Surabaya, IDN Times - Aktivis '98 Jawa Timur curiga ada penunggang dalam aksi yang terjadi di Surabaya dan beberapa daerah di Jawa Timur satu pekan terakhir hingga menyebabkan kericuhan. Mereka pun mengajak masyarakat bersatu agar tidak mudah terprovokasi.
Salah satu Aktivis '98 Jawa Timur, Syafii Untag mengatakan, aksi 2025 ini polanya mirip seperti tahun 1998 terutama pada 12 Mei 1998 saat Tragedi Trisakti, serta Peristiwa Semanggi I tanggal 13 November 1998 yang saat itu juga banyak penunggangan.
"Jadi kita tetap menjaga nilai kritis kita mulai kita '98 ini mirip terjadinya seperti aksi pada waktu 12 atau 13 Mei '98 yang banyak penunggangan-penunggangan. Dan itu juga mirip terjadi seperti waktu tanggal 13 dan 14 November," ujar Syafii saat konferensi pers di Surabaya, Senin (1/9/2025).
Sehingga, menurutnya masyarakat Indonesia harus bersatu agar tidak terprovokasi. Gerakan-gerakan murni rakyat berhati-hati supaya tak mudah ditunggangi.
"Kami merasa terpanggil untuk tetap meredam supaya gejolak ini tidak semakin terus-menerus dan kita tetap tidak menginginkan adanya dalam tanda kutip disintegrasi bangsa. Jadi kalau misalnya ada isu-isu lain di luar ini itu bukan dari kami. Yang jelas bagi kami gerakan ini adalah gerakan murni kebangsaan," ungkapnya.
Pihaknya pun berharap agar Presiden Prabowo Subianto menindak tegas siapa pun yang menyebabkan disintegrasi bangsa. Kapolri juga harus bertanggungjawab atas apa yang terjadi belakangan hari terakhir.
"Presiden dalam hal ini harus tegas memimpin siapapun anak bangsa atau oknum-oknum yang menyebabkan disintegrasi bangsa itu harus ditindak tegas. Dan Kapolri dalam hal ini harus bertanggung jawab lebih utama karena dia adalah tonggak keamanan di negeri kita," pintanya.
Salah satu Aktivis '98 Jawa Timur lainnya, Trio Marpaung lantas membandingkan dengan Peristiwa Tahun 1998, saat itu kerusuhan di masyarakat tak serta merta terjadi begitu saja. Tetapi melalui proses panjang hingga kemudian pecah dan berakhir pada tumbangnya rezim Orde Baru.
"Hari ini kan tidak, ada satu isu yang kemudian keluar berbelok menjadi kerusuhan saat sopir ojol itu tertabrak. Nah, di sini aksi itu menjadi luas dan kerusuhan, pembakaran, target kantor polisi dibakar, target gedung-gedung negara dibakar, target rumah-rumah anggota dewan di jarah," ungkap dia.
Menurut Trio juga, aksi massa yang terjadi belakangan ini telah ditunggangi oleh pihak tertentu. Tetapi, polanya berbeda dengan tahun 1998. "Jadi ini sudah ada unsur-unsur penunggangan gitu loh, tetapi konsepnya berbeda," jelasnya.
Jika kericuhan dan kerusuhan dibiarkan, dikhawatirkan akan semakin meluas. Ia berharap, hal tersebut tak terjadi. "Nah, kalau ini dibiarkan maka keos yang lebih luas bisa terjadi dan kita enggak mau itu terjadi," tuturnya.
Untuk itu, pihaknya mengajak seluruh masyarakat agar bijak dalam bersikap. Terutama bijak dalam menanggapi postingan-postingan di media sosial yang bersifat provokatif.
"Makanya kita mengajak seluruh masyarakat untuk bersama-sama lebih bijak dalam menyikapi khususnya lihat medsos. Karena itu juga salah satu yang kami apa analisa bahwa kita berharap masyarakat lebih bijaklah dalam melihat medsos tidak serta merta kemudian hadir atas undangan-undangan yang sifatnya provokatif," pungkasnya.