Surabaya, IDN Times - Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa mengungkapkan adanya penurunan signifikan pada Dana Transfer ke Daerah (TKD) dan pendapatan dari opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB–BBNKB) yang berdampak besar terhadap kemampuan fiskal pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jatim.
Menurut Khofifah, total penurunan mencapai sekitar Rp7,6 triliun, terdiri dari Rp4,8 triliun dari opsen pajak kendaraan serta Rp2,8 triliun dari dana transfer daerah. "Kami dengan Pak Purbaya (Menteri Keuangan) sudah berkomunikasi. Bahkan saya juga berkoordinasi dengan Pak Emil (Wakil Gubernur Jatim). Ini penurunan yang signifikan karena adanya perubahan skema opsen pajak PKB dan BBNKB antara Pemprov dengan kabupaten/kota,” ujar Khofifah, Rabu (8/10/2025).
Khofifah menyebut, terdapat 14 kabupaten/kota di Jatim yang mengalami penurunan pendapatan cukup tajam akibat skema baru opsen pajak. Kondisi paling berat dialami Kabupaten Lumajang, yang bahkan disebut hanya mampu membiayai operasional rutin hingga Agustus atau September tahun ini. “Waktu Pak Menteri Keuangan datang ke Surabaya, saya ajak kepala daerah yang paling terdampak, termasuk Lumajang. Mereka sangat terbuka dan menyampaikan bahwa untuk operasional rutin, termasuk gaji pegawai, kemungkinan hanya cukup sampai September,” ungkapnya.
Sebagai tindak lanjut, Menteri Keuangan meminta Pemprov Jatim menyiapkan catatan resmi mengenai dampak penurunan TKD untuk dipelajari lebih lanjut di tingkat nasional. Khofifah menjelaskan, penurunan TKD ini berpotensi mengganggu belanja wajib (spending mandatory) daerah, terutama dalam hal layanan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar.
“Kalau spending mandatory berkurang, maka layanan dasar masyarakat bisa berkurang. Itu yang kami khawatirkan,” jelasnya.
Dalam pertemuan para gubernur bersama Menteri Keuangan pekan lalu, Khofifah menegaskan bahwa penyesuaian ini tidak boleh mengorbankan pelayanan dasar. "Beliau (Menkeu) cukup terbuka mendengarkan. Bahkan memberi waktu sembilan bulan ke depan untuk evaluasi, dihitung dari Oktober sampai Juni tahun depan,” tambahnya.
Secara nasional, penurunan dana transfer daerah mencapai Rp16,7 triliun, meliputi hampir semua provinsi di Indonesia. Untuk Jawa Timur sendiri, nilai penurunan TKD mencapai Rp2,8 triliun, di luar pengurangan dari sektor pajak kendaraan.
"Jadi dana transfer daerah di Jatim bukan hanya Pemprov, tapi termasuk semua kabupaten/kota. Totalnya Rp16,7 triliun secara nasional, Jatim turun Rp2,8 triliun. Hanya Sumenep yang justru naik sekitar Rp20 miliar,” ungkapnya.
Sebagai langkah mitigasi, Khofifah mengusulkan agar pemerintah pusat menaikkan porsi Dana Bagi Hasil Cukai dan Hasil Tembakau (DBHCHT) dari 3 persen menjadi 10 persen untuk menutup defisit fiskal daerah. “Saya bilang opsinya adalah DBHCHT. Kalau dana transfer daerahnya berkurang, tolong porsi DBHCHT dinaikkan dari 3 persen ke 10 persen. Dengan begitu, kabupaten/kota masih bisa cover kebutuhan dasarnya,” paparnya.
Menurut Khofifah, usulan tersebut disampaikan dalam suasana diskusi yang terbuka dan santai bersama Menteri Keuangan. "Beliau sangat terbuka, dan saya bersyukur asosiasi pemerintah provinsi diundang untuk menyampaikan apa yang harus dilakukan dalam sembilan bulan ke depan,” katanya.
Khofifah menambahkan, penurunan serupa juga dialami provinsi lain seperti Sumatera Selatan yang kehilangan sekitar Rp2 triliun. Karena itu, komunikasi antarprovinsi kini semakin intens untuk menyusun langkah bersama menghadapi perubahan kebijakan fiskal tersebut.
“Kami sama-sama berikhtiar. Saya baru pulang dari misi dagang di Sumsel, di sana juga turun Rp2 triliun. Artinya bukan hanya Jatim yang terdampak,” ungkapnya.
Meski demikian, ia memastikan Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan tetap berupaya menjaga stabilitas fiskal dan layanan publik dengan efisiensi anggaran serta koordinasi erat dengan pemerintah pusat.