Predikat Kota Malang Sebagai Kota Layak Anak Dipertanyakan

Pemkot Malang dinilai kurang serius

Malang, IDN Times - Sejak 2009, Kita Malang mendapatkan predikat Kota Layak Anak. Predikat ini merupakan penghargaan bahwa kota tersebut telah layak untuk tumbuh kembang anak demi generasi emas di masa depan.

Namun, beberapa pihak mulai meragukan predikat ini apakah masih cocok untuk Kota Malang. Pasalnya eksploitasi anak untuk bekerja hingga bullying kian marak di Kota Malang.

Baca Juga: 5 Destinasi Wisata Ramah Anak di Mojokerto, Ada Kolam Renangnya

1. Ketua Lembaga Perlindungan Anak Kota Malang menilai jika Kota Malang masih kalah dari Surakarta dan Surabaya

Predikat Kota Malang Sebagai Kota Layak Anak DipertanyakanAlun-alun Merdeka Malang. (IDN Times/Rizal Adhi Pratama)

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Kota Malang, Djoko Nunang melihat jika komitmen Pemerintah Kota (Pemkot) Malang untuk menciptakan kota layak anak masih dipertanyakan. Hal ini terbukti dari komitmen Pemkot Malang untuk mensosialisasikan Kota Layak Anak yang kurang maksimal. Gaung Kota Layak Anak di Kota Malang tidak bisa membumi seperti Arema, Aremania, atau Aremanita.

"Mengapa Kota Malang masih kalah dibandingkan Surakarta atau Surabaya? Kota Malang kalah satu langkah. Karena kedua kota tadi telah menyediakan akses pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih, serta sanitasi yang sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan," terangnya saat dikonfirmasi pada Jumat (29/3/2024).

Ia melihat Pemkot Malang tampak masih enggan menyediakan kebijakan dan anggaran untuk anak agar mendapatkan lingkungan yang aman dan nyaman untuk perkembangan mereka. Pemkot Malang seharusnya memberi perhatian khusus pada anak yang bekerja di jalan, terancam eksploitasi seksual, memiliki kecacatan, dan tanpa dukungan orang tua. 

"Sehingga perlu adanya wadah bagi anak-anak untuk berperan serta dalam pembuatan keputusan yang berpengaruh langsung pada kehidupan anak-anak. Anak-anak harus mendapatkan keseimbangan dapam bidang sosial, ekonomi, dan terlindungi dari pengaruh kerusakan lingkungan serta bencana alam," tegasnya.

2. Ketua Lembaga Perlindungan Anak Kota Malang melihat Pemkot Malang belum serius dalam melindungi anak

Predikat Kota Malang Sebagai Kota Layak Anak DipertanyakanIlustrasi perundingan. (IDN Times/Mardya Shakti)

Nunang mencontohkan beberapa ketidakseriusan Pemkot Malang dalam melindungi anak adalah implementasi Perda Nomor 2 Tahun 2018 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang ridak serius. Menurutnya banyak iklan-iklan rokok yang terpampang di fasilitas publik sehingga bisa dilihat jelas oleh anak-anak.

"Perda itu hanya lewat saja, bahkan videotron milik Pemkot Malang menayangkan rokok. Padahal kalau tidak bisa mencegah 100 persen, minimal bisa dikurangi," ujarnya.

Ia juga melihat makin ke sini makin banyak kasus bullying di Kota Malang, kondisi ini kian mencoreng predikat Kota Layak Anak milik Kota Malang. Padahal seharusnya sekolah haris menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak untuk menempuh pendidikan.

"Tidak sedikit siswa yang menjadi korban bullying di sekolah. Kami selalu menyarankan agar korban bullying bisa pindah sekolah kalau korban menginginkan," jelasnya.

Ia juga melihat tidak sedikit anak yang haris putus sekolah karena menjadi korban bullying. Oleh karena itu, menjadi tugas Pemkot Malang untuk menyediakan pendidikan non-formal bagi siswa korban bullying yang tidak ingin melanjutkan ke sekolah formal.

"Karena kami mencatat tidak sedikit anak yang mengalami sakit fisik setelah menjadi korban bullying, contohnya dulu ada anak yang jarinya haris diamputasi. Saat itu kami menyarankan agar korban pindah sekolah untuk mendapatkan suasana baru," paparnya.

3. Cerita orang tua yang anaknya tidak berani sekolah karena menjadi korban bullying

Predikat Kota Malang Sebagai Kota Layak Anak Dipertanyakanilustrasi bullying (IDN Times/Aditya Pratama)

Seorang ibu dari anak korban bullying, W menceritakan jika anaknya harus putus sekolah karena menjadi korban bullying. Sang anak takut kembali ke sekolah setelah mendapatkan kekerasan dari siswa lain. W sempat menawarkan agar anaknya pindah sekolah, tapi sang anak tetap bersikukuh untuk tidak kembali ke sekolah.

Kondisi ini membuat anak W harus mengikuti Kejar Paket B setara SMP. Selain itu, anaknya juga diikutkan kursus desain grafis sesuai hobinya yaitu menggambar. Namun, ternyata biaya kursus desain grafis tidak murah, ia berharap ada bantuan dari Pemkot Malang.

"Biayanya bisa sampai Rp2 juta sampai Rp3 juta per bulan untuk mendapatkan materi desain grafis. Anak saya sudah tidak mungkin lagi mengikuti sekolah formal, satu-satunya peluang dia bisa bekerja kedepannya ya harus kursus ini meskipun biayanya cukup mahal," pungkasnya.

Baca Juga: Jeritan Korban Kekerasan di Kota yang Katanya Ramah Anak

Rizal Adhi Pratama Photo Community Writer Rizal Adhi Pratama

Menulis adalah pekerjaan merajut keabadian. Karena dengan menulis, kita meninggalkan jejak-jejak yang menghiasi waktu. Tulisan dan waktu, keduanya saling tarik-menarik menciptakan sejarah.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya