Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Belum Jelasnya Pemungutan Suara Bagi Pasien COVID-19

Ilustrasi Ruang Isolasi. IDN Times/Sunariyah

Surabaya, IDN Times - Pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Surabaya tinggal menghitung hari. Pesta demokrasi di tengah pandemik ini tentu perlu menjadi perhatian khusus. Berbagai detil teknis harus diperhatikan agar tidak ada celah terjadinya penularan COVID-19. Apalagi, pasien COVID-19 tetap memiliki hak suaranya dan bisa ikut memilih.

Sayangnya, hingga saat ini jaminan keamanan bagi para petugas di lapangan utamanya Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) masih belum jelas. Para KPPS ini lah yang nantinya akan 'mengorbankan' diri berpotensi tinggi terpapar COVID-19 saat harus mengambil suara dari para pasien.

1. Petugas KPPS akan masuk ke ruang isolasi untuk memungut suara pasien COVID-19

Ilustrasi Pilkada Serentak 2020 (IDN Times/Arief Rahmat)

Komisioner KPU Kota Surabaya Divisi Teknis Penyelenggaraan Soeprayitno menerangkan, KPU memang sudah memiliki layanan jemput bola. Dengan layanan ini, pasien atau petugas medis di rumah sakit tak perlu datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS). Melainkan, KPPS dari TPS terdekatlah yang akan melaksanakan pemungutan suara di sana. Termasuk pada pasien COVID-19.

Pria yang akrab disapa Nano ini menjelaskan bahwa pasien COVID-19 yang berada di ruang isolasi akan menjadi salah satu target layanan jemput bola. Nantinya, salah satu petugas KPPS dari TPS terdekat yang telah mengenakan hazmat akan masuk ke ruang isolasi, memberikan surat suara serta sarung tangan, lalu membawa kembali surat suara tersebut.

"Satu petugas KPPS kami ada yang mengenakan baju hazmat. Yang menggunakan baju hazmat hanya satu," ujarnya saat dihubungi IDN Times, Sabtu (5/12/2020).

2. KPU belum tahu APD apa yang akan dipakai petugas KPPS saat masuk ruang isolasi

Ilustrasi ruang isolasi pasien COVID-19. (ANTARA FOTO/Jojon)

Namun, Nano juga tak mengetahui pasti Alat Pelindung Diri (APD) apa saja yang mereka perlukan agar bisa masuk ke dalam ruang isolasi pasien COVID-19. Pihaknya hanya mendapatkan jatah satu baju hazmat level 1 yang tentu saja tak bisa menjamin keamanan di dalam ruang penuh virus corona itu.

"Saat di rumah sakit mekanismenya petugas kita menggunakan baju hazmat yang ada. Layanan oleh petugas dari TPS terdekat. Nah, di medis itu seperti apa untuk masuk ruang isolasi itu. Kita gak tahu apakah (level) 1 atau 3. Cuma baju hazmat yang ada di kita itu lapis (level) 1 saja," tuturnya.

Selain itu, surat suara yang sudah masuk ke dalam ruang isolasi tersebut langsung dimasukkan ke dalam amplop/kotak suara tanpa disterilisasi terlebih dahulu. Padahal berdasarkan berbagai penelitian, virus corona tetap bisa hidup di berbagai medium seperti kertas, besi, bahkan udara dalam jangka waktu tertentu. Hal ini menjadi potensi tersendiri dalam transmisi virus yang berujung pada penularan COVID-19.

"Gak (disemprot). Nanti kan kita bagikan sarung tangan bersamaan dengan surat suara itu. Langsung dimasukkan ke amplop. Jadi si pasien ini tidak langsung menyentuh surat suara karena ada sarung tangan yang digunakan," sebutnya.

3. Pemungutan suara bergantung izin dari rumah sakit

Ilustrasi kotak suara (IDN Times/Rehan)

Hingga saat ini, Nano pun sebenarnya belum yakin atas teknis pemungutan suara bagi pasien COVID-19 ini. Ia masih menunggu konfirmasi dari rumah sakit apakah mereka memperbolehkan atau tidak dilaksanakannya sistem jemput bola pemungutan suara bagi pasien COVID-19 itu.

"Siapa yang masuk? Nah itu pertanyaannya. Boleh gak rumah sakit? Pada prinsipnya ada layanan itu, tapi rumah sakit mengizinkan atau tidak? Bagaimana dengan risiko penularan terhadap petugas kami? Itu juga harus ditanyakan ke petugas kami," ungkapnya.

4. RS Unair tak menyarankan adanya pemungutan suara bagi pasien COVID-19

ristekbrin.go.id

Sementara itu, RS Universitas Airlangga sebagai salah satu rumah sakit rujukan COVID-19 terbesar di Surabaya mengaku belum menerima permohonan dari KPU Surabaya terkait pelaksanaan pemungutan suara bagi pasien COVID-19 ini. Namun yang pasti, hal tersebut amat tidak disarankan karena berpotensi tinggi menularkan virus corona kepada KPPS yang masuk ke dalam ruang isolasi.

"Meski sudah pakai baju hazmat itu tidak pasti akan aman. Mungkin dia gak tahu ngelepasnya gimana, malah kena. Atau waktu masang juga gak pas," sebut Jubir Satgas Corona Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA), dr Alfian Nur Rosyid.

Selain itu Alfian juga mengingatkan bahwa ruang isolasi adalah tempat paling berbahaya lantaran virus corona berkumpul dalam satu ruangan. Meski pasien memakai masker saat ditemui, virus sudah menempel di mana-mana bahkan melayang di udara. Melakukan pemungutan suara apalagi tanpa sterilisasi surat setelah masuk ke ruang isolasi adalah sebuah pilihan yang tak tepat.

5. RSDL Indrapura siap sedia

Peresmian RS Lapangan COVID-19 di Jalan Indrapura, Surabaya, Selasa (2/6). Dokumentasi Humas Pemprov Jatim.

Di sisi lain, Rumah Sakit Darurat Lapangan (RSDL) Indrapura sebagai rumah sakit pemerintah tentu tak bisa mengelak jika ada permohonan dari KPU. Dokter ahli RSDL Indrapura dr Christrijogo Sumartono mengatakan bahwa sebenarnya pihaknya siap-siap saja jika akan ada pemungutan suara di sana. Namun senada dengan Unair, kontak erat terhadap pasien COVID-19 merupakan risiko tertinggi dalam penularan COVID-19.

"Baju hazmat itu urutan terendah dalam pencegahan penularan virus. Sebenarnya yang paling tinggi adalah eliminasi intensitas kontak dengan virus apalagi pembawa virus," tegasnya.

Share
Topics
Editorial Team
Fitria Madia
EditorFitria Madia
Follow Us