Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG-20251118-WA0119.jpg
Pasar Burung Dolly mangkrak. (IDN Times/Khusnul Hasana)

Intinya sih...

  • Pemkot Surabaya akan bangkitkan lagi UMKM di eks lokalisasi Dolly untuk cegah prostitusi kembali.

  • Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi perintahkan evaluasi sentra UMKM dan wisata edukasi agar ramai.

  • Program wisata edukasi di eks lokalisasi Dolly akan digerakkan melalui kolaborasi dengan Karang Taruna dan alokasi anggaran Rp 5 juta pada tahun 2026.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Surabaya, IDN Times - Pemerintah Kota Surabaya bakal membangkitkan lagi Usaha Mikro Kecil dan Mencegah (UMKM) di kawasan eks lokalisasi Dolly. Hal tersebut untuk mencegah praktek prostitusi bangkit kembali.

Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi mengatakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya tengah melakukan evaluasi agar sentra UMKM dan wisata edukasi di eks lokalisasi Dolly kembali ramai. Sehingga warga bisa memiliki kegiatan yang positif dan menghasilkan.

“Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan (Dinkopumdag), saya perintahkan untuk mengevaluasi semua Sentra Wisata Kuliner (SWK) dan UMKM. Jika tempatnya sepi, maka jenis dagangan (komoditas) harus diubah dan disesuaikan dengan kebutuhan pasar,” ujar Eri, Sabtu (22/11/2025).

Sementara itu, untuk program wisata edukasi di eks lokalisasi Dolly akan kembali digerakkan melalui kolaborasi dengan Karang Taruna dan komunitas pemuda setempat. Hal ini sejalan dengan rencana alokasi anggaran Rp 5 juta pada tahun 2026 untuk anak-anak Gen Z di masing-masing wilayah untuk menggerakkan wisata edukasi lokal.

"Kita tidak ingin Pemkot yang menggerakkan, tapi pemuda di sana (Karang Taruna) yang menempati dan menggerakkan wisata edukasinya supaya mereka juga ikut memiliki dan menjaga,” jelas Eri.

Seperti diketahui, UMKM di eks lokalisasi Dolly telah mati suri. Beberapa bahkan telah gulung tikar.

Pegiat UMKM Dolly, Jarwo mengamino bahwa UMKM Dolly kini mulai loyo. Usaha Jarwo sendiri misalnya, beberapa tahun mulai mengalami penurunan.

"Tahun lalu produksi tempe satu hari bisa 25 kilogram kedelai, sekarang hanya 15 kilogram," ungkapnya.

Selain memproduksi tempe, dulu Jarwo juga turut aktif menggeliatkan wisata Gang Dolly, ia melayani wisatawan yang ingin trip edukasi ke bekas lokalisasi terbesar di Asia Tenggara itu. Wisatawan akan ia ajak mengunjungi UMKM yang dulunya pernah jadi tempat prostitusi, mereka akan mendapat cerita bagaimana dulu Dolly bernafas hingga bertransformasi jadi pusat wisata edukasi.

"Dulu waktu ada trip edukasi wisata itu jalurnya pertama di SWK Studio, ke tempat produksiku yang dulu, jalan ke Kampung Orumy, ke Samijali, kampung batik terus tempat oleh-oleh," ungkap dia.

Sembari trip, wisatawan bisa mengikuti workshop dengan harga yang bervariasi. "Dulu ada paketan, melaku-melaku itu Rp20 ribu, kalau sama workshop Rp150 ribu, kunjungan ke UMKM-UMKM, itu Rp65 ribu," tuturnya.

Tapi, semakin tahun jumlah kunjungan dari wisatawan semakin merunun. Bahkan dua tahun terakhir, Jarwo sama sekali tak menerima kunjungan dari siapapun. Seiring berjalannya waktu, karena wisatawan makin tak ada, UMKM di Dolly pun satu persatu gulung tikar.

"Mau adakan trip lagi, tapi tempat oleh-oleh sekarang sudah gak ada, DS poin, yang dulu pusat oleh-oleh Dolly itu sudah tutup, UKM Samijali juga sekarang sudah gak produksi, Kampung Orumy juga sekarang gak produksi," jelas Jarwo.

Menurut Jarwo, mereka tak bertahan lama karena kurangnya pendampingan dari pemerintah, "Dari pemerintah kurang adanya pendampingan," tuturnya.

Jarwo pun tak lagi aktif di kelompok sadar wisata (Pokdarwis) Gang Dolly. Itu karena, dia merasa bergerak sendiri tanpa ada dukungan dari manapun. "Aku ketua Pokdarwis, mengundurkan diri 2 tahun lalu, tahun 2023, aku capek, kok gak ada suport dari teman-teman," pungkasnya.

Editorial Team