Dosen Universitas Brawijaya, sekaligus pendiri Nusantara Culture Academy (Nica), Dr Umi Salamah, M.Pd (tengah) sedang menjelaskan manfaat berkebun kepada masyarakat sekitar hutan KPH Banyuwangi Utara. IDN TImes/Mohamad Ulil Albab
Dosen Universitas Brawijaya, sekaligus pendiri Nusantara Culture Academy (Nica), Dr Umi Salamah, M.Pd menjelaskan kepada masyarakat bagaimana model pertanian di Indonesia mulai banyak bergeser sejak era Pendudukan Belanda dan periode Orde Baru.
Menurutnya, budaya bercocok tanam yang dilakukan secara kolektif, gotong-royong mulai ditinggalkan dengan kepentingan pemilik modal. Sehingga petani hanya menjadi pekerja, bukan menanam untuk dirinya sendiri.
"Petani jadi objek, bukan jadi subjek, sehingga hanya jadi buruh, petani akhirnya cuek dengan petani. Kalau moda sosio budaya dilakukan dengan gotong royong, jadi yang menanam penduduk, dan itu milik penduduk yang akan dirawat setiap hari," terangnya.
Pohon sawo kecik sendiri, kata Umi, memiliki banyak manfaat. Selain buahnya yang enak dan manis, pohon sawo kecik bisa berusia hingga ratusan tahun, serta memiliki akar dan batang yang kuat sehingga cocok menjadi bahan kerajinan souvenir. Pohon tersebut juga masih tergolong jarang ditemui dan dibudidayakan di masyarakat.
"Usia pohon bisa sampai ratusan tahun, kalau digunakan reboisasi bisa bertahan. Batang kuat, akar kuat dan bagus buat bahan souvernir, karena awet tidak mudah rusak. Buah mengandung fosfor yang baik untuk tubuh, bisa menghilangkan bau mulut, putri raja sejak era Majapahit sudah suka mengkonsumsi itu. Jadi sawo kecik waktu era kerajaan banyak ditanam," katanya.