97 Tahun Warga Pakel Banyuwangi Perjuangkan Lahan Kebun

Warga Pakel hanya ingin bercocok tanam dengan tenang

Banyuwangi, IDN Times - Hingga tahun 2022, masyarakat Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi belum bisa tenang menggarap lahan di kebun. Terbaru, warga bergesekan dengan polisi dan pihak keamanan perkebunan PT Bumi Sari.

Warga menyebut ada 4 korban pemukulan saat polisi datang ke kampungnya pada Jumat dini hari 14 Januari 2022 lalu. Sementara polisi membantah, hanya melakukan patroli dan dihadang warga, tanpa tindakan pemukulan.

Konflik perebutan dan penguasaan lahan antara PT Bumi Sari dan warga belum juga tuntas hingga saat ini.

Perjuangan warga untuk mendapatkan lahan untuk pemukiman dan pertanian dimulai sejak tahun 1925. Setidaknya, konflik agraria di Pakel telah melampaui 6 periodesasi politik di Indonesia.

Mulai dari masa Kolonial Belanda, era revolusi kemerdekaan Indonesia, Orde Lama masa Presiden Soekarno, Peristiwa G 30 S tahun 1965, Orde Baru era Presiden Soeharto dan Reformasi 1998.

Dari setiap masa, memiliki banyak cerita pelemahan maupun penguatan kembali gerakan masyarakat dalam memperjuangkan lahan mereka.

Bila dihitung mundur, perjuangan warga Pakel untuk mendapatkan lahan perkebunan di desanya telah berjalan 97 tahun.

Pendamping warga Pakel, Usman Halimi mengatakan, dari catatan sejarah yang masih disimpan warga, pada tahun 1925 warga mengajukan izin pembukaan hutan Sengkan Kandang dan Keseran kepada pemerintah Kolonial Belanda.

"Kronologi perjuangan Pakel hampir satu abad. Tercatat dalam arsip yang dipegang warga mulai 1925. Itu zaman Hindia Belanda," ujar Usman saat dihubungi IDN Times, Jumat (18/2/2022).

Dari Orde Lama hingga Reformasi

97 Tahun Warga Pakel Banyuwangi Perjuangkan Lahan KebunDemonstrasi warga Pakel menuntut hak tanah. IDN Times/Istimewa

Di tahun 1929, kata Usman, warga Pakel dapat izin lahan untuk pemukiman dan pertanian dari Bupati Banyuwangi, Raden Notohadi Suryo.

"Untuk pekarangan dan pertanian bahasanya, seluas 4000 bahu. Dikonversi hektar sekitar 3000 hektar di hutan Sengkan Kandang Keseran," ujar pria yang juga anggota Walhi Jatim ini.

Selain aktif di Walhi, Usman aktif mendampingi warga Pakel melalui Tim Kerja Advokasi Gerakan Rakyat untuk Daulat Agraria (Tekad Garuda). Saat kejadian dugaan pemukulan warga oleh polisi di Pakel, 14 Februari lalu. Usman juga berada di lokasi.

Kembali ke sejarah. Usman menceritakan, perjuangan warga Pakel dari masa ke masa, yang selalu dawarnai upaya represif hingga kriminalisasi.

Pada awal izin pembukaan lahan di hutan Sengkang Kandang Keseran, dari Bupati Banyuwangi, Raden Notohadi Suryo tahun 1929, warga sudah mendapatkan ancaman dari Pemerintah Kolonial Belanda.

"Karena saat itu di hutan kandang keseran, dalam kawasan Djawatan Kehutanan Hindia Belanda. Dihalang-halangi, yang berhasil dibuka Warga hanya sedikit," katanya.

Kendati demikian, upaya warga untuk mendapatkan haknya sesuai dasar izin dari Bupati Banyuwangi, Raden Notohadi Suryo terus diperjuangkan.

Usman mengatakan, upaya kriminalisasi warga Pakel pertama kali terjadi di tahun 1930-1935. Sebanyak 7 warga yang berjuang, ditangkap, oleh Kewedanan Rogojampi. "Bisa dibilang itu kasus penangkapan pertama," jelasnya.

Catatan penting selanjutnya terjadi di masa politik pasca kemerdekaan Indonesia. Di tengah kondisi politik yang mendukung reformasi agraria, pada tahun 1960-an warga kembali memperjuangkan lahan Kandang Keseran.

