Asa Petani Tembakau di Lereng Gunung Wilis Madiun

Intinya sih...
Petani di lereng Gunung Wilis memulai panen tembakau setelah menanam pada Februari-Maret 2025.
Hasil panen diprediksi meningkat, tetapi petani masih menghadapi ancaman serangan hama ulat yang sulit dikendalikan.
Tembakau langsung dijual ke pabrik mitra setelah dijemur, dengan total luas lahan mencapai 122 hektar di Kecamatan Kare.
Madiun, IDN Times – Udara sejuk lereng Gunung Wilis tidak hanya menyimpan panorama hijau, tapi juga menjadi napas bagi ribuan tanaman tembakau yang kini mulai memasuki musim panen. Di Desa Bolo, Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun, Jawa Timur geliat petani tembakau kembali terasa pada Juni 2025.
Berikut deretan fakta menarik dari asa para petani tembakau di lereng Wilis yang tak kenal lelah membudidayakan hasil bumi penuh tantangan ini:
1. Mulai panen, setelah ditanam Februari-Maret
Para petani di Kecamatan Kare mulai memanen tembakau mereka sejak akhir Juni 2025. Penanaman dilakukan lebih awal, yaitu sekitar akhir Februari hingga Maret, mengikuti arahan mitra dari perusahaan pengolahan.
2. Hasil panen diprediksi meningkat
Petani seperti Yulianto (36) mengaku bersyukur karena cuaca yang bersahabat sepanjang musim tanam. Ia memperkirakan bisa memanen hingga 1 ton tembakau kering dari 10 ribu batang yang ditanam.
“Panen bisa 2 sampai 3 minggu. Hasilnya lumayan, sekitar 8–9 kuintal, bahkan bisa lebih,” ujarnya.
3. Ancaman serangan hama ulat
Kendati cuaca mendukung, Yulianto menyebutkan ada satu musuh utama yang masih sulit dikendalikan, yaitu hama ulat. Hewan ini menyerang daun tembakau dan membuatnya berlubang, meskipun telah dilakukan penyemprotan. "Sulit ditangani, masih membandel. Daun jadi rusak,” keluhnya.
4. Tak perlu dirajang, dijemur lalu dijual
Berbeda dengan tembakau di daerah lain, hasil panen di Desa Bolo tidak melalui proses perajangan. Setelah dijemur, tembakau langsung dijual ke pabrik yang sudah menjadi mitra tetap para petani.
5. Luas lahan mencapai 122 hektar di Kecamatan Kare
Menurut Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Madiun, total luas lahan tembakau di Kecamatan Kare mencapai 122 hektar, dengan Desa Bolo menyumbang 12 hektar di antaranya.
"Kondisi tanah di lereng tidak memiliki banyak sumber air, tapi tahun ini terbantu karena kemarau basah,” ujar Kabid Perkebunan, Imron Rasidi.
6. Tanaman tembakau butuh air, tapi tidak boleh tergenang
Imron menjelaskan, tanaman tembakau cukup unik. Ia butuh air untuk tumbuh, tetapi jika air terlalu banyak dan menggenang, tanaman justru bisa mati. Inilah alasan mengapa penanaman di lereng pegunungan bisa lebih berhasil jika cuaca mendukung.
7. Petani di wilayah dataran masih menunggu cuaca kering
Berbeda dengan Kare yang sudah panen lebih awal, petani tembakau di dataran seperti Desa Ngale, Kecamatan Pilangkenceng, masih menunggu waktu yang tepat untuk mulai menanam karena curah hujan yang belum reda.
Panen penuh harap di lereng Gunung Wilis bukan sekadar hasil kerja keras, tetapi juga bentuk ketangguhan petani yang bersahabat dengan alam. Asa mereka, adalah nafas ekonomi lokal yang terus tumbuh meski dihantam tantangan.