Menimbang Untung Rugi Pencabutan Izin Tambang Silo Jember

Separuh hutan Silo bisa penuhi oksigen warga satu benua

Banyuwangi, IDN Times - Penolakan Masyarakat Kabupaten Jember, khususunya yang tinggal di blok tambang Silo, berhasil mendorong pemerintah daerah untuk mencabut izin ke level provinsi dan kementrian. Pada 6 Februari 2019 lalu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencabut Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus di Blok Silo, Jember.

Luasan blok pertambangan di Silo memiliki luas 4.023 ha. Sementara area tersebut selama ini menjadi penopang kehidupan ekonomi masyarakat Silo untuk berkebun di kawasan Perhutani. Ada juga kawasan perusahaan perkebunan daerah, nusantara dan hingga hutan lindung. Dipertahankannya hutan ini tak hanya menguntungkan dari segi ekonomi, ekologi juga terjaga karena kawasan tersebut mampu menghasilkan cadangan oksigen yang cukup besar.

 

1. Antara tambang dan kebun kopi

Menimbang Untung Rugi Pencabutan Izin Tambang Silo JemberIDN Times/Mohamad Ulil Albab

IDN Times, berupaya menghubungi sejumlah tokoh masyarakat tolak tambang di Desa Pace, Kecamatan Silo untuk mengetahui bagaimana respons pasca dicabutnya izin pertambangan. Dari 9 desa di Kecamatan Silo, Desa Pace merupakan wilayah yang terluas yang pernah masuk dalam rencana penambangan. Dari total 4.023 ha luas kawasan yang akan ditambang di Kecamatan Silo, 3.000 ha berada di Desa Pace.

Tidak hanya tokoh masyarakat, pemerintah setingkat desa juga menolak adanya tambang. Kepala Desa Pace, Mohammad Farohan mengaku lega dan bersyukur karena izin tambang di Silo sudah dicabut.

“Sejak awal kami menolak. Kami khawatir merkuri yang biasa digunakan dalam pertambangan merusak lingkungan kami,” ujarnya, Selasa (12/2).

2. Sudah cukup hidup sejahtera dari kebun

Menimbang Untung Rugi Pencabutan Izin Tambang Silo JemberIDN Times/Mohamad Ulil Albab

Dari data desa, kata Farohan, masyarakat Pace 90 persen menggantungkan mata pencaharian di kebun. Perkebunan juga menjadi cadangan alami yang mengikat sumber mata air. Ada 21.800 warga Pace sudah sejahtera dan hidup sejahtera dengan hasil kebun, tanpa adanya tambang.

"Tiap tahun kami menghasilkan 60.000 ton kopi. Setelah izin dicabut, kami harap pemerintah bisa menguatkan usaha kopi kami, agar tidak dimainkan tengkulak," katanya.

3. Satu hektar kopi bisa panen 2 ton

Menimbang Untung Rugi Pencabutan Izin Tambang Silo JemberIDN Times/Mohamad Ulil Albab

Sementara itu, Bowo (45), salah satu ketua RT sekaligus pekebun di Desa Pace, saat ditemui juga mengucapkan hal serupa. Tanpa adanya tambang, perekonomian masyarakat Pace sudah sejahtera.

"Saya warga asli Pace, dan saya menolak tambang karena kami sudah bisa sejahtera tanpa itu. Bagi saya tambang di sini itu ya kopi, sengon. Gak usah ada tambang (pengambilan emas dan cebakan mineral) kami sudah sejahtera. Dan desa sini, dari dulu sudah aman," kata Bowo.

Bowo sendiri memiliki lahan garapan kebun seluas 1 ha. Di lahan itu, Bowo menanam kopi robusta, alpukat, durian dan petai. Khusus untuk kopi, produktivitas panen dalam setahun bisa mencapai 2 ton per tahun. Jumlah tersebut dikalikan dengan harga saat ini mencapai Rp23.000 per Kg, untuk olahan kopi ose (biji yang sudah dikupas).

"Masyarakat sini umumnya pekebun kopi. Harga sekarang ose Rp23 ribu. Kalau saya sudah petik merah agar harga lebih mahal, ada yang belum (petani lain), tapi saya sudah," jelasnya.

Sementara itu, di lahan kebunnya Bowo memiliki enam pohon alpukat. Selama setahun, produktivitasnya bisa mencapai 2 kwintal per pohon.

"Kalau sekarang musimnya petai," kata Bowo.

4. Hanya ingin hidup damai

Menimbang Untung Rugi Pencabutan Izin Tambang Silo JemberIDN Times/Mohamad Ulil Albab

 

Safiudin Saleh, (40) salah satu tokoh tolak tambang menambahkan, masyarakat Silo hanya ingin hidup damai. Selain bisa merusak lingkungan, adanya tambang dipercaya bisa memecah belah keharmonisan kehidupan masyarakat.

"Kita ingin hidup damai, setiap ada tambang warga pasti ada pro dan kontra. Kita ingin hidup sehat, kalau ada tambang kesehatan masyarakat akan terganggu. Rusaknya alam, bencana alam, itu yang tidak diinginkan, apalagi kami hidup dibawahnya. Keberlangsungan flora dan faunanya juga pasti terganggu. Apalagi warga juga masih mandi, nyuci dan irigasi pakai air kali, takut tercemar," katanya.

