara adzan dari kejauhan terdengar pelan, seperti mengantar kepulangan yang paling berat.
Reno telah kembali ke Surabaya. Ia pulang dalam keheningan. Tetapi suara yang ia bawa, suara yang membuatnya datang ke jalan untuk bersuara, belum selesai. Kepergiannya menyisakan janji yang harus ditepati. Mencari kebenaran, menuntut keadilan, dan memastikan tidak ada keluarga lain yang merasakan duka yang sama.
