TPST Tembokrejo, Olah Sampah Jadi Pendapatan Desa

Dulu sampah dibuang ke sungai, sekarang sudah berkurang

Banyuwangi, IDN Times - Tempat Pemprosesan Sampah Terpadu (TPST) Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi bersama Systemiq, sebuah perusahaan B-Corp yang berkantor di Inggris telah berhasil mengajak 10 ribu rumah untuk memilah dan mengumpulkan sampah di tong sampahnya masing-masing. Sebelumnya, TPST Tembokrejo hanya mengelola sampah dari sekitar 100 rumah di awal tahun 2017.

1. Melakukan edukasi dari rumah ke rumah

TPST Tembokrejo, Olah Sampah Jadi Pendapatan DesaIDN Times/Mohamad Ulil Albab

 

Peningkatan yang cukup signifikan hingga mencapai 10 ribu rumah, dilakukan dengan upaya edukasi dari rumah ke rumah, melalui petugas Bumdes hingga RT dan RW setempat.

"Di Kecamatan Muncar dari 10 desa hanya ada satu desa yang memiliki TPST. Sebelum kami ke sini (tahun 2017) hanya 100 rumah yang mengumpulkan sampah untuk diangkut ke TPST, sekarang sudah ada 10 ribu rumah di seluruh Desa Tembokrejo," kata Technical Facility officer, Systemiq, Putra Perdana Kusuma saat ditemui di TPST Tembokrejo, Senin (13/5).

2. Cukup membayar Rp10 ribu

TPST Tembokrejo, Olah Sampah Jadi Pendapatan DesaIDN Times/Mohamad Ulil Albab

 

Bila sebelumnya sampah-sampah rumah tangga di Muncar, khususnya di Desa Tembokrejo hanya dibuang ke sungai dan berakhir di laut, saat ini warga cukup membayar Rp 10 ribu per bulan, dan petugas TPST bakal mengambil sampah di rumahnya setiap hari.

Putra melanjutkan, dalam sehari rata-rata jumlah sampah yang masuk ke TPST Desa Tembokrejo mencapai 12-15 ton. Jumlah tersebut, sebagian besar didominasi jenis sampah plastik jenis kantung kresek dan sachet yang bernilai murah.

"Sampah sachet dan kresek bisa 30 persen, sisanya sampah organik banyak sampah kebun dibanding sampah dapur. Kemudian dipilah dengan alat konveyer. Mana yang sampah plastik dan organik," kata Putra.

3. Ada 40 persen masuk ke TPA

TPST Tembokrejo, Olah Sampah Jadi Pendapatan DesaIDN Times/Mohamad Ulil Albab

Sampah sampah yang masuk ke TPST dipilah antara organik dan non organik yang masih layak jual dengan tidak. Setelah dipilah, total sampah yang akhirnya ditampung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) rata-rata mencapai 40 persen. Sampah yang berakhir ke TPA, semua yang tidak laku dijual seperti pembalut, popok, bungkus plastik yang rusak dan jenis residu lain.

"Seperti kertas atau bungkus yang kotor kena minyak, itu tidak laku. Kita ingin mengurangi sampai 10 persen masuk ke TPA. Dengan meningkatkan pemilahan dari hulu, sampai sini," jelasnya.

Systemiq sebagai perusahaan yang bergerak di bidang lingkungan, datang ke Muncar berdasarkan rekomendasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Sebab Muncar dikenal sebagai kawasan sentra penghasil ikan namun memiliki pantai terkotor.

Pada tahun 2016 Systemiq telah melakukan riset volume sampah di Muncar per hari mencapai 48 ton. Dari capaian 10 ribu rumah saat ini, pihaknya juga bakal terus melakukan upaya edukasi ke rumah-rumah warga agar jumlah yang mau mengumpulkan sampah bertambah.

"Tujuannya agar masyarakat sadar memilah sampah, tidak buang sampah di pantai, dikelola di sini kemudian menghasilkan (rupiah) agar ini bisa terus sustainable," katanya.

Selain mengurangi volume sampah di lautan, pengelolaan TPST di Muncar juga telah membuka kesempatan lapangan kerja bagi masyarakat.

"Dulu hanya ada 10 pekerja, sekarang sudah ada 84 pekerja. Ada yang bagian pengumpul sampah dari rumah-rumah warga dan pekerja pemilah di TPST," ujarnya.

Baca Juga: Sampah Plastikmu Bisa untuk Bahan Membangun Rumah, Ecobrick Solusinya!

4. Pemasukan dari sampah capai puluhan juta

TPST Tembokrejo, Olah Sampah Jadi Pendapatan DesaIDN Times/Mohamad Ulil Albab

Kepala Desa Tembokrejo, Sumarto mengatakan, TPST saat ini yang dikelola di bawah naungan Bumdes mampu menghasilkan pendapatan desa Rp20 juta per bulannya.

"Belum retribusi dari warga sampai Rp40 juta per bulan. Masing-masing rumah biayanya Rp 10 ribu.

Sumarto sendiri berinisiatif mengajukan pembangunan TPST di desanya hingga mendapatkan bantuan realisasi dari pemerintah provinsi pada tahun 2015. Semua berawal dari keresahannya karena Sungai Kalimoro, Tembokrejo dipenuhi dengan sampah.

"Masyarakat Tembokrejo 12 ribu yang kerja sebagai nelayan, dari total 33 ribu jiwa. Dulu banyak yang membuang sampah ke pantai. Tahun 2017 Systemiq datang dan membantu, sehingga bisa seperti ini," katanya.

Saat ini Sumarto sudah cukup lega, tidak hanya bisa menambah lapangan pekerjaan dan desanya tambah bersih, desa juga mendapatkan pemasukan dari usaha TPST.

"Per tahun Rp72 juta masuk ke desa. Saya sudah jadi lurah mulai tahun 2007, sungai Kalimoro itu dulu penuh dengan sampah, dulu orang buang sampah ke sungai, sekarang ke tong sampah," ujarnya.

Baca Juga: Nikmatnya Buah Krai Hadir Saat Ramadan di Banyuwangi

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya