Psikiater RSUD Dr Soetomo: Kasus Bullying Fenomena Gunung Es

Banyak korban bullying berusia remaja

Surabaya,  IDN Times - Psikiater anak dan remaja RSUD Dr Soetomo sekaligus Dosen Ilmu Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR) dr Yunias Setiawati SpKJ(K) menilai kasus perundungan yang banyak terjadi seperti fenomena gunung es.

Yunias menjelaskan perundungan adalah tindakan kekerasan fisik, mental, emosional, sosial pada orang yang dianggap lemah. Biasanya dilakukan oleh sekelompok orang pada korbannya. 

"Sehingga (tindakan perundungan) menimbulkan stresor," ujar Yunias, Selasa (3/10/2023). 

Apalagi, kerap kali kasus perundungan dianggap hal sepele bagi sebagian guru dan orang tua. Yang kemudian berakibat pada stesor atau tingkat stres pada anak bertambah berat. 

"Kalau terus menerus lapor orang tua, orang tua dan guru responnya, nggak papa, ga usah dipikir akhirnya stresornya tambah berat," terangnya. 

Bila kemudian korban perundungan tak mendapat dukungan dari teman, guru bahkan orang tua, maka timbul lah depresi. Yang kemudian, membuat sang anak menyakiti dirinya sendiri. 

"Gak ada dukungan teman, guru dan orang tua gak diperhatikan dan akhirnya timbul depresi, kemudian timbul silet-silet (di tangan) yang banyak terjadi," kata dia. 

Yunias menuturkan, kasus perundungan akkhir-akhir ini seperti fenomena gunung es yakni tak terlihat di permukaan namun akan menjadi hal yang berbahaya di suatu peristiwa. Korban perundungan kerap kali bingung harus meminta bantuan kemana. 

"Biasanya mereka juga gak paham harus kemana, minta pertolonhan ke siapa, bahkan banyak orang tua dan sejawat lain menganggap gangguan jiwa tidak ada, katanya kurang doa. Itu karena stigma.  Banyak seperti itu. Karena anak-anak wes ga papa (melumrahkan)," jelas dia. 

Yunias menyebut, dalam sehari ia kedatangan dua sampai tiga pasien. Kebanyakan dari mereka adalah anak usia remaja. 

"Biasanya SMP, kalau anak SD belum paham, malah dia menolak sekolah, sering sakit, melawan orang tua. Anak kecil kan belum bisa mengekspresikan perasaannya," ungkapnya. 

Kebanyakan dari mereka mengeluh depresi tidak bisa tidur. Setelah ditanya ternyata banyak dari pasien-pasien tersebut mengalami perundungan sejak sekolah dasar (SD). 

"Orang tua tidak percaya, ditahan-tahan sampai SMP, bahkan sampai SMA. Bahkan ada yang bilang saya gak tahan dok, saya ingin menghilang, istilahnya ini menghilang, karena merasa merepotkan orang banyak dan gak bermanfaat. Banyak yang silet-silet," katanya. 

Mereka ada yang datang sendiri ke psikiater. Ada pula yang ditemani orang tua karena orang tua tidak percaya dengan anaknya. 

"(Pasien dari) Surabaya juga banyak, daerah juga. RSUD Dr Soetomo RS rujukan jadi campur, dari daerah juga (ada)," tutur Yunias. 

Menurutnya, korban perundungan perlu dukungan dari orang tua. Lingkungan sekitar juga perlu lebih memberi perhatian. 

"Awalnya yang harus diperbaiki lingkungan mirrornya, keluarga, terutama keluarga inti, ayah, ibu. Mayornya ya teman-temannya dan masyarakat sekitarnya," ungkapnya. 

Ia pun berpesan kepada semua orang tua agar mendidik anak sesuai dengan usia mereka. Selain itu juga orang tua harus lebih mengedepankan komunikasim 

"Intinya tentang komunikasi, target orang tua jangan terlalu tinggi, mendidik anak itu disesuaikan dengan usianya," pungkas dia. 

Baca Juga: Pemkot Surabaya Buat Permainan untuk Cegah Bullying di Sekolah

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya