Bom Surabaya, Aksi Terorisme yang Sia-sia

Surabaya, IDN Times - Seperti minggu-minggu sebelumnya, Wenny Angelina bersama dua jagoannya, Nathanael Ethan (9) dan Vincentius Evan (11) berangkat ke gereja untuk menunaikan misa pada Minggu (13/5). Tak hanya dengan kedua putranya, seorang keponakan juga turut dalam rombongan Wenny menuju Gereja Santa Maria Tak Bercela, Surabaya.
Dari rumah yang berada di daerah Barata Jaya, mereka hanya perlu butuh sekitar 10 menit menuju lokasi. Sekitar pukul 07.15 WIB, mereka pun tiba di gereja yang terletak di daerah Ngagel tersebut. Turun dari mobil, Wenny menggandeng kedua tangan putranya.
Namun, baru berjalan sekitar satu meter, sebuah motor yang berada di belakang mobil mereka meledak. Seketika suasana menjadi kacau. “Aku baru turun dari mobil, baru beberapa langkah, kemudian yang aku dengar cuma si kecil nangis,” ungkap Wenny kepada IDN Times.
Maklum, ledakan yang terdengar hingga dua kali tak hanya memekakkan telinga, fungsi pendengaran beberapa korban bahkan terganggu hingga hari ini.
Sebagai seorang ibu, ledakan di Gereja Santa Maria pagi itu menjadi insiden yang begitu menyayat hati. “Sedih ya pasti, nangis ya nangis, ibu mana yang tidak menangis ketika kehilangan dua anaknya sekaligus,” tuturnya.
Tujuh bulan usai kepergian anaknya, perempuan berusia 38 tahun itu pun mengaku masih kerap dikoyak rindu. Memandangi pakaian dan kotak mainannya menjadi cara Wenny melepas duka yang amat mendalam.
“Aku kadang sama suami kalau ke mall, lihat anak kecil pakaiannya sama, aku masih sedih, akhinya ya sudah gak jadi ke mallnya, kami langsung pulang,” tambah Wenny. Kendati begitu, istri dari Erry Hudojo ini mengaku sudah merelakan kepergian kedua anaknya.
“Mereka kan ikut sama Tuhan juga. Biar mereka ke surganya gak ada hambatan, aku gak boleh ada dendam.”
Raut wajah sang buah hati, penghapus segala amarah
Tak hanya luka hati, bagian tubuh sebelah kiri Wenny pun terluka parah. Bahkan, hingga hari ini, tangan kirinya masih merasakan sakit. “Ada serpihan bom yang gak bisa diambil di tanganku, kalau diambil bisa hancur tanganku. Kalau dipegang kayak kesetrum, kalau cuaca dingin lebih sakit lagi,” ungkapnya.
Akan tetapi, ia bersyukur hatinya sudah tidak lagi mendera luka. Rasa jengkel akibat praktik agama yang menyimpang sempat menghantui Wenny. Dirinya mengaku heran bila aksi bom bunuh diri yang menewaskan orang tidak berdosa justru dilakukan atas nama agama.
Selama tiga hari, Wenny masih dibayang-bayangi wajah pelaku yang melintas tepat di belakangnya. “Aku waktu itu ingat banget mukanya gimana, pakai baju apa. Kalau dikasih unjuk gambarnya, aku ingat banget. Tapi sekarang ya sudah lupa.” Baginya, jika hal tersebut berlanjut, artinya dia tidak bisa menerima takdir Sang Maha Kuasa.
Wenny menceritakan, “Aku pas minggu itu masih mangkel, kenapa kok mereka jahat banget. Sampai Selasa aku pengen ketemu anak-anakku, melihat mereka dimasukkan ke dalam peti. Setelah itu, semua rasa mangkel aku hilang.”