Penjebar Semangat, Majalah Bahasa Jawa yang Jatuh Bangun Dihajar Zaman

Media berbahasa Jawa tertua yang kian ditinggalkan

Surabaya, IDN Times - Salinan cetakan pertama majalah Penjebar Semangat terpampang di dinding bangunan tua di Jalan Gedung Nasional 2 Surabaya itu. Lembar legendaris itu bersanding dengan foto pendiri Dr Soetomo, sang pendiri. Sementara, mesin ketik dan mesin cetak tua turut menghias di  beberapa meja. Lembar aksara jawa juga digantung di sisi lain, penanda bahwa bahasa Jawa tetap menjadi nyawa bagi majalah yang terbit sejak 2 September 1933 silam ini. 

Majalah itu terbit atas semangat Dr Soetomo dalam perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. Penjebar Semangat pun menjadi majalah berbahasa Jawa tertua di Indonesia. Bukan cuma di Indonesia, majalah Penjebar Semangat juga dikirim ke Suriname atas permintaan Kedutaaan Besar Suriname untuk Indonesia. Mereka menginginkan keturunan Jawa di Suriname tetap melestarikan budaya Jawa.

"Setiap 6 bulan minta dikirimi 200 atau 300 cetakan. Pihak sana membagikan gratis ke masyarakat. Berita-beritanya Indonesia," kata Staf Redaksi Penjebar Semangat, Kukuh Wibowo, kepada IDN Times, Sabtu (26/8/2023).

Sayangnya, Penjebar Semangat kini makin ditinggalkan. Selain makin sedikitnya penikmat berita bahasa Jawa, COVID-19 kemarin juga turut menyusutkan pembaca mereka. "Jumlahnya menurut semenjak pandemik. Dulu di atas 10 ribu pelanggan, sekarang 8 ribu pelanggan." 

Baca Juga: 10 Kosakata Krama Halus Bahasa Jawa yang Jarang Diketahui, Sudah Tahu?

Penjebar Semangat, Majalah Bahasa Jawa yang Jatuh Bangun Dihajar ZamanSalinan cetakan pertama Majalah Penjebar Semangat. (IDN Times/Khusnul Hasana).

Diakui Kukuh, menjaga agar majalah berusia 90 tahun ini tetap terbit tak mudah. Banyak kendala yang harus mereka hadapi. Tantangan yang paling berat tentu saja adalah regenerasi pembaca. "Pelanggan yang tua banyak pelanggan yang pamit mundur, kemudian anak turunnya itu gak bisa meneruskan," kata dia. 

Pelanggan yang tersisa, kata dia, didominasi pensiunan guru, pegawai negeri hingga TNI/Polri. Mereka kebanyakan sudah pembaca berusia lanjut yang meneruskan tradisi dari orangtua mereka. "Pelanggannya berbasis di kota besar di Indonesia, basis pelanggan Jawa bagian selatan seperti, Madiun, Magetan, Solo, Yogyakarta, ada juga Jabodetabek. Kalau luar Jawa paling besar di Lampung pelanggan turun temurun yang dulunya dari transmigasi," ujar dia. 

Selain itu, beralihnya pembaca berita dari media cetak ke online juga menjadi tantangan lain. Dia menyadari bahwa media online lebih mudah dijangku ketimbang media cetak seperti Penjebar Semangat.  

Penjebar Semangat, Majalah Bahasa Jawa yang Jatuh Bangun Dihajar ZamanSalah satu terbitan majalah Penjebar Semangat. IDN Times/Khusnul Hasana

Yang tak kalah bikin pusing redaksi adalah minat baca di kalangan anak muda, terutama soal bahasa jawa. "Bahasa jawa kaya sesuatu yang menakutkan, dijauhi. Lama-lama kecintaan terhadap bahasa jawa pudar, tidak seperti dulu," tuturnya. 

Belum lagi soal daya beli. Menurut dia, Penjebar Semangat pernah mengalami dua kali masa yang membuat pelanggan mereka berkurang. "Pertama saat krisis moneter tahun 1997, kedua COVID-19 yang kemarin itu."

Susut pembaca tak membuat redaksi Penjebar Semangat surut semangat. Mereka tetap berusaha konsisten untuk terbit  seminggu sekali. Majalah ini, kata Kukuh, biasa dicetak setiap hari Kamis dan didistribusikan setiap Jumat. "Berita-beritanya yang kita suguhkan itu, pertama sastra Jawa, fiksi, cerpen berbahasa jawa, cerita wayang, dongen, sejarah. Non fiksi ada reportases tapi kita lebih kepada kebudayaan," jelasnya. 

Penjebar Semangat, Majalah Bahasa Jawa yang Jatuh Bangun Dihajar ZamanRubrik untuk anak-anak dalam majalah Penjebar Semangat. (IDN Times/Khusnul Hasana).

Tak ingin padam oleh zaman, redaksi Penjebar Semangat juga beberapa kali membuat inovasi. Salah satu siasat mereka adalah membuat versi elektronik. Mereka juga menyediakan rubrik untuk anak-anak untuk menjaga regenerasi pembaca. 

"Pada era digital, kami sudah punya majalah elektronik, berwana dan berbayar. Pelanggan akan kami beri password, langgannya lebih murah. Kalau cetak Rp72 ribu sebulan, kalau online Rp40 ribu per bulan. Bahkan, pelanggan bisa menerima majalah lebih cepat daripada versi cetak," tutur dia.

Selain itu, Penjebar Semangat juga berusaha masuk ke sekolah-sekolah sebagai sarana pendidikan anak-anak. "Di Kota Batu itu semua SMP langganan Penjebar Semangat," sebutnya. 

Semakin berkurangnya pembaca, eksistensi Penjebar Semangat pun terancam. Maklum, mereka menggantungkan 70 persen pendapatannya dari pelanggan. Sisanya, 30 persennya berasal dari iklan Pemerintah Kota Surabaya. "Kalau Pemprov Jatim dulu pernah beriklan, sekarang sudah diputus. Saya gak tahu kenapa, apa karena sudah terlalu banyak media," ungkapnya. 

Penjebar Semangat pun kini seolah berjuang sendiri melawab zaman. Campur tangan pemerintah untuk melestarikan pun dirasa tak terlalu besar. "Pemerintah sendiri tidak terlalu peduli dengan Penjebar Semangat, tidak dapat Sarana dan Pra Sarana, kita berjuang sendirian," sebut dia. 

Seperti tulisan Soekarno yang dipajang di dinding kantor Penjebar Semangat yang berpesan agar majalah ini tetap lestari, Kukuh dan awak redaksi lain pun berjanji serupa. Apalagi, majalah tersebut lahir dan ikut membersamai sejarah bangsa. 

Baca Juga: IDN Times Sabet Media Brand Awards 2023 Kategori Media Nasional

Topik:

  • Faiz Nashrillah

Berita Terkini Lainnya