Reklamasi Merusak Ekologi, Mendesak Nelayan Surabaya Angkat Kaki

Reklamasi menambah ketimpangan baru

Surabaya, IDN Times - Kota Surabaya terletak di wilayah utara pulau Jawa dikelilingi laut yang membentang dari utara ke timur. Berbagai jenis hasil laut menjadi komoditas andalan nelayan pesisir. Sayangnya, pesisir Surabaya selalu menjadi incaran proyek reklamasi yang tentu mengancam ekologi.

Perubahan iklim saat ini membuat wilayah tersebut mengalami beban ekologi yang cukup berat. Beban ekologi mulai terlihat dari adanya abrasi, banjir rob, hingga sedimentasi.

Ekologi laut Surabaya terutama di wilayah selat Madura saat ini sudah mengalami kerusakan. Kondisi itu membuat nelayan mencari ikan lebih jauh dari beberapa tahun silam.

Direktut Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Timur, Wahyu Eka Setiawan merasa khawatir beban ekologi wilayah pesisir Surabaya semakin parah dengan adanya reklamasi dari proyek strategi nasional (PSN) Surabaya Waterfront Land. Kerusakan laut Surabaya, dapat mengacam profesi nelayan yang selama ini bergantung pada ekologi yang baik . 

1. Kerusakan ekologi mengancan hasil laut nelayan

Reklamasi Merusak Ekologi, Mendesak Nelayan Surabaya Angkat KakiNelayan Kejawan Putih Tambak menemukan kerang. (IDN Times/Myesha Fatina)

Kerusakan ekologi laut dipastikan semakin parah terjadi saat proses pengurukan berlangsung, material pengurukan reklamasi biasannya diambil dari pasir laut melalui aktivitas penambangan. Proses penambangan pasir ini jelas saja akan mengorbankan biota laut.

"Penambangan pasir dari laut menggunakan penyedotan, dengan penyedotan itu mengakibatkan nelayan sulit mencari ikan karena banyak ikan yang mati," ujarnya. 

Kawasan reklamasi direncanakan memiliki luas 1.084 hektar membentang dari Nambangan, Kenjeran hingga ke Wonorejo. 1.084 hektar itu berupa pulau-pulau yang mengubah wilayah lautan menjadi daratan.

Tentu saja, laut yang berubah menjadi daratan ini, memusnahkan rumah bagi jutaan biota laut yang tinggal di dalamnya.

"Ibarat bak air ada ikannya kemudian dikasih tanah, Ketika dikasih tanah, ya pasti ikan di dalamnya akan hilang (mati)," ungkapnya.

Saat rumah dari jutaan biota laut itu musnah, jelas saja akan mempengaruhi hasil tangkapan nelayan. Hasil tangkapan nelayan akan semakin berkurang.

"Tentu dengan rusaknya ekosistem laut juga akan berdampak pada potensi (tangkapan)nelayan yang kemungkinan akan hilang," ungkap dia.

Bukan cuma itu, reklamasi akan mengubah arus laut pesisir Surabaya. Hal ini berdampak pada aktivitas melaut para nelayan yang akan semakin jauh.

"Meskipun klaimnya adalah tidak akan menghilangkan nelayan, nelayan akan terdampak karena ikannya gak ada," ungkap dia.

Baca Juga: Nelayan Wonorejo Satu Suara Tolak Reklamasi Pantai Timur Surabaya

2. Mengancam kehidupan masyarakat pesisir

Reklamasi Merusak Ekologi, Mendesak Nelayan Surabaya Angkat KakiKondisi Pantai di Kejawan Putih, Surabaya. (IDN Times/Ryzka Tiara)

Belum lagi bencana iklim yang bakal dihadapi masyarakat pesisir ketika proyek tersebut berjalan. Laut yang berubah menjadi daratan, menjadi ancaman banjir rob yang semakin para di perkampungan nelayan. 

"Kemungkinan potensi banjir rob akan semakin besar, karena menambah beban di lautan, dengan menambah pulau buatan itu sama saja kita menambah batu di dalam bak, yang seharunya daya tampungnya sekian, daya tampungnya ditambah lagi sehingga tidak mencukupi dan meluber," jelas Wahyu.

Banjir rob yang semakin tinggi di pesisir Surabaya jelas saja mengancam keberlangsungan hidup para nelayan yang tinggal di sana. Berlahan, masyarakat akan enggan tinggal di tempat yang kerap dilanda bencana.

"Ketika transformasi mereka mulai terganggu mereka akan kehilangan pendapatan keseharian, lalu ketika kehilangan maka mereka akan meninggalkan itu (pekerjaan sebagai nelayan) dan tentu salah satunya mereka juga akan meninggalkan kampung mereka," terang Wahyu. 

Baca Juga: Nelayan Surabaya Menolak Reklamasi, Pikirkan Dampak Lanjutan

3. Mengusir perlahan nelayan Surabaya pergi

Reklamasi Merusak Ekologi, Mendesak Nelayan Surabaya Angkat KakiBanner tolak reklamasi yang diusung kelompok nelayan KUB Lestari Kejawan Putih Tambak. (IDN Times/Myesha Fatina)

Meskipun proyek ini tak memaksa nelayan untuk pergi, tetapi ketika mata pencaharian mereka hilang, tempat tinggal terancam musnah karena bencana, pelan-pelan mereka akan meninggalkan wilayah tersebut. 

"Meminggirkan orang itu tidak hanya diusir begitu saja, atau digusur tapi ada proses pelan-pelan dimana sumber kehidupan akan hilang karena ada pembangunan tersebut," kata Wahyu.

Bagi Wahyu, PSN SWL adalah proyek yang dipaksakan karena mengubah topografi lautan. Menurutnya pembangunan yang baik adalah yang menyesuaikan topografi, bukan mengubah topografi.

"Rencana tata ruang yang memang pola pembangunannya menyesuaikan dengan kondisi wilayahnya, bukan kondisi wilayah yang dipaksa mengikuti pembangunan, itu yang terjadi, salah kaparahnya di situ," tutur dia. 

Berkaca dari proyek reklamasi Pantai Indah Kapuk (PIK) di Jakarta, yang terjadi bukan penataan kawasan, tetapi pengusiran paksa para nelayan. Proyek-proyek semacam ini bukan untuk membangun kampung, tetapi membangun kampung baru dengan menghilangkan kampung lama.

"Karena kawasan tersebut tidak diperuntukkan bagi masyatakat level menengah ke bawah," katanya.

Reklamasi selain merusak ekologi laut juga menambah ketimpangan baru. Akan banyak masyarakat kehilangan pekerjaan, yang itu tentu saja dapat mempengaruhi sosial ekonomi pesisir Surabaya. 

"Proyek itu juga akan menambah ketimpangan, karena menghilangkan banyak pekerjaan yang ada di masyatakat Surabaya, rata-rata kota Surabaya ini ditopang oleh sektor menengah ke bawah seperti UMKM," pungkas dia.

Baca Juga: Reklamasi Bisa Merusak Kearifan Lokal Nelayan Kejawan Putih Tambak

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya