Tim Kajian Epidemiologi FKM Unair Dr. Windhu Purnomo saat konferensi pers di Gedung Negara Grahadi, Jumat (8/5). Dok Istimewa
Windhu melanjutkan, dalam penanganan cacar monyet ini, Pemerintah Indonesia telah siap, bahkan sudah dicehah sejak tahun 2019, dimana kala itu terdeteksi kasus cacar monyet di Singapura. Kementerian Kesehatan RI sudah memiliki panduan terkait bagaimana pelaksanaannya.
Meski begitu, Pemerintah tetap harus melakukan berbagai upaya dalam penanganan cacar monyet. Seperti melakukan komunikasi publik yang baik, agar masyarakat paham terkait gejala-gejala cacar monyet.
"Sehingga, mereka bisa segera melaporkannya dan dapat dites sebagai suspek. Karena gejala cacar monyet ini mirip seperti cacar air dan campak, publik harus diberitahu untuk tidak boleh meremehkan dan segera melaporkannya ke petugas kesehatan di puskesmas atau rumah sakit," sebutnya.
Kedua adalah menjaga pintu-pintu masuk negara seperti bandara dan pelabuhan. Jika terdeteksi suspek harus segera tes PCR. Satu hal lain yang Windhu tekankan bahwa cacar monyet ini bukan penyakit LGBTQ+. Sekalipun penelitian menunjukkan bahwa penyebaran utama cacar monyet di wilayah Eropa itu pada kalangan homoseksual, harus dipahami bahwa penyebarannya tidak ada hubungannya dengan orientasi seksual.
“Jadi pemberitaan seperti itu harus dibetulkan, karena nanti akan menimbulkan stigma dan diskriminasi. Penyebaran cacar monyet ini melalui sentuhan, ya siapa saja bisa kena entah itu orientasinya homoseksual atau heteroseksual,” tutupnya