ilustrasi wayang (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)
Arga bukan satu-satunya dalang cilik asal Mojokerto. Satu teman Arga, yakni M. Sabiq Khoiron yang usianya lebih mudah dari Arga juga tampil di Cak Durasim. Sabiq masih berusia sembilan tahun.
Sama seperti Arga, Sabiq mulai belajar mendalang lewat ekstrakurikuler di SD Negeri Banyu Legi Mojokerto. Ia juga mengaku senang dengan dunia perawayangan. "Iya seneng kak," kata Sabiq.
Proses pembibitan dalang cilik ini, memang dilakukan oleh SD Negeri Banyulegi, Dawarblandong, Mojokerto. Di sekolah tersebut, ada ekstrakurikuler karawitan.
Wali Murid SDN Banyu Legi, Ndawar Blandong, Munir mengatakan ekstrakurikuler tersebut menjadi salah satu ekstrakurikuler yang paling menonjol. Di ekstrakurikuler itu anak-anak dibebaskan memilih ingin menjadi apa saja, ada yang menjadi dalang, pemusik dan lain sebagainya.
"Mereka boleh mengeksplore, mereka diminta pegang alat. Kalau dalang, semua alat harus bisa," tutur Munir.
Pembinaan dalang cilik berbeda dengan dalang dewasa. Cerita yang mereka bawakan disesuaikan dengan anak-anak, bahkan bahasanya juga. "Jadi bukan hanya bahasa jawa ngoko, tapi campuran," kata dia
Tak cuma di sekolah dasar, proses pembinaan dalang cilik ini dilakukan secara berjenjang. Ketika dalang cilik ini lulus dari SDN Banyulegi, mereka akan sekolah di SMP Negeri Dawarblandong Mojokerto. Usai dari SMP Negeri Dawarblandong, dalang cilik itu akan bersekolah di SMK Negeri 12 Surabaya dan lanjut hingga Institut Seni Indonesia.
"Kalau di Dawarblandong itu memang kantongnya pelaku seni. Pembibitan di situ," pungkasnya dia.