Dua Balita Tewas di Jatim, Sosiolog: Dianggap Anak yang Tak Dihendaki

Surabaya, IDN Times - Guru Besar Sosiologi Universitas Airlangga, Bagong Suyanto, menganggap anak-anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tergolong sebagai anak yang tidak terkehendaki. Pernyataan tersebut ia utarakan menanggapi kematian Agnes, balita asal malang, dan Andini, balita asal Ngawi, akibat tindak kekerasan dari sang ayah yang meninggal pada Rabu (30/10) dan Sabtu (2/11) kemarin.
1. Siapa itu anak yang tak terkehendaki?
Bagong menjelaskan, anak yang tidak terkehendaki adalah anak yang dianggap beban oleh orangtua. Bisa jadi mereka adalah anak yang cacat, rewel, hingga merenggut kebebasan orangtua.
“Tapi, yang paling elementer adalah anak yang diaggap membebani ekonomi, karena kebutuhan anak besar, akhirnya mereka tidak terkehendaki karena jadi beban ekonomi,” kata Bagong saat dihubungi IDN Times, Selasa (5/11). Terlebih, ayah dari korban tergolong memiliki kerentanan ekonomi.
2. Masyarakat sekitar harusnya tak mendiamkan jika ada gejala seperti itu
Kematian Agnes dan Andini menjadi sorotan karena terjadi dalam kurun waktu kurang dari sepekan serta terjadi di Jawa Timur. Bagi Bagong, karakter geografi tidak memberikan pola berbeda dalam tindak kekerasan terhadap anak.
“Polanya sama saja di seluruh Indonesia. Anak-anak berpeluang diperakukan salah kalau mereka dianggap menjadi beban. Yang jadi masalah adalah masyarakat sekitar biasanya sudah tahu tapi mereka mendiamkan karena menganggap masalah itu belum melewati batas kriminal,” tambah dia.
3. Kondisi orangtua juga menentukan tingkat kekerasan
Selain anak yang dianggap beban, Bagong juga menyoroti latar belakang orangtuanya. “Kalau orangtuanya suka mabuk, minum, miskin, jadi korban broken home atau PHK, akan sangat mungkin anaknya jadi pihak yang disalahkan,” terangnya.
Baca Juga: Dua Balita Tewas Disika Ayah dalam Sepekan, Ini Tanggapan KPAI
4. Mendorong peran komunitas dalam mencegah kekerasan terhadap anak
Bagong mengakui bahwa peran negara tidak akan bisa menuntaskan permasalahan kekerasan terhadap anak sepenuhnya. Karena itu, dia meminta negara menjalin relasi yang erat dengan komunitas lokal guna mencegah tindak kekerasan terhadap anak.
“Negara gak bisa turun tangan langsung, mereka hanya sebatas menyediakan payung hukum, masih tetap butuh dukungan komunitas lokal. Menurut saya, dorongan negara terhadap komunitas lokal ini lah yang belum optimal. Padahal sekarang ini sudah masuk yang katanya darurat kekerasan anak,” tutup Bagong.
Baca Juga: Sebelum Tewas, Bayi Andini Dibawa Secara Paksa oleh Ayahnya