Awal Tahun, Harga Gula Kelapa Semakin Manis di Tingkat Produsen

Sayangnya, para produsen masih bergantung pada tengkulak

Banyuwangi, IDN Times - Awal tahun 2019 menjadi momen manis bagi produsen gula merah di Banyuwangi. Mereka merasakan manisnya kenaikan harga gula merah yang terbuat dari bunga pohon kelapa. Jika gula merah biasanya hanya dihargai Rp7500, saat ini naik harganya bisa tembus hingga Rp12 ribu per kilogram.

1. Keuntungan meningkat dibandingkan sebelumnya

Awal Tahun, Harga Gula Kelapa Semakin Manis di Tingkat ProdusenIDN Times/Mohamad Ulil Albab

 

Kenaikan ini diduga seiring meningkatnya permintaan gula di pasaran serta menurunnya jumlah produsen gula merah. Maklum, jumlah produsen gula di sentra Dusun Gumuk Agung, Desa Gintangan, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi terus berkurang.

Mariana (40), produsen gula merah asal Dusun Gumuk Agung mengatakan, kenaikan harga membuat dirinya senang karena bisa mendapatkan keuntungan lebih banyak hingga Rp5000 per kilogram.

"Ya sekarang harganya lumayan, kalau harganya jatuh sampai Rp7000 saya masih rugi. Sekarang harga di tingkat tengkulak naik Rp12 ribu, bagi saya itu sudah mahal," katanya sambil mencetak gula, Kamis (10/1).

Baca Juga: Banyuwangi Festival 2019 Lebih Banyak, Didominasi Event Olahraga

2. Proses memasak nira kelapa menjadi gula

Awal Tahun, Harga Gula Kelapa Semakin Manis di Tingkat ProdusenIDN Times/Mohamad Ulil Albab

 

Saat ditemui, Mariana telah mengolah sebanyak 50 liter nira atau sari bunga kelapa dengan satu wajan besar di belakang rumahnya. Untuk memasak, dia membutuhkan bara api yang besar menggunakan tungku.

"Saya pakai janggel jagung untuk pengganti kayu. Satu karung harganya Rp9000. Itu untuk memasak nira di tungku selama 3 jam," terangnya.

Setelah tiga jam dimasak, nira kelapa akan menjadi semakin kental dan berwarna kecoklatan tua, kemudian siap dicetak.

"Setelah dimasak ditunggu dulu sampai satu jam, baru kemudian ditaruh ke dalam cetakan, dan dibiarkan sampai mengeras," jelasnya.

Nira kelapa diperoleh dari kebun kelapa miliknya sendiri. Mariana bertugas untuk memasak hingga mencetak menjadi gula, sementara suaminya yang memanjat kelapa untuk diambil sarinya.

"Ada juga yang ngambil nira dari kebun orang lain, tapi pakai sistem bagi hasil," ujarnya.

Dari sekitar 50 liter nira untuk sekali masak, dia bisa mendapatkan 8 kilogram gula merah atau setara 40 biji sesuai besaran cetakannya.

3. Musim hujan tantangan pada tekstur gula

Awal Tahun, Harga Gula Kelapa Semakin Manis di Tingkat ProdusenIDN Times/Mohamad Ulil Albab

 

Dia melanjutkan, tantangannya bila di musim hujan, gula yang diproduksi hasilnya kurang mengeras. Berbeda dengan kondisi nira yang dimasak dari hasil di musim kemarau, membuat gula mudah mengeras. Sementara saat musim hujan tidak mempengaruhi produksi sari nira.

"Jumlah nira selalu stabil. Kalau musim hujan gini tekstur nya kadang agak jelek. Tapi tinggal pintar pintar saja masaknya," jelasnya.

4. Masih tergantung ke tengkulak

Awal Tahun, Harga Gula Kelapa Semakin Manis di Tingkat ProdusenIDN Times/Mohamad Ulil Albab

 

Saat ini, jumlah produsen gula kelapa di Dusun Gumuk Agung mencapai ratusan orang. Sejak turun temurun, warga Dusun Gumuk Agung membuat gula merah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Selama ini warga masih menggantungkan harga ke tengkulak.

"Dari dulu permintaan gula selalu stabil, meski saat hari besar seperti lebaran, Ramadhan. Kami jualnya ke tengkulak, jadi enggak tahu kenapa bisa naik," ujarnya.

Mariana berharap, manisnya harga gula kelapa bisa stabil sehingga keuntungan bisa terus dirasakan si di tingkat produsen.

5. Akan kembangkan jadi oleh oleh wisatawan

Awal Tahun, Harga Gula Kelapa Semakin Manis di Tingkat ProdusenIDN Times/Mohamad Ulil Albab

 

Sementara itu, Kepala Desa Gintangan, Rusdianah mengatakan, ingin memanfaatkan potensi sentra gula di desanya menjadi salah satu destinasi wisata, selain sentra kerajinan bambu yang dimiliki.

"Kami ingin mengembangkan berbagai olahan kuliner dari gula kelapa, untuk menjadi oleh-oleh khas Gintangan juga," kata Rusdianah.

Dia sendiri sedang mencari cara agar jumlah produsen gula di desanya bisa tetap bertahan. Hal ini dipicu adanya beberapa pemanjat kelapa yang jatuh saat menyadap sari nira kelapa.

"Karena banyak yang jatuh dan meninggal. Saya ingin cari alternatif, mencari alat yang aman untuk memancat. Saya sempat cari-cari di Youtube, semoga bisa diadopsi. Jadi memanjat kelapa menggunakan alat seperti besi di kakinya agar tidak licin," katanya.

Baca Juga: Intensitas Hujan Meningkat, 40 Hektar Sawah di Banyuwangi Terendam

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya