Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG-20251010-WA0061.jpg
Aziz (kiri) dan Alvanio (kanan), petugas penyelamat yang membantu korban Al Khoziny. (IDN Times/Khusnul Hasana)

Intinya sih...

  • Tim Rescue DPKP Surabaya menyelamatkan santri Ponpes Al Khoziny yang ambruk.

  • Aziz dan Elvanio menggunakan peralatan canggih SearchCam untuk evakuasi korban di reruntuhan.

  • Proses evakuasi Haical, Yusuf, dan empat korban lainnya membutuhkan upaya besar dari tim penyelamat.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Sidoarjo, IDN Times - Jam menunjukkan pukul 16.30 WIB. Abdul Aziz, Elvanio dan tim Rescue Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Kota Surabaya lainnya bersiap menunggu jam pulang pergantian shift, Senin (29/9/2025). Tapi layar televisi di kantornya menampilkan breaking news Pondok Pesantren Al Khoziny ambruk. Penantian jam pulang berubah menjadi penantian panggilan perbantuan pencarian dan pertolongan atau search and rescue (SAR).

Benar saja, tak lama sang komandan, Kabid Pencegahan datang memintanya untuk bergegas memakai seragam rescue, menyiapkan berbagai peralatan hingga menyalakan mobil heavy duty rescue. Aziz, Elvanio dan delapan rekannya diminta pergi ke Ponpes Al Khoziny.

Secepat kilat, mobil mulai melaju, rotator menyala memberi tanda pada siapa-saja kalau kendaraan itu sedang tergesa. Suara sirene memecah kemacetan jalanan Surabaya hingga Sidoarjo. Semua orang diminta minggir sebentar agar lekas sampai tujuan.

Tiba di pondok, kepanikan di mana-mana, ambulans lalu lalang. Banyak orang memenuhi area kejadian. Aziz dan rekan-rekannya harus bergegas masuk ke dalam tempat kejadian. Sayangnya, mobil itu terhalang gang yang sempit ditambah keramaian orang. Alhasil, mobil berwarna merah itu harus terparkir di depan gang. "Kita datang sudah ada tim Basarnas, BPBD, tim medis, ambulans," ujarnya ditemui di kantor DPKP Surabaya, Rabu (8/10/2025).

Perintah dari Basarnas, Tim Rescue Surabaya kebagian menyematkan korban di sektor pencarian A1, tepatnya di pintu keluar area gedung. Berbekal peralatan canggih SearchCam, Aziz dibantu Elvanio pun mulai melakukan kegiatan pencarian dan pertolongan. "Kita pakai alat kamera searchcam, bisa tahu objek yang ada di dalam (reruntuhan)," ungkapnya.

Bersama Elvanio, Aziz masuk ke dalam area reruntuhan. Suasana begitu gelap ditambah ruangan yang sangat sempit. Ia hanya bisa masuk kurang lebih tiga setengah meter. Jarak kepalanya dengan beton-beton bangunan runtuh hanya sekitar 30 sentimeter saja. Dibantu kamera, mereka mencari keberadaan korban. "Sangat sempit sekali, untuk masuk kepala harus miring," tuturnya.

Di ruangan gelap nan sempit itu ia berteriak, barang kali ada orang di dalam yang masih bisa menyahut. "Kita berteriak, halo, Assalamualaikum, apakah ada yang masih hidup di sini?," ucap Aziz menirukan saat proses evakuasi di Al Khoziny.

Tak lama suara lirih menyahut. Ada anak-anak di dalam meminta tolong. Anak itu mengaku bernama Haical, asal Probolinggo. " Ternyata suara Haical, 'ada pak saya pak, tolong pak, tolong,' namamu siapa, 'Haical pak, asal Probolinggo," kata Aziz menirukan suara Haical.

Aziz lantas bertanya, bagian tubuh mana yang sakit. Haical menjawab sakit semua dari tubuh sampai kaki. Mendengar jawaban itu, Aziz merasa terenyuh, di sisi lain ia juga harus berusaha menenangkan Haical. Ditambah, samping Haical ada sosok jenazah sedang sujud, tubuh jenazah itu menopang reruntuhan bangunan. "Sabar ya nak," kata Aziz.

Ia kembali sedikit masuk ke dalam, berteriak dan mencari korban lainnya. Tak lama, Aziz kembali mendengar suara lirih anak-anak minta tolong. Kali ini suara sedikit jauh. "Saya teriak lagi, apakah ada yang lain ?, terus ada yang teriak 'tolong pak ada, ada' itu suara si Yusuf, suaranya kecil sekali, namamu siapa ? 'Yusuf', dari mana ? 'Malang pak', apanya yang sakit? 'Gak ada'," jelasnya.

Aziz lantas bertanya pada Yusuf, berapa orang yang ada di dekatnya, bocah itu mengaku tadinya ada enam orang, namun dua di antaranya sudah tak bisa diajak bicara. Aziz kembali menguatkan Yusuf agar dia bertahan sebentar sampai tim penyelamat menolongnya. "Ada berapa orang ? 'Tadi ada enam, tapi yang dua sudah gak ada suara pak. Tolong saya pak', iya sabar, kita solawatan, kita berdoa bersama, saling menguatkan," ucapnya.

Di bawah reruntuhan itu, Yusuf ternyata menemukan sebuah lubang berukuran hanya sekitar diameter botol minuman yang ternyata adalah pecahan dari beton bangunan. Cahaya kecil dari lubang itu lah yang akan menjadi jalan Yusuf keluar. Tim penyelamat kemudian memperbesar lubang tersebut sampai tubuh bisa masuk di dalamnya,

Tak lantas langsung menyelamatkan Haical dan Yusuf, Aziz dan Elvanio masih harus melaporkan kondisi yang sebenarnya kepada tim ledeer mereka bernama Munir. Hal ini agar korban dan tim penyelamat sama-sama bisa selamat. "Akhirnya kita evakuasi Yusuf dulu karena ada lubang," ucap Aziz.

Medan di dalam reruntuhan begitu sulit. Dibantu Elvanio, Aziz masuk ke dalam lubang yang telah diperbesar. Berbagai benda-benda reruntuhan seperti besi dan beton menghalangi gerakannya untuk menggapai Yusuf.

Aziz melihat bocah itu ada depan matanya, duduk sambil tangan memegang perut serta menggenggam kopiah dan Al Quran. Aziz terus merangkak, memotong besi di hadapannya pelan-pelan agar reruntuhan tak semakin bergerak.

Proses evakuasi dilakukan sangat hati-hati. Manakala ada bagian bangunan yang bergerak sedikit, Aziz harus buru-buru ditarik keluar. Jika tidak, beton-beton besar itu akan menghantam tubuh Aziz. "Kita harus hati-hati," tuturnya.

Semakin dekat Aziz pada tubuh Yusuf, bocah itu ternyata tak bergerak sama sekali. Aziz terus memanggil nama Yusuf, tapi tak kunjung ada sahutan. Bahkan tubuh Yusuf pun hanya diam. "Setelah memotong besi, saya lihat Yusuf ini kok diam, tangan kanan dan kiri di atas perut memegang kopiah, di bawah kopiah itu ada Al Quran kecil yang biasanya dibawa anak-anak Ponpes itu, kok diam, padahal motong besi itu sangat keras suaranya," jelasnya.

Melihat itu, Aziz terus memotong besi hingga tangannya bisa menggapai tubuh Yusuf. Tapi saat tubuh bocah itu digoyang-goyang. Yusuf tak kunjung bergerak. Aziz sempat merasa menyesal karena tak bisa menyelamatkan Yusuf. "Saya nangis, Ya Allah berarti saya gagal menyelamatkan santri ini, saya mohon maaf ya Allah," ucap Aziz.

Tapi Aziz tak menyerah, ia terus membangunkan Yusuf, sampai akhirnya Yusuf menyahut. "Iya pak," kata Aziz menirukan suara Yusuf. Aziz pun lega, ia lantas menawari Yusuf makan dan minum agar bocah itu rileks sebelum akhirnya dievakuasi keluar.

Saat Yusuf sudah merasa rileks, Aziz bersiap mengeluarkan Yusuf dari reruntuhan beton yang sempit. Untuk memberi akses Yusuf keluar, Aziz memotong besi-besi yang menghalangi jalan Yusuf sembari terus berkomunikasi dengan safety officer mana kala dari luar ada bagian bangunan bergerak.

"Yusuf siap keluar. Saya ambil kerah bajunya. Ayo Yusuf, dihitung bareng-bareng. Ini ditarik ya. Kalau ada yang sakit teriak ya. Sebelumnya aku mohon maaf sama kamu. Ditarik sampai empat tarikan, Yusuf keluar, sambil bawa kopiah," tuturnya.

Bocah itu keluar selamat tanpa luka, kepalanya terlihat penuh debu, tangannya menggenggam kopiah yang sudah lusuh. Masker pemberian petugas menempel di wajahnya untuk melindungi dari debu.

Usai mengevakuasi Yusuf, kini giliran Haical. Medan evakuasi Haical cukup sulit. Aziz bahkan tak bisa melihat tubuh Haical karena terhalang reruntuhan. Tapi, Aziz terus berusaha komunikasi dengan Haical untuk memastikan agar bocah itu masih bertahan. "Gimana perasaanmu Haical? 'masih sakit', ada berapa orang ? 'sendiri'," kata Aziz saat berkomunikasi dengan Haical.

Upaya penyelamatan Haical begitu dramatis. Beton bangunan hanya berjarak beberapa sentimeter dari tubuhnya. Sehingga petugas harus memasang penyangga berupa kayu agar reruntuhan sedikit bisa ditahan. Petugas juga memberi Haical lifting belt agar tubuh bocah itu terlindungi dari material bangunan.

"Gimana enakan Haical ?, coba tangan kiri kamu paksa keluar, dipaksa, 'sakit pak' gak papa, njerito (teriak)," ucap AAziz saat berkomunikasi denga Haical .

"Kita hanya sebatas kontak, karena melihat langsung (tubuh Haical) gak bisa, si Haical ini terhalang (tubuh temannya) yang sudah meninggal," tambah Aziz.

Petugas awalnya hendak mengeluarkan jenazah baru kemudian Haical, tetapi sulit. Sebab, jika jenazah dikeluarkan terlebih dahulu, maka bangunan material akan mengenai tubuh Haical. Sebab jenazah itu lah yang menahan reruntuhan hingga tak mengenai tubuh Haical. "Haical ini ditolong sama jenazah yang ada di sampingnya. Jenazah sebagai penahan bangunan," ungkapnya.

Di tengah proses evakuasi Haical, ada satu hal yang membuat Aziz terenyuh, bocah itu masih mengingat salat wajib. Bahkan, meminta maaf dan mendoakan petugas yang tengah berusah mengevakuasinya.

"Haical jerit-jerit, 'sakit pak, sakit pak. Saya gak bisa wudu' gak papa tayamum, selawatan, 'ayo pak'. Sabar nak, ayo salawatan. 'Minta maaf aku pak, minta maaf, Ya Allah maafkan lah aku, maafkan bapak ini Ya Allah,' didoakan semua," tutur Aziz menceritakan isi komunikasinya dengan Haical.

Sulitnya medan evakuasi Haical, Aziz dan Elvanio pun diskusi dengan Tim SAR lainnya bagaimana cara mengeluarkan Haical dari reruntuhan itu. Akhirnya tim memutuskan untuk membuat gorong-gorong yang langsung menjangkau tubuh Haical. Gorong-gorong sepanjang 4 meter dengan kedalaman 40-50 sentimeter itu dibuat dalam waktu sehari semalam.

"Rencana buat gorong-gorong yang langsung menjangkau Haical, tapi masih gak bisa juga, akhirnya memutuskan kita topang lagi untuk bangunan itu. Kita keluarkan jenazah temannya," sebutnya.

Usai mengevakuasi jenazah temannya, petugas kemudian mengevakuasi Haical. Setalah 48 jam bertahan di bawah reruntuhan, bocah itu pun akhirnya keluar dengan selamat. "Tatapan Haical kosong, badannya kita tutup pakai selimut," tuturnya,

Elvanio menambahkan, tak lama setelah mengevakuasi Haical, tim pun lanjut mengevakuasi Wahyu, Rosi, Putra dan Al Fatih. Suara mereka sebenarnya sudah terdengar di hari pertama, tapi tak lagi terdengar.

"Sebenarnya di hari pertama itu saya mendengar, di dalam itu banyak sekali suara-suara, tapi saya tidak tahu posisinya di mana, saya lapor ke komandan, di sebelah kanan saya ada sekian korban mungkin lebih dari tiga suara, agak jauh lagi masih ada," ujar Elvanio.

Suara mereka berempat terdengar cukup keras pada Rabu (1/10/2025) pagi, saat tim tengah fokus menyelamatkan Haical. Sembari proses evauasi Haical, tim pun membuat lubang untuk evakuasi Wahyu, Rosi, Putra dan Al Fatih. "Keempat korban itu kita bikinkan lubang supaya kita bisa ngasih makanan dan minuman. Kita suruh sabar dulu," ungkapnya.

Setelah proses evakuasi Haical selesai, baru lah tim fokus mengevakuasi Wahyu, Rosi, Putra dan Al Fatih. "Akses mereka ini lebih mudah dari Haical," tutur Elvanio.

Secara bergantian, Wahyu keluar terlebih dahulu, kemudian lanjut Al Fatih, lalu Putra dan kemudian Rosi. Keempatnya keluar dalam keadaan selamat. Namun ada beberapa di antar mereka yang cedera. "Pertama kami mengeluarkan atas nama Wahyu, bergantian, setiap mengeluarkan korban gantian dengan tim lain karena menjaga stamina," sebutnya.

Elvanio dan Aziz pun lega akhirnya para korban yang masih selamat bisa mereka evakuasi. Walaupun ada beberapa korban yang mengalami cedera.

"Kami ditarik dari lokasi kejadian pada Jumat pagi, setelah petugas melakukan evakuasi metode hening menggunakan sound detector dan sudah tak ada korban yang menyahut," ujar Elvanio.

Bagi mereka berdua, penyelamatan ini adalah paling besar yang pernah mereka tangani selama bekerja di DPKP Surabaya. Meskipun proses evakuasi Ponpes Al Khoziny sangat berkesan bagi Aziz dan Elvanio untuk mendapat banyak pelajaran dalam dunia penyelamatan, mereka berharap agar tragedi ini tak terjadi lagi.

Terlebih, setelah mereka tahu ternyata ada 67 orang meninggal dunia dalam tragedi ini. Sebagai tim penyelamat, keduanya merasa prihatin dan berduka.

Editorial Team