Devi Athok Tegaskan Tidak akan Berdamai Soal Tragedi Kanjuruhan

Malang, IDN Times - Lima bulan sudah perjuangan Devi Athok, ayah dari Natasya Debi Ramadhani (16) dan Nayla Debi Anggraeni (13) yang tewas karena Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022. Ia menceritakan jika perjuangannya panjang dan berliku.
Ia membeberkan kalau sudah banyak keluarga korban yang sudah mendapatkan uang takziah dan diberi donasi. Kemudian dikondisikan oleh pihak keamanan dan pihak pemerintahan agar tidak terlalu bersuara nyaring dalam pengusutan Tragedi Kanjuruhan.
"Tapi saya tidak mau diberi donasi, saya masih ingin (berjuang) di Laporan Model B tentang pembunuhan. Banyak sekali orang yang ngajak saya damai, ingin mematahkan saya di sidang perdata dan Laporan Model B Pasal 338 dan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan dan pembunuhan berencana," tegasnya saat dikonfirmasi pada Kamis (09/03/2023).
1. Tragedi Kanjuruhan adalah pelanggaran HAM berat
Tak hanya berjuang di Malang saja, Devi Athok dan Tim Advokasi Tragedi Kemanusiaan (TATAK) juga berjuang di Jakarta dengan menemui Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM). Tujuannya agar Komnas HAM mengakui Tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat.
"Saya ketemu dengan Komnas HAM, untuk mematahkan statement Komnas HAM tentang ini bukan Pelanggaran HAM berat tapi ringan. Saya ke sana untuk klarifikasi laporan di Jakarta itu sangat terbalik dengan yang ada di sini. Laporannya dibaik-baiki padahal ini pelanggaran HAM berat," ujarnya.
Ia beralasan jika jumlah korban yang mencapai 135 jiwa dan dilakukan olah alat negara yaitu kepolisian sudah cukup bisa ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat. Bukan hanya sebatas kelalaian yang menyebabkan kematian.