Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Bencana di Jatim Terus Meningkat, WALHI Beberkan Penyebabnya

Ilustrasi banjir (IDN Times/Arief Rahmat)

Surabaya, IDN Times - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyebut, bencana hidrometeorologi di Jawa Timur (Jatim) mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Data BNPB mencatat, tahun 2013-2014 terdapat 233 bencana. Kemudian bertambah menjadi 297 bencana selama 2015.

Tak sampai di situ, bencana hidrometeorologi semakin meningkat menjadi 404 bencana pada 2016. Lalu, 434 bencana pada tahun 2017, 455 bencana pada 2018 dan bertambah lagi menjadi 620 bencana pada 2019. WALHI Jatim melihat peningkatan risiko kerentanan bencana disebabkan oleh perilaku antropogenik.

"Salah satu faktor penyumbang perubahan iklim dan kerentanan bencana, memunculkan sebuah keniscayaan bahwa perubahan iklim antropogenik akan meningkatkan beberapa bencana hidrometeorologi dan dampak kesehatan yang terkait," ujar Manajer Kampanye WALHI Jatim, Wahyu Eka dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Selasa (2/2/2021).

1. Ratusan ribu hektare hutan primer Jatim disebut hilang

ilustrasi daerah tropis (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)

Apabila merujuk pada data milik Global Forest Watch, Eka menyampaikan bahwa pada  2001 Jatim mempunyai 232.000 hektare hutan primer yang membentang di lebih dari 4,8 persen luas daratannya. Namun pada  2019, hutan primer hilang sekitar 439 hektare setara dengan 255 kt emisi CO₂.

Parahnya lagi, selama 2001-2019 Jatim telah kehilangan 84.500 hektar tutupan pohon. Luas itu setara dengan penurunan 4,4 persen tutupan pohon sejak 2000, dan 36,3 juta ton emisi CO₂. Ada lima daerah teratas yang bertanggung jawab atas 54 persen, dari seluruh kehilangan tutupan pohon antara tahun 2001 dan 2019.

"Banyuwangi 15.800 hektare, Jember 12.200 hektare, Malang 8.780 hektare, Bondowoso 4.740 hektare dan Tulungagung 3.860 hektare," beber dia.

2. Imbau pemerintah ajak masyarakat, akademisi, dan praktisi untuk bikin kebijakan

Ilustrasi Longsor (IDN Times/Mardya Shakti)

Melihat data tersebut, Eka meminta pemerintah pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota mencari penyebab kerentanan bencana di wilayahnya secara bersama-sama. Kemudian menyusun kebijakan yang berbasis pada sains dan realitas. WALHI juga menyinggung soal izin tambang di hutan dan kawasan pesisir selatan Jatim.

"Pemerintah harus bekerja sama dengan masyarakat, akademisi, dan praktisi. Transparan dan demokratis untuk mengumpulkan bukti serta mengembangkan strategi untuk melindungi wilayah dari kehancuran, tingginya resiko bencana, dan tingginya ancaman kesehatan dari cuaca ekstrem dan peristiwa iklim," ungkap Eka.

3. Karena manajemen risiko bencana masih kurang

Ilustrasi siswa (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

Lebih lanjut, Eka juga mengkritik tentang manajemen risiko bencana yang tidak mempertimbangkan perubahan iklim. Padahal, itu sangat penting untuk mengurangi risiko bencana jangka panjang.

"Karena kebutuhan, fokus mereka adalah pada pencegahan, respons, dan pemulihan dari berbagai peristiwa, tidak semua terkait iklim dengan lebih sedikit perhatian pada risiko jangka panjang," ucap Eka.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dida Tenola
EditorDida Tenola
Follow Us