Di Banyuwangi, Ompong Soedharsono Pentaskan Wayang di Pinggir Hutan

Semua orang adalah guru, alam raya sekolahku

Banyuwangi, IDN Times - Ompong Soedharsono, selama tiga tahun terakhir rutin menyempatkan diri melakukan pertunjukan wayang keliling di pelbagai kota di Jawa, Kalimantan dan Sumatera. Semua properti pertunjukan wayang dia bawa sendiri, kemudian tampil sebagai dalang pewayangan dari kota ke kota.

1. Nguri-nguri budaya

Di Banyuwangi, Ompong Soedharsono Pentaskan Wayang di Pinggir HutanDalang Ompong Soedharsono saat tampil di hadapan Anak anak pinggir hutan Banyuwangi. IDN Times/Mohamad Ulil Albab

Kali ini, dalang asal Temanggung, Jawa Tengah ini tampil di Kabupaten Banyuwangi, di kawasan pendidikan alternatif, Kampoeng Baca Taman Rimba (Batara) yang ada di pinggir hutan KPH Banyuwangi Utara, Lingkungan Papring, Kelurahan Kalipuro. Ompong, tampil solo dengan keinginannya sendiri, tanpa dibayar, bila dia ingin tampil di satu tempat yang menurutnya menarik. Dia baru mendapat pemasukan bila ada yang mengundang.

"Intinya saya ingin nguri-nguri budaya. Saya aktif menjadi dalang keliling selama tiga tahunan, sebelumnya tampil mendalang di cafe-cafe mulai tahun 2004. Sama ikut kuda lumping keliling," kata Ompong usai tampil di Kampoeng Batara, Minggu malam, (9/2).

Di Kampoeng Batara, Ompong berkolaborasi dengan puluhan Anak-anak pinggir hutan. Mengenakan rompi dan mahkota dari dedaunan, Ompong membawakan kisah tentang pentingnya belajar kepada siapapun, bahwa semua orang adalah guru.

"Semua orang adalah guru. Maka saya juga belajar di sini kepada warga, kepada Anak-anak. Dan setiap tampil keliling, saya bisa bertambah saudara, teman," katanya.

Ompong merupakan pria kelahiran 1982 di Blitar. Lahir dari sebuah keluarga seniman, ayah dan kakaknya merupakan dalang pewayangan. Meski tidak tuntas studi di jurusan Pedalangan di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta pada 2004, dia tetap lurus di jalan seni, terjun ke desa desa untuk pertunjukan dalang keliling.

"Orang belajar batasane kalau sudah ketabrak dengan tujuan yang lain, terus ojo mung belajar tok, kudu dilakoni," katanya.

2. Menjadi dalang keliling untuk misi sosial

Di Banyuwangi, Ompong Soedharsono Pentaskan Wayang di Pinggir HutanDalang Ompong Soedharsono tampil kolaborasi dengan Anak anak di Banyuwangi. IDN Times/Mohamad Ulil Albab

Ompong, sampai di Banyuwangi dua hari sebelum tampil pada Jumat (7/2). Dari Temanggung, Jawa Tengah, Ompong naik bus ke bus sambil menenteng tas berisi perlengkapan dalang. Beratnya bisa sampai 20 kilogram.

"Wayang ada 30-an, terus keprak, cempolo, kostum, buku ngaji, itu tak panggul, kurang lebih beratnya 20 kilogram," katanya.

Sampai di Papring dia kemudian menggali kearifan lokal yang ada di sana, ngobrol bersama warga, Anak-anak untuk mencari sisi unik yang bisa dikemas dalam pertunjukan, hingga muncul ide cerita berjudul 'Bocah Srawung Wayang'.

"Jadi saya menyebutnya wayang blang bleng, semua cerita masuk. Tapi sejarah mahabarata, ramayana tetap saya pakai dalam pewayangan," katanya.

