Surabaya, IDN Times - Berbagai cerita bermunculan pada hari pertama masuk sekolah, Senin (14/7/2025). Baik itu jenjang sekolah anak usia dini hingga menengah atas. Kesan-kesan dari mereka para murid, membuat terkesima. Bahkan mengundang gelak tawa.

Namun, hari pertama masuk sekolah pada tahun ajaran baru 2025/2026 sedikit berbeda karena munculnya Sekolah Rakyat (SR). Sekolah yang menjadi program Presiden Prabowo Subianto. Dalam komando Kementerian Sosial (Kemensos). Bukan, Kementerian Pendidikan seperti umumnya, atau Kementerian Agama laiknya sekolah-sekolah berbasis agama.

SR membawa harapan tersendiri bagi anak-anak dari keluarga dengan ekonomi tidak mampu. Alias miskin dan miskin ekstrem. Kendati demikian, semangat anak-anak dalam menempuh pendidikan, membumbung tinggi.

Seperti halnya yang terekam di SR jenjang SMA di Unesa Kampus Lidah Wetan. Sebanyak 100 murid yang terbagi dalam empat rombongan belajar (rombel) tampak datang dengan membawa tas bawaan masing-masing. Tak sedikit juga membawa koper.

Mereka tahu, akan menjalani kehidupan baru. Hidup di asrama. Di tengah-tengah kampus yang isinya mahasiswa. Mereka tak minder. Wajahnya berbinar. Menandakan senang. Karena sudah diterima di SR dengan biaya nol rupiah.

"Kalau sekolah di sini gak bakal bebani orangtua, ditanggung semuanya. Saya 100 persen siap," tegas Chovivil Naila Ikhsani yang merupakan siswi asal Tandes Surabaya.

Semangat sekolah lainnya juga ditunjukkan anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem datang  menjinjing tas besar. Mereka datang naik ambulans desa ke lapangan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) di Kecamatan Mojoagung, Jombang, Senin pagi.

Samsul (53) turun lebih dulu. Wajahnya letih, namun matanya menyala. Di belakangnya, Ani (52), istrinya yang penyandang disabilitas, menggamit dua anak perempuan mereka: Nisa (17) dan Jingga (13). Keempatnya menjinjing tas besar—bukan berisi obat atau peralatan medis--melainkan harapan yang dikemas dalam pakaian sederhana.

"Ini bawa baju untuk tinggal di sekolah. Semua gratis, alhamdulillah,” ucap Ani lirih, sembari membetulkan jilbab Nisa. Dia tampak lebih tenang dari sebelumnya—dari hari-hari saat anak sulungnya terpaksa berhenti sekolah karena tak ada biaya. Kini, anak itu kembali belajar, meski harus memulai ulang dari kelas X.

Di sisi lain, seorang ibu muda bernama Rini (46) terlihat memarkir motor tuanya. Di boncengannya, Sherly (16), anak semata wayangnya. Mereka datang dari Desa Sambirejo, Wonosalam—desa pegunungan yang jauh dari Mojoagung. Mereka telah menunggu sejak Subuh.

"Saya rela anak tinggal di sekolah, biar masa depannya lebih baik,” kata Rini, buruh tani yang tiap harinya bekerja di ladang orang lain.

Tak hanya di Kabupaten Jombang, di Kabupaten Pacitan, hari pertama masuk Sekolah Rakyat Menengah Atas dipenuhi wajah-wajah penuh harap murid dari berbagai desa di Kabupaten Pacitan. Salah satunya adalah Nadjua Tihta Nadia Wardhani (15) asal Desa Sawahan, Kecamatan Donorojo.

Sejak pagi, Nadjua tiba di Gedung Karya Dharma, lingkungan Pendopo Kabupaten Pacitan, yang menjadi lokasi tes kesehatan dan kebugaran sebelum Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Ia datang ditemani keluarga yang turut memberikan semangat di hari penting itu.

"Senang banget, hari pertama masuk bisa ketemu teman-teman dari desa dan kecamatan lain se-Kabupaten Pacitan. Tadi diantar sama keluarga,” ujarnya.
Masa pengenalan lingkungan sekolah di SR Pacitan akan berlangsung selama sepekan sebelum para siswa resmi tinggal di asrama dan menjalani pembelajaran penuh.

Sedang di Kabupaten Mojokerto, sebanyak 50 siswa akan belajar di Gedung Diklat Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Mojokerto yang 'disulap' sebagai SR.

Bintang Kurnia Purnomo Putri (13) merupakan salah satu siswa SR Mojokerto datang ke sekolah diantar kedua orang tuanya, Dony Hendro Purnowo (47) dan Apriliana (37) ke Gedung Diklat BKPSDM Kabupaten Mojokerto. Orangtuanya berharap sang putri kerasan dan bisa mengikuti pendidikan di SR.

Program SR di Kabupaten Mojokerto membuka dua rombel dengan masing-masing rombel sebanyak 25 siswa. Ada 50 siswa yang terdaftar dari sejumlah kecamatan di Kabupaten Mojokerto, sebanyak 22 siswa dan sebanyak 28 siswi.

Selain itu,  puluhan murid SR di Kota Malang berkumpul di Gedung BPSDM Jatim Kampus di Jalan Kawi Kota Malang. Bangunan ini dulunya merupakan kampus Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) Malang.

Wajah penuh senyum dan antusias terlihat jelas dari para orang tua yang mengantar anak-anak mereka dari berbagai penjuru Malang. Program populis dari Presiden Prabowo ini diharapkan mampu jadi jembatan menuju masa depan lebih cerah.

Dwiyono, orang tua siswa dari Pagelaran, Malang, mengungkapkan kelegaannya. "Kemarin sempat bingung mau lanjut SMA, untungnya lolos Sekolah Rakyat ini. Saya pasrah dan ikhlas anak saya di sini, di asrama," ungkapnya.

Cerita SR lainnya, muncul dari jenjang SMP. Ialah Muhammad Riyan. Ia merupakan murid kelas 1 SMP di Kota Probolinggo. Riyan--sapaan karibnya-mengaku sudah tak sabar mengikuti pendidikan berkonsep asrama.

"Saya memiliki teman baru dan bisa bersekolah gratis. Kalau kangen orang tua  kan bisa dikunjungi," ujarnya Riyan di SR  eks gedung Rusunawa PPI Mayangan Kota Probolinggo.

Antusiasme menyambut hari pertama pengoperasian SR juga ditunjukkan wali murid  bernama Sugiarti dan banyak wali murid lain di sejumlah kabupaten/kota di Jatim.

Sugiarti rela berjalan kaki 3 kilometer untuk mengantar anaknya menempuh pendidikan di SR ini. Setiap hari Sugiarti hanyalah seorang ibu rumah tangga, sementara suaminya hanyalah buruh tani yang penghasilannya tak menentu. Mengetahui ada program ini, ia sangat bersyukur dan menyambutnya dengan antusiasme tinggi.

"Senang karena sangat membantu, bahkan sebelum tahu adanya sekolah gratis ini, saya sempat berpikir takut tidak bisa membiayai  sekolah untuk anak saya," katanya.

Terlebih, selama menjalani pendidikan, murid SR mendapatkan fasilitas sekolah, seragam, makan dan asrama, perlengkapan ibadah, perlengkapan sekolah, perlengkapan mandi, dan perlengkapan asrama.

Sementara itu, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawasa mengaku bahagia melihat  keceriaan dan kesiapan murid serta wali murid dalam mengikuti pendidikan di SR. Ia meyakini SR dapat menjamin akses pendidikan berkualitas bagi seluruh lapisan masyarakat ini berjalan efektif dalam memutus mata rantai kemiskinan.

"Pendidikan adalah jalan paling efektif dalam memutus rantai kemiskinan," kata  Khofifah.

Khofifah menambahkan, pelaksanaan pendidikan di SR ini juga  difokuskan pada pembentukan karakter anak. Programnya dimonitor secara intensif melalui keberadaan wali asrama dan wali asuh.

"Dengan asrama, pembinaan karakter dan agama bisa lebih terarah,” tegas orang nomor satu di Jatim ini.

Pada bagian lain, Khofifah membenarkan  penerapan SR ini sangat tergantung pada kesiapan ruang dan sarana pendukung, salah satunya kesiapan asrama. "Masih ada yang perlu diperbaiki lagi untuk fasilitas ke depannya," katanya.

Karena itu, pelaksanaan SR di Jatim dibagi dalam tiga kloter. Kloter 1A  yang dimulai Senin hari ini menampung 1.183 siswa di Jatim. “Kloter 1B akan dimulai 19 Juli 2025 dan kloter 1C menyusul pada bulan September 2025 mendatang,” pungkasnya.