Problematika Lulusan Santri di Indonesia Sulit Terserap Kerja

Sekitar 3,6 juta santri lulus dari pesantren

Surabaya, IDN Times - Indonesia memiliki 36 pesantren yang tersebar di seluruh tanah air dengan jumlah santri mencapai 4 juta. Dari jumlah tersebut, pesantren memiliki masalah penyerapan lulusannya. 

1. 65 persen lulusan pesantren tak lanjutkan pendidikan

Problematika Lulusan Santri di Indonesia Sulit Terserap KerjaPelatihan menjahit untuk santri di Jawa Timur. (IDN Times/Khusnul Hasana).

Ketua Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Hodri Ariev mengatakan, pesantren bisa meluluskan kurang lebih 100 santri setiap tahunnya. Jika dihitung dengan jumlah pesantren yang ada di Indonesia, maka jumlahnya bisa mencapai 3,6 juta santri lulus dari pondok pesantren.

"Yang melanjutkan ke perguruan tinggi sekitar 35 persen. Antara 65 persen santri tidak lanjut dan mereka kerja di sektor informal," ujarnya, Senin (23/10/2023). 

Baca Juga: Majelis Ponpes Jatim Dilantik, Diminta Jaga Pesantren dari Politk

2. 65 persen santri lulus dari pesantren tak punya keterampilan

Problematika Lulusan Santri di Indonesia Sulit Terserap KerjaPelatihan menjahit untuk santri di Jawa Timur. (IDN Times/Khusnul Hasana).

65 persen yang tidak melanjutkan ke perguruan tinggi itu kebanyakan tak memiliki keterampilan. Mereka kemudian memilih untuk bekerja sebagai tenaga kasar, seperti peternakan dan pertanian. 

"Kalau tidak melanjutkan tidak ada keterampilan kerja maka mereka akan menjadi pekerja kasar dan incomenya menjadi lemah," ungkapnya. 

Karena pesantren bersifat akademik, kegiatan-kegiatan di pesantren pun hanya pendidikan saja. Tidak ada keterampilan yang diberikan kepada para santri. 

"Di pesantren tidak diajarkan keterampilan kerja, cuma diajari ilmu-ilmu yang sifatnya analisa, akademik, semacam itu," jelas Hodri. 

3. Kerja sama dengan BDI untuk pelatihan di bidang industri

Problematika Lulusan Santri di Indonesia Sulit Terserap KerjaPelatihan menjahit untuk santri di Jawa Timur. (IDN Times/Khusnul Hasana).

Untuk itu, PBNU bekerjasama dengan Balai Diklat Industri (BDI) Surabaya, Kementerian Perindustrian. Para santri diberi pelatihan agar mereka siap mendapatkan pekerjaan ketika sudah tak lagi berada di pesantren. 

"Tentu kita berharap ada sebanyak mungkin santri yang berada di usia produktif agar mereka tidak menjadi pengangguran dan jadi beban negara, di pelatihan ini tentu mereka akan lebih produktif dan mereka bisa mandiri," pungkas dia. 

Sementara itu, Kepala BDI Surabaya Kementerian Perindustrian, Zya Labiba mengatakan, setidaknya ada sekitar 50 santri asal Jatim yang saat ini melakukan pelatihan menjahit di BDI Surabaya. Mereka akan menjalani pelatihan selama 13 hari. 

"Ini pelatihan garmen yang kemudian diprioritaskan dan di tempatkan ke industri germen di 3 unit ya. ada PT KKS Indo di Magetan, PT  Glory di Sragen dan PT Delapan Jaya di Sragen," ujarnya. 

Setelah melakukan pelatihan selama 13 Hari, para santri dan alumni santri tersebut akan melakukan uji kompetensi. Setelah itu, baru mereka akan diserap tenaga kerja. 

"Dari 50 orang, target 50 bisa dapat kerja Insyallah ditempatkan kerja yang bermitra dengan kami," terang dia. 

Salah satu santri dari Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang, Adam mengatakan cukup antusias dengan pelatihan tersebut. Pasalnya dia akan punya keterampilan untuk melanjutkan kerja setelah dari pesantren. 

"Ikut pelatihan biar dapat pengalaman, kalau sudah ikut ini dan berhasil nanti kalau ada kesempatan kerja langsung diambil," kata Adam. 

Adam punya mimpi, suatu hari nanti jika ia telah memiliki keterampilan menjahit dan telah bekerja ia akan membuka toko busana sendiri. "Pengen bisa menjahit biar nanti bisa buka toko busana sendiri," pungkas Adam.

Baca Juga: Gus Mamak Sebut Pesantren Saat Ini Tak Bisa Alergi dengan Teknologi

Topik:

  • Zumrotul Abidin

Berita Terkini Lainnya