Konflik sosial yang seringkali terjadi di pertambangan Tumpangpitu yang sudah beroperasi, di Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi juga mereka jadikan contoh.

"Jadi pertambangan di Banyuwangi jadi contoh. Dari Pulau Merah (yang ada di sekitar pertambangan) yang pernah ramai kabarnya tercemar, masyarakat ribut," ujarnya.

"Keharmonisan lingkungan akan terganggu, sosial, perjudian dan prostitusi biasanya akan muncul juga," tambahnya.

Baca Juga: Bebas Murni, Ruhut Sebut Ahok Ingin Kerja di Pertambangan

5. Perlu ada kajian khusus sebelum membuka tambang di Silo

Menimbang Untung Rugi Pencabutan Izin Tambang Silo JemberIDN Times/Mohamad Ulil Albab

Dekan Fakultas Teknik Universitas Jember, Dr Entin Hidayah M.UM, yang juga sedang mengembangkan program studi pertambangan di kampusnya menyatakan, sejauh ini belum ada kajian akademis Universitas Jember untuk pertambangan di Silo, karena masyarakat masih sensitif dengan adanya orang asing.

"Belum ada kajian untung dan rugi dan aktivitas pertambangan. Kami belum pernah ke sana, belum ada kajiannya," ujar Entin saat ditemui di Fakultas Teknik, Rabu (13/2).

"Apapun kalau rusak lingkungan gak boleh, akan merugikan, nggak hanya tambang, misal penggantian tanaman, itu juga merugikan, semua yang merubah ekosistem akan berdampak. Dan perubahan ini harus dihitung, lebih banyak merugikan apa mengungungkan, apalagi belum ditemukan teknologi yang tidak merubah lingkungan," katanya.

Dia melanjutkan, perlu ada kajian mendalam sebelum adanya pertambangan. Apalagi, Blok Silo merupakan kawasan hutan perkebunan produktif yang sudah bisa mensejahterakan masyarakat.

"Kalau itu memang hutan, atau bukit ditumbuhi hutan, itu daerah resapan air. Kalau ditambang konservasi harus diutamakan. Bagaimana dampak, konservasi air, banjir, erosi, keanekaragaman hayati, flora fauna, dan berapa tahun baliknya. Itu mahal sekali. Jadi tambang belum tentu menguntungkan, harus ada kajian lebih dulu, bisa nggak hasil tambang bisa menutupi ongkos untuk mengembalikan dampak ekologisnya," paparnya.

6. Setengah luas hutan Silo bisa penuhi kebutuhan oksigen 62 persen masyarakat Jatim

Menimbang Untung Rugi Pencabutan Izin Tambang Silo JemberIDN Times/Mohamad Ulil Albab

Sementara itu, ditemui terpisah, pakar Ekologi, Jurusan Biologi F-MIPA Universitas Jember, Dra Hari Sulistyowati Msc, PhD menambahkan, kawasan Silo yang merupakan area perkebunan lebih menguntungkan dan sustainable dibandingkan tambang emas.

Sulistyo menilai, perkebunan lebih menguntungkan dibandingkan pertambangan, dilihat dari kebutuhan ekologis, dan biaya yang harus dikeluarkan untuk mengembalikan ekologis bila ada pertambangan.

Idealnya, kata Sulistyo, di kawasan perkebunan ada 500 pohon tiap hektarnya yang bisa menyerap emisi karbon dan menyumbang oksigen perkotaan. Setiap hari, satu pohon besar mampu menyerap 20,8 Kg karbon.

"Andai ada 500 pohon dalam satu hektar, maka dalam sehari dihasilkan 10.200 kg oksigen per hari. Dan bisa menyerap emisi sebesar 14,1 ton Co2 per hari," katanya.

Bila, di Blok Silo luasan yang ditambang terdapat, 4.023 hektar, 50 persen dari luasan tersebut sudah setara dengan memenuhi kebutuhan oksigen penduduk se-Benua Australia atau 62 persen, penduduk Jawa Timur.

"Andai 50 persen, lahan tambang tetap dipertahankan sebagai wilayah perkebunan, maka dalam sehari bisa mensuplai oksigen 20,4 juta ton per hari. Jumlah itu, bisa memenuhi kebutuhan oksigen harian untuk 24 juta orang. Atau setara seluruh penduduk Benua Australia. Sedangkan emisi yang diturunkan, bisa mencapai, bisa mengurangi emisi hingga 20 juta ton Co2 per hari," katanya.

Dia menegaskan, kawasan produktif yang masih menguntungkan tidak tepat untuk menjadi kawasan tambang, sebab lebih banyak merugikan dibandingkan keuntungan jangka panjang.

"Dan tetap menguntungkan perkebunan, dibanding tambang karena ada sustainable. Dan kalaupun ada tambang, uangnya ngalir kemana, dan mereka hanya jadi pekerjanya saja. Dan biasa selesai di tambang ditinggal. Mengambil keputusan cabut izin menurut saya tepat," tambahnya.

Baca Juga: Izin Tambang Emas Dicabut, Warga Silo Jember Gelar Syukuran

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya