Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Cerita dari Balik Asrama, Asa Membangun Manusia Surabaya

Arika (kiri) dan Riski (kanan) yang merupakan penghuni Asrama Bibit Unggul Surabaya. (IDN Times/Khusnul Hasana)

Surabaya, IDN Times - Hari mulai petang, Arika Rahmania (18) duduk bersila di atas kasurnya sembari membuka lembaran demi lembaran buku catatan kuliah. Ruangan berukuran sekitar 7 kali 4 meter itu tampak sepi, hanya dia sendiri di antara kasur-kasur bertingkat yang berjajar. Rekan-rekan Arika sudah lebih dulu meninggalkannya ke ruang makan yang jaraknya sekitar 100 meter dari gedung asrama putri. 

Kamar Arika berada di lantai 3 asrama. Sebentar lagi, dia turun menyusul teman-temannya ke ruang makan. Sebelum itu, lebih dulu dia memasukkan seperangkat alat tulis dan buku ke dalam tas untuk ia bawa turun. Usai makan malam, Arika akan bergegas mengikuti kelas Bahasa Inggris.

Begitulah keseharian Arika dua bulan terakhir di Asrama Bibit Unggul Surabaya selepas pulang kuliah. Ia tak masalah, meski harus jauh dari orangtua. Yang penting baginya adalah bisa belajar dengan tenang tanpa memikirkan biaya kuliah yang mahal. 

“Aku pengin bisa lanjut S2 ke Belanda, biar bisa jadi dosen,” angan Arika. Arika sendiri baru saja menyandang status sebagai mahasiswa S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Surabaya (PGSD Unesa). 

Sebelum berani berangan tinggi bisa kuliah S2, Arika sempat cemas tak bisa melanjutkan pendidikan tinggi. Siswi berprestasi ini khawatir ayahnya yang hanya pedagang pentol dengan penghasilan Rp150 ribu sehari tak bisa menguliahkannya. Sementara, dia masih punya dua adik yang duduk di bangku sekolah. Selain dari ayah, ekonomi keluarganya juga dibantu oleh sang kakak. 

“Saya anak ketiga dari lima bersaudara , saya sempat takut bisa gak ya kuliah, tapi saya tetap semangat, walaupun saya gak bimbel kayak teman-teman yang lain, tapi saya bisa belajar mandiri,” ujar Arika ditemui di Asrama, Senin (4/11/2024). 

Arika saat beraktivitas di kamarnya, di Asrama Bibit Unggul, Surabaya. IDN Times/Khusnul Hasana.

Arika pun nekat mendaftar kuliah. Keinginannya belajar lebih besar dari keresahan soal materi. Jujur, kata Arika, dia belum tahu bagaimana cara membayarnya. Benar saja, saat diterima di Unesa ia kebingungan. Beberapa kali dia telah mengajukan beasiswa, namun tak ada yang menerima. “Saya ingin kuliah, karena saya ingin mengangkat derajat keluarga dan membantu ekonomi mereka,” tutur Arika. 

Dia pun pasrah, tabungan sebesar Rp2,4 juta hasil kerja selama duduk di bangku SMA siap ia korbankan untuk membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) di semester pertama. “Jadi saya waktu SMA itu kerja, ikut tante saya setelah pulang sekolah, terus malamnya baru saya belajar, lumayan seminggu dapat Rp300 ribu,” kata dia. Untuk semester selanjutnya ia tak tahu harus cari uang ke mana. 

Angin segar pun datang, matanya berbinar. Duit Rp2,4 juta tak jadi keluar dari tabunganya. Agustus 2024 lalu, Arika mendapat tawaran beasiswa Pemuda Tangguh dari Pemkot Surabaya. Bahkan, dia juga ditawari tinggal di asrama dengan fasilitas lengkap, makan tiga kali sehari, uang saku, transporasi antar jemput, hingga kelas peningkatan skill. 

“Walau saya sudah dapat beasiswa, orangtua saya tidak lepas tanggungjawab, mereka tetap memberi uang saku, meski tidak banyak. (Beasiswa Pemudah Tangguh) sangat, sangat membantu beban orangtua,” ungkapnya. 

Di gedung yang berbeda, Riski Saputra (19) sibuk di depan layar komputer. Dia terlihat mengotak-atik gambar di layar kaca. Riski cukup gemar membuat poster promosi. Duduk di bangku SMK jurusan bisnis membuatnya harus piwai menguasai keterampilan digital marketing.

Berbeda dengan cerita Arika yang tinggal di Asrama Bibit Unggul karena berasal dari keluarga kurang mampu, kisah Riski bagaikan roller coaster hingga akhirnya terdampar di asrama tersebut. 

12 tahun lalu, saat usianya baru 7 tahun, Riski yang sedang mengalami masalah dalam keluarganya, kabur dari rumah. Dia sempat tinggal dengan orangtua temannya, sampai kemudian nasib membawanya ke Kampung Anak Negeri di Wonorejo, tempat tinggal untuk anak-anak bermasalah sosial. "Orangtua saya berasal dari keluarga menengah,” kata Riski. 

Riski sehari-hari banyak menghabiskan waktunya di depan komputer. IDN Times/Khusnul Hasana

Sejak saat itu, Riski diasuh oleh negara. Orangtuanya bahkan, tak pernah mencarinya. “Saya di Kampung Anak Negeri sejak kelas 1 SD, saya lost contact sampai kelas 4 SD, sejak kelas 4 SD itu mulai hubungan tapi kadang kalau ada problem lost contact lagi, kadang ganti-ganti nomor, kadang bisa dihubungi, kadang gak, terakhir ketemu tahun lalu (2023),” ungkap dia. 

Riski bahkan tak tahu bagaimana nasib orangtuanya sekarang. Kabar terakhir yang dia dengar, ayahnya menikah lagi. Sementara sang ibu pindah rumah tak jauh dari tempat tinggal awal. “Orangtua saya ada, ayah sama ibu sudah cerai, sekarang ayah nikah lagi,” sebutnya. 

Dua bulan lalu, Riski dipindah dari Kampung Anak Negeri ke Asrama Bibit Unggul Surabaya. Ia merupakan satu dari 7 orang siswa yang tinggal di asrama putra, sementara lainnya adalah mahasiwa. 

Kini ia tak mau berpangku pada nasib dan masalah orangtuanya. Ia bahkan memilih memaafkan masa lalunya. “Saya tahu niatnya (orangtua) gak kayak gitu (menelantarkannya), jadi saya merasa ya sudah gak papa lah, walaupun jauh pasti doanya tidak terputus,” tuturnya. 

Di balik hidup yang penuh kepiluan itu, Riski ternyata anak yang cukup cerdas. Dia diterima di SMP Negeri 1 Surabaya. Kemudian lanjut ke SMK Negeri 10, bahkan  mendaftar namanya ada di urutan pertama.

Tak ingin sekadar belajar, di Asrama Bibit Unggul, Riski juga mengembangkan bakatnya di bidang digital marketing. Sampai kemudian berhasil merahi juara 2 kompetisi digital marketing tingkat kota, dan lolos empat besar di tingat provinsi. “(Setelah SMK) kuliah sih pasti, pengin ke Unair kalau gak ke Unesa, pengin melanjutkan jurusan manajemen bisnis. (Cita-cita) penginnya juga jadi dosen, kalau kerja pengin kerja di pemerintahan,” sebutnya. 

Arika dan Riski memang punya cerita yang berada. Tapi, keduanya bernaung pada tembok asrama yang sama, dengan mimpi-mimpi yang yakin pasti bisa diraih. Asrama tempat Arika dan Riski tinggal itu diresmikan Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi pada Senin (26/8/2024) lalu. Kala itu, Eri tak kuasa menahan air mata, saat  merangkul dua anak yang menyambutnya. Ia merasa terharu melihat mereka begitu semangat mendapatkan pendidikan layak walau berasal dari keluarga tak berada.

“Buat bangga wong tuamu (bikin bangga orangtuamu), hari ini kita buktikan, anak-anak (Asrama) Bibit Unggul adalah anak-anak pilihan,” ujar Eri kepada anak-anak Asrama Bibit Unggul sambil menahan air matanya.

Eri Cahyadi saat bersama dia anak Asrama Bibit Unggul Surabaya, Senin (28/8/2024). (Dok. Diskominfo Kota Surabaya)

Eri mengatakan, Asrama Bibit Unggul Surabaya dibangun untuk menyiapkan generasi muda yang unggul dan siap menjadi pemimpin Kota Surabaya di masa mendatang. Pemerintah bekerja sama dengan pengusaha untuk bisa memberikan beasiswa bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. 

“Yang selalu saya katakan, tidak ada batas, tidak ada perbedaan, sehingga kalau ada yang bilang angel dadi wong pinter (sulit jadi orang pintar), dadi wong berhasil karena ono (jadi orang yang berhasil karena dari keluarga berada). Tapi kita buktikan nanti dari Asrama Bibit Unggul akan menjadi pemimpin di Kota Surabaya yang luar biasa,” pesan Eri. 

Anak-anak yang tinggal di Asrama Bibit Unggul tidak hanya menerima pendidikan akademik, tetapi juga dilatih melalui sekolah kebangsaan. Mereka dibina untuk menjadi disiplin dan mandiri selama tiga tahun hingga lulus dan memasuki dunia kerja.

"Ini adalah impian warga Kota Surabaya, agar anak-anak dari keluarga tidak mampu memiliki kesempatan meraih cita-cita setinggi langit dan mampu mengangkat derajat keluarganya," tuturnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya, Anna Fajrihatin menyatakan, saat ini ada sekitar 168 anak yang mengikuti program pendidikan "1 Keluarga 1 Sarjana" di Asrama Bibit Unggul. Mereka sedang menempuh pendidikan tinggi di berbagai kampus, mulai dari Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan (Poltekes Kemenkes), Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Hang Tuah, Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Surabaya (Stiesia), Universitas Pembangunan Negeri (UPN) Jatim, STIE Perbanas, Universitas Negeri Surabaya (Unesa), hingga Universitas Surabaya (Ubaya). Dari 168 anak itu, 7 di antaranya masih duduk di bangkus sekolah menengah.

"Mereka yang berkuliah di Hang Tuah dan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) diantar menggunakan Suroboyo Bus. Sementara untuk kelas Poltekkes Kemenkes, dibuka langsung kelas di Asrama Bibit Unggul," tutur dia.

Pemkot Surabaya menyediakan berbagai fasilitas dan ruang di Asrama Bibit Unggul. Di antaranya, ruang pembelajaran, ruang kreasi, ruang makan, hingga lapangan olahraga seperti futsal dan basket. "Anak-anak yang tinggal di Asrama Bibit Unggul juga kami beri kesempatan untuk mengembangkan bakat. Mulai dari musik, melukis dan berbagai kegiatan kreatif lainnya. Kami berharap asrama ini dapat mencetak generasi muda yang luar biasa," imbuhnya.

Di samping itu, Anna menyebutkan bahwa pihaknya juga dibantu alumni Stikes Hang Tuah Surabaya dalam mendidik anak-anak di Asrama Bibit Unggul. Mereka akan membantu mendampingi hingga membimbing anak-anak di asrama selama 24 jam.

"Asrama ini akan menjadi pusat pendidikan bagi anak-anak, mulai dari bangun pagi, berkuliah hingga aktivitas lainnya. Ini juga tempat untuk membentuk jiwa dan empati anak-anak dalam mewujudkan generasi yang hebat," ungkap Anna.

Asrama Bibit unggul menjadi satu dari sekian program Pemerintah Kota Surabaya dalam upaya meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Dengan harapan, selain bisa mencetak manusia-manusia yang berkualitas, juga mengurangi angka kemiskinan di Kota Pahlawan. 

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kota Surabaya, Irvan Wahyudrajat mengatakan, Pemerintah Kota Surabaya telah merancang berbagai strategi efektif untuk meningkatkan IPM melalui pendekatan yang terpadu di bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi dengan target IPM di angka 84,20 pada tahun 2024. 

Strategi peningkatan IPM di bidang pendidikan dilakukan dengan fokus meningkatkan Harapan Lama Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) melalui berbagai program. Mulai dari pendidikan gratis serta seragam untuk siswa SD dan SMP. 

“Kemudian pemberian beasiswa kepada 22.025 siswa SMP yang berasal dari keluarga miskin melalui program CSR selama 4 tahun terakhir dengan total anggaran sebesar Rp24,9 miliar,” ujar Irvan. 

Selain itu, sejak tahun 2023, Pemerintah Kota Surabaya mengalokasikan anggaran untuk penyediaan 42.000 beasiswa pemuda tangguh bagi pelajar SMA/SMK/MA, dengan total anggaran sebesar Rp120,2 miliar. Pemerintah Kota Surabaya juga menggelontorkan dana untuk 9.154 beasiswa bagi mahasiswa perguruan tinggi selama 3 tahun terakhir dengan total anggaran sebesar Rp122,1 miliar.

Lebih lanjut, 3.964 beasiswa bagi penghafal kitab suci semua agama di jenjang TK, SD dan SMP telah disediakan selama 3 tahun terakhir. “Beasiswa ini memastikan siswa dari keluarga kurang mampu tetap mendapatkan akses pendidikan berkualitas,” ungkap dia.

 

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Surabaya. Dok. Pemkot Surabaya

Kemudian, terdapat beasiswa S1 untuk 585 Tenaga Pengajar PAUD guna mendukung peningkatan dan pemerataan stratifikasi kompetensi untuk tenaga pengajar PAUD. Serta penyelenggaraan pendidikan kesetaraan Kejar Paket A, B, dan C  yang ekuivalen dengan Pendidikan Formal SD, SMP dan SMA, program kejar paket A, B, dan C dilaksanakan melalui 24 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan 1 Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) yang tersebar di 22 Kecamatan di Kota Surabaya. "Upaya ini bertujuan untuk mempercepat peningkatan kualifikasi pendidikan bagi masyarakat,” kata Irvan. 

Berbagai strategi yang dilakukan pemerintah itu ternyata berbuah manis, indeks pendidikan Kota Surabaya mengalami peningkatan. Berdasarkan data BPS, indeks pendidikan Kota Surabaya pada 2019 lalu adalah 0.76, kemudian di tahun 2020 hingga 2022 tidak mengalami kenaikan atau tetap yakni 0,76. Namun pada tahun 2023, indeks pendidikan mengalami peningkatan yang cukup signifikan yakni 0,77. 

Indeks pendidikan menjadi salah satu faktor peningkatan IPM. Terbukti, dengan meningkatnya indeks pendidikan, IPM Kota Surabaya menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan,dari 82,94 pada tahun 2021 menjadi 83,32 pada tahun 2022, dan 83,99 pada tahun 2023.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Faiz Nashrillah
EditorFaiz Nashrillah
Follow Us