Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ketua Tim TATAK, Imam Hidayat saat ditemui di Mapolres Malang. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Malang, IDN Times - Ketua Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK) mempertanyakan kenapa bisa terjadi P-19 terhadap berkas penyidikan mantan Dirut (Direktur Utama) PT Liga Indonesia Baru (LIB) Ahmad Hadian Lukita. Ia jadi semakin ragu dengan profesionalitas penyidik di Polda Jawa Timur.

"Kalau dari laporan Model A itu Saudara Lukita sebagai mantan Dirut PT LIB dibebaskan karena berkasnya kurang lengkap. Saya lihat kerja-kerja polisi ini tidak profesional, amatiran, dan tidak ada keseriusan," tetang Ketua TATAK, Imam Hidayat saat dikonfirmasi pada Jumat (23/12/2022) di Mapolres Malang.

Imam curiga, ada pihak-pihak yang mengharapkan Hadian Lukita bebas. Pasalnya dari keenam tersangka yang sidha ditetapkan tersangka, hanya dirinya yang berkasnya tidak lengkap.

"Artinya dengan kekurangan keterangan ahli dari berkasnya Si Lukita, menurut selera polisi saya menduga ada hal-hal yang dikehendaki agar Saudara Lukita itu bebas demi hukum karena masa hukumannya sudah habis," tegasnya.

1. Menolak laporan Model A Tragedi Kanjuruhan

Aparat keamanan menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu malam (1/10/2022). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Meskipun 5 orang sudah ditetapkan P-21 oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Imam dan Aremania menyatakan menolak laporan tersebut.

"Tapi kita tidak mau ambil pusing, karena kita tolak laporan Model A. Lalu kita kawal terus laporan Model B Pasal 338 KUHP dan Pasal 340 KUHP," tegasnya.

Ia berkeyakinan bahwa laporan Model B yang Devi Athok dan ia ajukan di Satreskrim Polres Malang adalah yabg terbaik. Karena mewakili 135 korban meninggal dan 700 lebih korban luka-luka dalam tragedi tersebut.

"Kemudian sebagai jalan keluar konflik of interest antara laporan Model A dan Model B yang tumpang tindih, saya kira sudah waktunya mendesak agar Bapak Joko Widodo lebih serius memperhatikan perkara ini. Salah satunya dengan mengeluarkan Perpu (Peraturan Pemerintah) untuk menggantikan Undang-undang untuk membentuk tim penyidik independen sesuai dengan rekomendasi TGIPF," ujarnya.

2. Meminta Jokowi turun tangan

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. (Instagram/Jokowi)

Lebih lanjut, Imam meminta agar Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo agar turun tangan. Ia membandingkan kasus Tragedi Kanjuruhan yang seolah-olah dianaktirikan, sementara kasus Ferdy Sambo menjadi perhatian nasional.

"Ada 135 nyawa ini kan jadi perhatian internasional. Kalu Presiden kita gak turun ya bagaimana. Sebuah negara yang mengklaim sebagai negara hukum, tapi penanganannya kurang serius," jelasnya.

"Saya mohon Bapak Joko Widodo yang baik hati, agar kita rakyat Indonesia, rakyat sampean, 135 nyawa melayang dengan sia-sia. Bahkan dari kasus Sambo yang satu nyawa sudah menasional, sedangkan kita 135 nyawa ini kayaknya kurang diperhatikan," imbuhnya.

3. Alasan menolak laporan Model A

Rizal Adhi Pratama

Imam menjelaskan alasan dirinya dan Aremania menolak laporan Model A Tragedi Kanjuruhan. Menurutnya laporan ini tidak memanusiakan para korban yang jatuh.

"Kalau laporan Model A saya kira terlihat seperti dipacu untuk segera disidangkan dengan dakwah Pasal 359 KUHP dan Pasal 360 KUHP. Inilah yang kita tolak P-21 karena sangat jauh dari rasa kemanusiaan, supremasi hukum terasa dilecehkan," pungkasnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team