Ompong hanya menghindari isu isu yang berhubungan dengan politik. Dia juga tidak tergabung dalam struktur komunitas yang bisa mengintervensi aktivitasnya keliling mendalang. Menurutnya, ada aktivitas mendalang yang memang untuk memenuhi kebutuhan hidup, serta misi sosial.

"Saya menghindari isu politik, debat dan tidak ingin debat ke siapapun. Jadi lebih ke misi pendidikan, setelah ini saya akan datang ke masyarakat pesisir Gresik," katanya.

Ayah dari satu anak ini sering diundang untuk menjadi juri di sekolah, dan tampil di Pondok Pesantren, Vihara dan Gereja. Selama diundang, dia tidak pernah mematok tarif. Membawakan cerita cerita karangan berjudul Mapak Senosantri, Maju Tatu Mundur Ajur, Mapak Wahyu Panguripan.

"Tampil diundang sering di pondok, vihara, gereja. Dan saya enggak pernah narif," kata pria yang mengagumi dalang Ki Manteb Soedharsono.

"Nama Ompong Soedharsono merupakan pemberian beliau untuk saya," katanya.

3. Baru mengenal tontonan wayang

Di Banyuwangi, Ompong Soedharsono Pentaskan Wayang di Pinggir HutanAnak anak di pinggir hutan Banyuwangi baru mengenal seni pertunjukan wayang. IDN Times/Mohamad Ulil Albab

Saat tampil membawakan pertunjukan wayang, cukup menjadi perhatian warga sekitar. Warga Papring yang hidup di kawasan hutan, banyak yang tidak mengenal langsung bagaimana pertunjukan wayang.

"Selama saya di sini, tidak pernah ada pertunjukan wayang. Saya juga tidak pernah melihatnya secara langsung," kata Munaju, (75) salah satu warga Papring.

Selain itu, Dulhadi (49) warga lainnya, pertunjukan seni yang paling populer bukanlah wayang, namun seni jaranan. Pertunjukan wayang dinilai menjadi tontonan yang eksklusif, karena hanya kalangan menengah ke atas yang bisa mengundang.

Widie Nurmahmudy, pendiri pendidikan alternatif Kampoeng Batara mulanya bisa menaruh perhatian pendidikan sambil bermain berbasis relawan karena melihat rendahnya dukungan dan semangat belajar warga Papring. Lewat pendidikan alternatif tersebut, Widie berharap muncul semangat belajar dari anak anak dan daya dukung dari orang tua.

"Jadi banyak yang putus sekolah, dan sesudah lulus SD langsung menikah. Di sini mobilitas warga ya ke hutan mencari bambu, rebung, ada juga yang berburu. Jadi adanya pertunjukan wayang di sini, hadapannya bisa mengenalkan seperti apa wayang itu," katanya.

Widie juga bersyukur bisa kenal dengan Ompong karena dia, masyarakat dan Anak-anak bisa mengenal seni pertunjukan wayang.

"Pagelaran ini sangat istimewa, pertunjukan wayang di eraku saja masih belum ada. Apalagi ke anak anak. Sehingga pengenalan wayang sangat penting sebagai media pembelajaran," kata Widie.

4. Kolaborasi dengan Anak anak

Di Banyuwangi, Ompong Soedharsono Pentaskan Wayang di Pinggir HutanDalang Ompong Soedharsono keliling dari desa ke desa dan kota ke kota. IDN Times/Mohamad Ulil Albab

Dalang Ompong Soedharsono dalam pertunjukannya melibatkan Anak-anak menjadi aktor dalam cerita pewayangan. Permainan tradisional seperti layang layang, kincir kertas hingga egrang juga dimainkan sebagai latar cerita. Sebagai dalang solois, Ompong juga melibatkan Anak-anak untuk bermain musik, dari gendang, angklung, kluncing, gamelan hingga gong.

"Setiap tampil saya juga melihat potensi anak, saya harap ada regenerasi dalang yang lahir dari jati dirinya," kata Ompong.

Baca Juga: Bulan Madu Jadi Makin Romantis, 8 Rekomendasi Penginapan di Banyuwangi

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya