Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Santri Al Khoziny Harus Diamputasi
Bangunan Ponpes Al Khoziny Buduran, Sidoarjo yang ambruk pada Senin 29 September 2025. (IDN Times/Zumrotul Abidin)

Intinya sih...

  • Santri Al Khoziny, Buduran Sidoarjo, Nur Ahmad Rahmatulloh (19) harus diamputasi tangan kirinya saat evakuasi pada Senin (29/9/2025).

  • Dokter Aaron Franklyn Suaduon Simatupang mengambil keputusan amputasi karena korban terancam kehilangan banyak darah dan oksigen.

  • Proses amputasi on site dilakukan hanya dalam waktu 10 menit di ruang sempit dengan ketinggian hanya 50 sentimeter.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sidoarjo, IDN Times - Salah seorang santri tragedi Pondok Pesantren Al Khoziny ambruk di Buduran Sidoarjo, Nur Ahmad Rahmatulloh (19) harus menjalani amputasi tangan kiri saat proses evakuasi pada Senin (29/9/2025). Amputasi dilakukan di bawah reruntuhan bangunan yang ambruk.

Dokter yang mengamputasi Ahmad adalah Dokter Aaron Franklyn Suaduon Simatupang. Saat itu Aaron mengambil keputusan amputasi lantaran korban terancam kehilangan banyak darah sebab siku sebelah kiri sudah tertindih oleh beton bangunan yang ambruk di Al Khoziny Sidoarjo.

"Kami dihadapkan dua pilihan yaitu menunggu balok (beton) diangkat kemudian (korban) dievakuasi atau opsi yang kedua adalah kita melaksanakan pemotongan ataupun anestesi tadi," ujarnya.

Pihaknya tak menunggu beton di angkat, lantaran membahayakan nyawa korban. Korban dikhawatirkan mengalami hipoksia karena kehabisan oksigen.

"Sepertinya tidak memungkinkan untuk yang opsi pertama karena risikonya adalah pasien kehilangan darah lebih banyak lagi kemudian oksigen yang ada menipis, sehingga pasien kemungkinan bisa hipoksia yang berujung pada hal yang tidak kita inginkan," terangnya.

Untuk menjangkau keberadaan Ahmad, Aaron harus merayap sejauh 10 meter dengan ruang sempit yang ketinggiannya hanya 50 sentimeter. Di tempat sempit itu, Aaron melakukan operasi dengan menyuntikkan bius dibantu dokter anestesi.

Selain tempat yang sempit, Aaron juga berpacu dengan waktu yang sempit. Proses amputasi on site dilakukan hanya dalam waktu 10 menit.

"Ya memang di dalam itu sangat terbatas ruangnya. Jadi enggak mungkin semua bisa masuk as a team tapi kita di pos masing-masing," jelas dia.

Setelah kondisi Ahmad sudah stabil, remaja itu langsung dibawa keluar dari reruntuhan untuk kemudian dilarikan ke RSUDR.T. Notopuro Sidoarjo. Sampai di RSUD, dilakukan operasi lanjutan penutupan amputasi.

Sementara itu, Ahmad bercerita saat kejadian ia sedang menunaikan salat ashar rakaat kedua. Ketika itu, bangunan musalah di pondok pesantren Al Khoziny tiba-tiba ambruk.

"Rakaat kedua (kejadiannya). Langsung jatuh (bangunannya)," katanya di RSUD R.T. Notopuro Sidoarjo, Jumat (3/10/2025).

Runtuhan beton bangunan mengenai tangan Ahmad sebelah kiri. Posisinya saat itu tersungkur tengkurap dengan posisi tangan kiri menjulur ke samping. "Enggak bisa (menyelamatkan diri). Tangannya langsung kena," ujarnya.

Dengan kondisi tangan yang tertindih beton, Ahmad terus berteriak meminta tolong. Sekitar pukul 19.30 WIB, Ahmad baru bisa dijangkau Tim SAR di bawah reruntuhan dengan ruang sempit yang hanya memiliki tinggi 50 sentimeter.

Tim dokter pun datang ke lokasi Ahmad. Ahmad baru bisa tenang setelah mereka memberi arahan untuk tenang.

Tangannya yang tertimpa beton membuatnya tak bisa dievakuasi kecuali amputasi. Sehingga, ia pun harus diamputasi dan berhasil dievakuasi pukul 20.55 WIB.

Editorial Team