"Tahun 1960-an, warga kembali memperjuangkan lahan kandang keseran, memperjuangkan wilayah yang sekarang diduduki kebun, tapi ketika itu tidak ada pengelolanya," jelasnya.

Perjuangan kembali redup saat situasi politik Indonesia carut marut. Terutama saat peristiwa Gerakan 30 September (G30S), warga yang memperjuangkan tanahnya takut dicap sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).

"Pada tahun 65, warga takut ada tragedi G 30 S. Saat itu ada dua warga yang hilang, salah satu namanya Pak Salikhan," jelasnya.

Di tengah kondisi politik yang serba represif era Orde Baru. Mulai tahun 1967, muncul penguasa lahan baru bernama Hartono. Ia coba menguasai wilayah kebun meski sudah ditanami warga.

"Hartono masuk katanya sudah ada izin Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan. Karena warga masih takut terkait peristiwa G30S. warga takut. Cuma Hartono saat itu tidak mengusir warga," ujarnya.

Hartono, lantas memberi syarat bila warga masih tetap ingin menanam dan tinggal, harus membantu menanam komoditas kebun seperti kopi.

Namun dampak selanjutnya terjadi setelah tanaman kebun seperti kopi berangsur besar. Petani di Pakel tidak bisa lagi menanam jenis tanaman lain di bawah pohon kopi yang rindang.

"Tahun 72-73 warga berangsur ke luar dari wilayah yang ditanam di kebun, karena sudah tidak ditanami di bawahnya, sudah rindang," katanya.

Selanjutnya, upaya pengajuan kepemilikan tanah kembali mulai disuarakan di tahun 1990-1993.

"Sekitar tahun 90 an, mulai lagi perjuangan warga, cuma sekarang ada di wilayah yang diduduki Perhutani," jelasnya.

Setelah Orde Baru tumbang tahun 1998 dan memasuki babak baru reformasi. Warga Pakel kembali memperjuangkan kepemilikan tanah. Protes dilakukan tidak hanya di Banyuwangi, namun hingga ke Jakarta.

"Puncaknya tahun 2000, bahkan warga sempat ke Jakarta, ketemu Akbar Tanjung," ujarnya.

Dampak dari protes, tepat pada tanggal 17 Agustus 2000, momen upacara Kemerdekaan Republik Indonesia, Desa Pakel kadatangan Brimob. Nyaris semua Laki-laki dewasa diangkut untuk ditahan.

Puncaknya tahun 2000 warga mengalami penyerangan, dari keterangan warga, dilakukan Brimob

"Pagi itu warga sudah diangkutin. Jadi tidak ada laki laki yang tinggal di sana. Karena laki laki dewasa diangkutin semua dan juga disisir tiap rumah. Akhirnya warga berhenti berjuang di wilayah Perhutani, karena ketika itu banyak pejuang yang keluar, berlindung," tuturnya.

Baca Juga: Polemik Wadas, Ini Kata Pakar Hukum Agraria UGM

Perjuangan tinggal 271 hektar

97 Tahun Warga Pakel Banyuwangi Perjuangkan Lahan KebunDemonstrasi warga Pakel menuntut hak tanah. IDN Times/Istimewa

Usman mengatakan, bila diibaratkan sebuah kue, Desa Pakel seluas 1.300 hektar terbagi menjadi tiga. Seluas 271 hektar di antaranya dikuasai oleh perkebunan swasta, 700 hektar dikuasai Perhutani, dan sisanya 300 hektar dikuasai warga beserta fasilitas umum serta kantor desa.

Sementara dari 300 hektar, jumlah penduduk Desa Pakel mencapai 2.200 jiwa. Usman mengatakan, hingga saat ini banyak warga yang tidak memiliki lahan, bahkan menampung di rumah yang disediakan pemerintah desa.

Dari luasan 1.300 hektar di Desa Pakel, jumlah tersebut belum termasuk luasan saat izin yang diberikan Bupati Banyuwangi, Raden Notohadi Suryo tahun 1929 untuk membabat hutan Sengkang Kandang Keseran yang memasuki kawasan tiga desa, Songgon, Malar dan Pakel.

Saat ini, warga Pakel hanya meminta hak lahan seluas 271 hektar yang dikuasai perkebunan swasta. Menurutnya, izin HGU yang dikeluarkan pemerintah hanya mencakup di dua desa, yakni Desa Bayu (Songgon) dan Kluncing.

Hal ini, kata Usman sesuai SK Kementerian Dalam Negeri, tertanggal 13 Desember 1985, nomor SK.35/HGU/DA/85. Dalam SK, PT Bumi Sari disebut hanya mengantongi luasan HGU 1189,81 hektare yang terbagi di Songgon dan Kluncing. Sementara Desa Pakel tidak masuk dalam kawasan HGU PT Bumi Sari.

"Ini ada lahan seluas 271 hektar yang tidak ada izinnya yang masuk wilayah Pakel, selama bertahun-tahun mulai 1967, sejak Hartono menguasai kebun," terangnya.

Sebab, kata Usman, hingga saat ini warga tidak pernah diberi tahu dokumen resmi yang menyatakan bahwa luasan 271 hektar di Pakel yang dikuasai perkebunan swasta, telah mengantongi izin.

"Sampai sekarang tidak memberikan, BPN juga tidak memberikan. Tidak pernah audit, laporan dari negara," ujarnya.

"PT Bumi Sari menguasai, dalam dokumen HGU 2014, wilayah Bayu Songgon, Kluncing, sekitar 11 ribu hektar. Praktek menguasai sampai wilayah Pakel," tambahnya.

Melakukan pendudukan lahan 2020

97 Tahun Warga Pakel Banyuwangi Perjuangkan Lahan KebunWarga Pakel sering menggelar doa selamatan di posko perjuangan. IDN Times/Istimewa

Lebih lanjut, Usman mengatakan, perjuangan warga agar bisa bercocok tanam di kebun kembali disuarakan di tahun 2018 ke DPR, Bupati hingga BPN Banyuwangi.

Namun, kali ini warga tidak lagi berjuang di kawasan penguasaan Perhutani.

Lahan seluas 271 hektar yang diperjuangkan, akhirnya mulai berani dikelola warga di tahun 2020. Kendati demikian, warga beberapa kali mengeluh terjadi pengrusakan tanaman.

"Warga melakukan pendudukan di tahun 2020, tepatnya 24 September saat hari tani. Sampai sekarang warga melakukan pendudukan," jelasnya.

"Sehingga pihak kebun sering melaporkan warga. Tercatat sudah sekitar 12 warga, baik dalam proses masih penyidikan, penyelidikan bahkan sudah diputus," tambahnya.

Hingga saat ini, warga telah memberanikan diri untuk menanam beragam jenis tanaman andalan, seperti jagung, cabai, pisang dan sejumlah tanaman lain sayur, kacang, jengkol, dan petai.

Dari 271 hektar lahan yang sudah mulai ditanam, juga didirikan sejumlah fasilitas publik, Masjid dan kawasan pemakaman.

"Sudah panen berkali kali. Tapi tidak semua diperuntukkan untuk pertanian, misal pertanian, makam, masjid dan fasilitas publik," jelasnya.

Untuk menjaga lahan tersebut, warga mendirikan 7 posko perjuangan yang dijaga secara bergantian, siang-malam.

Sementara itu, untuk luasan 300 hektar termasuk untuk bangunan kantor desa, sudah bisa diajukan hak milik. "Yang 300 dikuasai, sudah hak milik, sebagian leter C," tambahnya.

Terbaru, dugaan pemukulan

97 Tahun Warga Pakel Banyuwangi Perjuangkan Lahan KebunPosko Perjuangan warga Pakel. IDN Times/Istimewa

Pada 14 Januari 2022, polisi beserta keamanan perkebunan melakukan patroli di kawasan perkebunan Pakel yang masih berstatus sengketa.

Usman mengatakan, terdapat sejumlah catatan dari warga, saat polisi memasuki kawasan perkebunan. Pertama terjadi pemukulan, sehingga warga menghadang polisi yang akan menangkap dua orang.

"Terjadi pemukulan oleh aparat kepolisian, dalih mereka melakukan keamanan melakukan patroli, tanpa sepengetahuan warga. Menurut warga tidak elegan," ujarnya.

"Kedua patroli dengan pihak keamanan kebun, mereka melakukan kekerasan, baik pihak keamanan maupun polisi, sama sama melakukan pemukulan. Setelahnya polisi melindungi keamanan tersebut, jadi bagi kita itu tidak elegan," tambahnya.

Saat peristiwa tersebut, Usman berada di lokasi. Menurutnya, bila polisi mengatakan kedatangannya saat patroli dihadang, tidak semua benar.

"Versi polisi, polisi dihadang, itu tidak semua benar. Pertama polisi lakukan pemukulan ke mahasiswa dan warga. Polisi 15 warga 4 dikatakan penghadangan," ujarnya.

"Setelah pemukulan, dan penangkapan dua warga mau keluar jalan raya, baru kita lakukan penghadangan. Jadi sebelum penghadangan, sudah ada pemukulan," terangnya.

Dalam peristiwa tersebut, 4 orang mengaku mendapatkan pemukulan, satu di antaranya cidera di bagian kepala. "Korban 4 orang, yang luka satu, cedera mahasiswa," jelasnya.

Dari peristiwa tersebut, warga melalui persatuan Tekad Garuda melaporkan ke 6 lembaga. Beberapa di antaranya ke Kompolnas, Mabes Polri, ATR BPN, LPSK dan Komnas HAM.

Sementara itu, Kapolresta Banyuwangi Kombes Pol Nasrun Pasaribu mengatakan, saat peristiwa terjadi polisi langsung dihadang sejumlah orang dan menggunakan motor.

"Fakta yang sebenarnya, kami melakukan patroli, tiba tiba di perkebunan PT Bumi Sari tersebut dihadang oleh beberapa sepeda motor dan orang," ujar Nasrun, 15 Januari 2022.

"Kemudian melakukan tatap muka, komunikasi yang baik dengan pelaksanaan secara humanis," tambahnya.

Kendati demikian, Nasrun menegaskan bahwa bila kabar terjadi aksi pemukulan, pihaknya tidak tebang pilih, meski dilakukan oleh anggota kepolisian.

"Kejadian yang ada dalam berita tersebut, menurut saya, kalau benar petugas kepolisian atau non kepolisian yang melakukan akan kita tegakkan," katanya.

"Kalau benar masyarakat yang melakukan tindak pidana juga kita tegakkan," jelasnya.

Usman mengatakan, per hari ini Jumat 18 Februari, pihaknya baru menerima tindak lanjut atas dugaan kekerasan dari kepolisian.

Surat bernomor B/13/SP2HP- ke 3/II/2022/Reskrim Polsek Licin yang diterima IDN Times, menyebut dari hasil penyelidikan sementara pada 9 Februari 2022, keterangan dari sejumlah saksi-saksi belum mengarah pada peristiwa penganiayaan.

Peristiwa juga disebut belum tergambar secara lengkap, terkait siapa dan apa perbuatan dari pelaku.

Untuk itu, polisi masih akan melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mencari bukti dan petunjuk lain.

"Tapi kita mengukur, sejauh mana sikap polisi Banyuwangi. Artinya pihak kebun lapor dengan sigap langsung direspons tidak sampai berbulan-bulan, dengan pemanggilan warga. Ini ada pemukulan, ada videonya, tidak dapat update. Dan bagi kita itu menunjukkan sikap, bagaimana polisi bersikap atas konflik ini," paparnya.

Perjuangan di jalur hukum

97 Tahun Warga Pakel Banyuwangi Perjuangkan Lahan KebunDemonstrasi warga Pakel menuntut hak tanah. IDN Times/Istimewa

Saat ini, kata Usman, warga masih melakukan perjuangan hukum untuk menuntaskan kasus agraria. Warga melakukan gugatan untuk mendapatkan informasi publik, meminta dokumen HGU PT Bumi Sari.

"Kalau kita menggugat objeknya tanpa data gak mungkin. Sampai sekarang tidak memberikan, BPN juga tidak memberikan. berkontribusi juga memperlambat persoalan ini. Mereka bilang ini dikecualikan," katanya.

Gugatan ini mereka layangkan ke Komisi Informasi Publik, dan sedang menjalani masa persidangan. "Dalam persidangan, mereka mengakui HGU di BPN Banyuwangi tapi terkesan tidak mau memberikan. Mungkin dalam bulan depan akan ada putusan," ujarnya.

Saat ditanya apa harapan warga, ia mengatakan secara tegas. "Harapan, karena warga Pakel tidak punya lahan, dan tinggal di rumah yang disediakan desa, ya perusahaan hengkang dari Pakel," katanya.

Baca Juga: Alissa Wahid: Relasi Kuasa Digunakan dalam Konflik Agraria di Wadas

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya